Wisata NTT

Wisata NTT, Pasola Ritual Tahunan Ketangkasan Satria Sumba,  Jadwal dan Kisah

Masyarakat  Sumba Barat da Sumba Barat setiap tahun disuguhkan dengan atraksi para satria pemberani Sumba dalam tradisi Pasola

Penulis: Alfred Dama | Editor: Alfred Dama
FACEBOOK/MARTA TUWA RINGU
Pasola merupakan tradisi perang adat yang mana dua kelompok penunggang kuda saling berhadapan, kejar-mengejar seraya melempar lembing kayu ke arah lawan. 

Di Kecamatan Lamboya ritual ini dilaksanakan pada bulan Februari, sementara di Kecamatan Wanokaka dan Laboya Barat/Gaura ritual ini dilaksanakan pada bulan Maret.

 Lebih lanjut, tanggal pasti berlangsungnya Pasola akan ditentukan oleh para Rato Adat berdasarkan perhitungan bulan gelap dan bulan terang, serta dengan melihat tanda-tanda alam. 

Jika tanggal telah ditentukan, maka sebulan sebelum Pasola berlangsung maka warga harus menaati sejumlah pantangan seperti larangan mengadakan pesta, larangan membangun rumah, dan lain sebagainya. 

Pada beberapa tempat, Pasola akan didahului beberapa rangkaian ritual yang saling berhubungan. 

Salah satunya di Kecamatan Wanokaka, ritual akan dimulai dengan Purung Laru Loda, penentuan waktu oleh para Rato Adat, Pati Rahi, Madidi Nyale, dan kemudian barulah dilaksanakan ritual Pasola. 

Pasola adalah permainan adu ketangkasan yang berasal dari wilayah Sumba bagian barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Pasola adalah permainan adu ketangkasan yang berasal dari wilayah Sumba bagian barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur. ((SHUTTERSTOCK/NOVIE CHARLEEN MAGNE) via Kompas.com)

Apa Legenda yang Terkait dengan Pasola? 
Menurut masyarakat setempat, Pasola juga disebut dalam sebuah legenda cinta segitiga yang terjadi di masa lalu. 

Alkisah di Weiwuang hiduplah tiga bersaudara bernama Ngongu Tau Matutu, Yagi Waikareri, dan Ubu Dulla yang masing-masing telah berkeluarga. 

Si bungsu Ubu Dulla diketahui memiliki seorang istri yang cantik bernama Rabu Kabba. Suatu hari ketiga bersaudara itu pamit pergi melaut untuk mencari ikan, namun sebenarnya mereka pergi ke sebuah negeri yang makmur bernama Muhu Karera untuk mengadu nasib. 

Karena tak kunjung pulang, warga yang cemas pun mencari ketiga bersaudara itu namun mereka bak hilang ditelan lautan sehingga dianggap telah meninggal.

 Rabu Kabba sangat sedih mendengar kabar itu dan seakan tidak percaya, sehingga ia kerap pergi ke pantai untuk menunggu perahu suaminya pulang. 

Suatu hari Rabu Kabba melihat sebuah perahu datang, namun bukan suaminya yang nampak melainkan seorang pemuda bernama Teda Gaiparona yang berasal dari Kodi. 

Rabu Kabba dan Teda Gaiparona pun bersahabat, dan kemudian saling jatuh cinta. Namun karena terhalang oleh adat, keduanya tidak dapat menikah sehingga memutuskan untuk kawin lari. Bersamaan dengan itu, Ngongu Tau Matutu, Yagi Waikareri, dan Ubu Dulla tiba-tiba kembali ke Weiwuang. 

Warga menyambut ketiganya dengan suka cita, namun keadaan berubah saat Ubu Dulla tahu istrinya kabur dengan pria lain. 

Demi menegakkan kehormatannya, Ubu Dulla dan sejumlah warga Weiwuang kemudian pergi mencari keduanya. Saat ditemukan Rabu Kabba terkejut, namun menolak kembali karena merasa telah ternoda. 

Hati Ubu Dulla begitu sakit namun alih-alih meluapkan kemarahan, ia memilih merelakan sang istri dengan syarat Teda Gaiparona harus menikahi Rabu Kabba secara resmi dan membayar belis pengganti. 

Keluarga Teda Gaiparona menyanggupi hal tersebut, bahkan memberikan nyale hidup sebagai tanda kemakmuran. 

Setelahnya kedua keluarga sepakat untuk selalu menyelenggarakan Pasola untuk mengenang kejadian tersebut. *

Baca berita lain di Pos Kupang.com KLIK >>> GOOGLE.NEWS

Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com 

Sumber: Grid.ID
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved