Flores Timur Terkini
Merawat Hokeng Jaya di Kaki Lewotobi Agar Tak Mati Ditinggal Mengungsi
Bakti sosial untuk menghidupkan suasana kampung dimulai dari lorong-lorong setapak, jalan umum, dan rumah-rumah warga
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Paul Kabelen
POS-KUPANG.COM, LARANTUKA- Aktivitas kehidupan sejumlah kampung di kaki Gunung Lewotobi perlahan-lahan mulai terasa.
Seiring tanaman yang bertunas subur dan penurunan aktivitas gunung, warga pun semakin sering berdatangan dari tempat pengungsian untuk membersihkan permukiman.
Pada Jumat (7/2/2025) pagi, Pemerintah Desa Hokeng Jaya bersama warga melaksanakan bakti sosial.
Mereka membawa cangkul, skop, dan tofa, mengeruk material di setiap sudut desa yang berada di Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, NTT.
Baca juga: Warga di Enam Desa Masih Mengungsi, Lewotobi Laki-laki Status Siaga Alami Sejumlah Gempa
Semangat gotong-royong ini dilakukan setelah tiga bulan tanpa aktivitas. Beberapa pekan usai bencana dahsyat 3 November 2024, segalanya seperti selesai.
Hokeng Jaya masuk dalam zona bahaya atau kawasan rawan bencana (KRB).
Ditinggalkan pergi penghuninya, desa yang disebut "Miniatur Lembata" karena didominasi pendatang dari Pulau Lembata itu lantas sepi bak kota mati.
Tak ada suara tegur sapa antar tetangga yang sekadar meminta garam dari bilik dapur. Namun segalanya terukir kembali lewat bakti Jumat Bersih.
Bakti sosial untuk menghidupkan suasana kampung dimulai dari lorong-lorong setapak, jalan umum, dan rumah-rumah warga.
Semua badan jalan tampak tertutup material pasir, kerikil, dan batu. Aroma belerang menyumbat hidung.
Sebelum bencana besar, Hokeng Jaya sangat asri dan rindang. Desa ini dikelilingi beragam jenis tanaman pohon yang berbuah segar.
Baca juga: Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki Tidak Pengaruhi Keabsahan Hasil Pilkada Flores Timur
Tak heran Hokeng dijuluki "Kampung Buah", apapun bisa ditanam dan tumbuh subur.
Bencana 3 November 2024 silam mematikan sebagian besar kehidupan. Namun optimisme tetap tumbuh, bersamaan dengan tunas-tunas kakao yang menghijau.
Mereka percaya bahwa Lembah Hokeng, sebutan Desa Hokeng Jaya dan Klatanlo, tetap berdiri kendati segalanya akan direlokasi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.