NTT Terkini

OJK Dukung Program Pemerintah Bangun Tiga Juta Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

tentang penilaian kualitas aset bank umum, penetapan kualitas aset produktif untuk debitur dengan plafon hingga Rp 5 milliar.

Penulis: Elisabeth Eklesia Mei | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/EKLESIA MEI
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Eklesia Mei

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mendukung program pemerintah Indonesia untuk pembangunan sebanyak tiga juta rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah atau MBR.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar mengatakan, dukungan OJK terhadap program pemerintah tersebut guna menggerakkan dan meningkatkan pertumbuhan di sektor perumahan dan konstruksi di Indonesia khususnya juga dalam hal peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Dalam dukungan tersebut, kata Mahendra, OJK telah  menyampaikan surat pada perbankan dan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) lainnya, agar dapat mendukung perluasan pembiayaan rumah bagi MBR.

“OJK memberikan ruang bagi LJK untuk mengambil kebijakan pemberian kredit, dan pembiayaan berdasarkan penerapan manajemen resiko, yang sesuai dengan risk appetite dan pertimbangan bisnis,”kata Mahendra, 20 Januari 2025.

Baca juga: Perkuat Industri Perbankan di Indonesia, OJK Terbitkan Tiga Peraturan

Mahendra menjelaskan, terkait dengan dukungan itu, beberapa kebijakan OJK yang mendukung sektor perumahan yaitu kualitas KPR dapat dinilai hanya berdasar ketepatan pembayaran sesuai PJOK 40 tahun 2019 yaitu tentang penilaian kualitas aset bank umum, penetapan kualitas aset produktif untuk debitur dengan plafon hingga Rp 5 milliar.

“Kebijakan ini dapat dilakukan berdasar ketepatan pembayaran pokok atau bunga atau dikenal satu pilar, juga dapat diberlakukan untuk KPR, pemberlakuan penilaian kualitas aset bersifat lebih longgar, dibanding kredit lainnya dimana bank menilai dengan tiga pilar yakni prospek usaha, kinerja debitur dan kemampuan membayar,” jelasnya.

Untuk pemanfaat aturan dari PJOK 40 tersebut, kata Mahendra, maka pemberian untuk debitur sampai Rp 5 milliar hanya menggunakan satu pilar.

Untuk KPR, lanjut dia, dapat dikenakan bobot resiko yang rendah dan ditetapkan secara granular, dalam penghitungan aset tertimbang menurut resiko, untuk resiko kredit atau aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) kredit,  sesuai dengan Surat Edaran (SE) OJK nomor 24 tahun 2021 tentang perhitungan ATMR untuk resiko kredit dengan pendekatan standar bagi bank umum.

“Kalau kredit untuk properti rumah tinggal, dapat dikenakan bobot resiko ATMR kredit yang rendah dibandingkan kredit lainnya seperti kredit pada korporasi, dalam ketentuan itu bobot resiko  ditetapkan secara granular, dengan bobot terendah sebesar 20persen berdasar rasio loan to value, sehingga perbankan memiliki ruang permodalan yang lebih besar untuk menyalurkan KPR selanjutnya,” tuturnya.

Dia juga menjelaskan, untuk dukungan dari sisi pendanaan bagi pengembang perumahan, maka larangan pemberian kredit pengadaan pengolahan tanah telah dicabut sejak 1 Januari 2023. Yang mana, OJK beri keleluasaan bagi pengembang perumahan untuk peroleh pembiayaan dari perbankan, guna melakukan pengadaan atau pengolahan tanah yang sebelumnya dilarang. 

Selain itu, lanjutnya, OJK juga menerbitkan instrumen dukungan likuiditas untuk penyediaan pembiayaan perumahan, Efek Beragun Aset Surat Partisipasi atau EBA SP.

“Dengan dicabutnya larangan itu, Bank diimbau agar lebih menekankan pada penerapan manajemen resiko yang baik,” ujar Mahendra.

Lebih lanjut, Mahendra mengatakan, terkait dengan Sistem Layanan Informasi Keuangan atau SLIK, berisi informasi yang bersifat netral dan bukan merupakan informasi daftar hitam atau black list.

“SLIK digunakan untuk meminimalisir asimetri information dalam rangka memperlancar proses pemberian kredit dan pembiayaan dan penerapan manajemen resiko oleh LJK,” jelasnya.

Menurut Mahendra, SLIK yang kredibel sangat diperlukan dalam menjaga iklim investasi di Indonesia. 

“Untuk penggunaan SLIK dalam proses pemberian kredit atau pembiayaan perumahan merupakan salah satu informasi yang digunakan dalam analisis kelayakan calon debitur, bukan satu-satunya faktor yang menentukan dalam pemberian kredit dan pembiayaan itu,” terangnya.

Dikatakan Mahendra, tidak terdapat ketentuan OJK yang melarang pemberian kredit atau pembiayaan bagi debitur, yang memiliki kredit dengan kualitas non lancar, termasuk apabila akan dilakukan penggabungan fasilitas kredit atau pembiayaan lain, khususnya dengan nominal kecil.

“Hal ini di buktikan dengan praktek yang telah dilaksanakan LJK berdasar angka Nov ember 2024, tercatat 2,35juta rekening kredit baru yang diberikan LJK pada debitur yang sebelumnya memiliki kredit non lancar berdasar hasil dalam SLIK,” bebernya.

Mahendra juga mengatakan, OJK juga melakukan persiapan kanal pengaduan khusus  kontak 157, berbagai pengaduan terkait dengan proses pengajuan KPR untuk MBR termasuk kemungkinan laporan mengenai adanya surat keterangan lunas dari kredit pembiayaan di LJK lainnya, yang mungkin datanya terlambat.

“Dalam penanganan pegaduan juga secara menyeluruh dan efektif akan dibentuk satgas khusus bersama Kementrian Perumahan dan Kawasan Pemukinam dan stakeholder lainnya,” kata dia.

Sementara itu, Kepala OJK NTT, Japermen Manalu menjelaskan, program 3 juta hunian sebagai program pemerintah mendapat dukungan OJK

Khusus di NTT, kata Japarmen, OJK akan bekerjasama dan berkoordinasi dengan Himpunan Bank Milik Negara atau Bank HIMBARA dalam berbagai proses kredit dan pembiayaan jika terdapat kendala atau hal-hal yang merugikan konsumen dari LJK.

“Kami di OJK tetap membuka ruang untuk apabila ada konsumen yang dirugikan, nanti segera kami koordinasikan dengan Bank HIMBARA,”kata Japermen. (cr20)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved