UMKM NTT
Mengenal UMKM Vely's di Kota Kupang, Usaha Berbahan Kelor dan Sorgum
BPS menyebut ada 3.877 UMKM. Usaha kecil ini bergerak di berbagai sektor, dari makanan ringan maupun lainnya.
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Rosalina Woso
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Usaha Mikro, Kecil dan Menengah atau UMKM menjadi usaha yang menjanjikan. Menjalankan UMKM tidak membutuhkan modal yang banyak, tapi bisa meraup keuntungan lebih besar.
Dalam catatan Pemerintah Indonesia, UMKM menjadi usaha yang tidak begitu tergoyahkan sewaktu pandemi covid-19. Bahkan kontribusi dari UMKM mampu mendorong daya ungkit perekonomian nasional.
Pertumbuhan UMKM menjalar kemana-mana. Usaha itu digerakkan oleh kebanyakan kelompok perempuan, lebih khusus ibu-ibu rumah tangga.
Di Provinsi NTT, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, melaporkan ada 168.002 industri UMKM. Kabupaten Sikka mencatat 31 ribu lebih UMKM, Sumba Barat Daya 15 ribu lebih dan Flores Timur di angka 16 ribu.
Di Kota Kupang, Ibu kota Provinsi NTT, BPS menyebut ada 3.877 UMKM. Usaha kecil ini bergerak di berbagai sektor, dari makanan ringan maupun lainnya.
Salah satu pelaku UMKM yang berjalan sejak 2019 adalah Vely's Stik & Bakery di RT 52, RW 17 Kelurahan Oesapa, Kota Kupang. Usaha itu dijalankan Juliana Latumalea (50), selaku pemilik.
Awalnya, Juliana adalah pekerja di salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM). Beberapa tahun mengabdi di NTT, ia memilih berhenti dari pekerjaannya itu.
Juliana lalu membuka usaha jualan makan dan minuman di salah satu kantin sekolah. Saat pandemi covid-19, sekolah-sekolah diliburkan. Dampaknya usaha kantin milik Juliana harus tutup.
"Karena hobi buat kue, jadi mulai buat kue dan makanan ringan dijual ke teman-teman," kata Juliana, Sabtu (4/1/2025) di rumahnya.
Produk yang dibuatnya semakin banyak peminat. Lulusan Fakultas Pertanian itu mulai berinovasi dengan menghasilkan produk lain untuk dipasarkan. Tanggapan positif dia peroleh dari berbagai pihak.
Juliana berinovasi. Dia memanfaatkan bahan yang ada. Tanaman lokal yang berkelimpahan di sekitar rumah, ia manfaatkan sebagai bahan baku utama menghasilkan berbagai produk.
"Di Kupang saya melihat banyak tanaman lokal seperti kelor, sorgum. Pada awalnya saya membuat stik, tapi dari stik itu saya campur lagi dengan kelor sebagai inovasi," tuturnya.
Stik kelor dan sorgum menjadi produk awal utama Juliana. Dia memasarkan ke berbagai pusat oleh-oleh di Kupang hingga Labuan Bajo, Manggarai Barat.
Juliana biasanya mendapat bahan baku kelor di sekitar rumahnya. Tanaman itu kemudian dikeringkan dengan mesin bantuan dari Kementerian Perindustrian. Mesin tersebut mampu memproduksi 15 kilogram daun kelor kering.
Daun kelor kering kemudian dicampur dengan bahan lainnya membentuk sebuah stik yang diberi nama stik kelor. Sementara untuk bahan sorgum, dia mendapatkan dari Kabupaten Alor.
Biasanya dia membeli 20 kilogram sorgum dari seorang temannya dengan harga 30-40 ribu per kilogram. Tidak semua kelor dan sorgum dalam jumlah besar itu dicampur sekaligus. Ada takaran tersendiri yang digunakan.
"Tidak semua. Jadi kita gunakan sedikit dengan campuran bahan lain seperti tepung," kata Juliana.
Kelor dan sorgum, kata dia, paling tidak memberi manfaat kesehatan. Disamping, produk berbahan kelor dan sorgum juga memberi dampak baik untuk anak-anak.
Dia lalu mengembangkan produk itu dengan varian lainnya. Total, saat ini ada empat jenis produk yang dihasilkan dari usaha rumahan itu. Empat produk yang dihasilkan itu diantaranya stik kelor, stik sorgum, kacang sembunyi dan stik keju.
Dari empat produk, baru tiga yang memiliki izin halal. Untuk mendapatkan label halal, membutuhkan waktu hingga satu tahun, selain survei awal hingga penerbitan nomor label halal oleh lembaga terkait.
Juliana sempat mendapat bantuan untuk mendaftarkan izin dan label halal. Aturan yang ketat, membuat perizinan, terkhusus label halal sedikit terlambat.
Variasi
Juliana berkata, usaha yang ditekuni itu sudah bekerja sama dengan berbagai toko. Meski, jumlah pesanan masih bervariasi. Kebanyakan tempat ia menitipkan produknya itu berada di Kota Kupang.
Dalam sebulan, masing-masing toko bisa memesan paling kurang 4 bungkus produk. Pesanan sangat tergantung dengan hasil penjualan di tiap toko.
"Kalau jualan bulan ini ada yang kurang, maka dari toko biasanya minta sedikit juga. Tergantung dari produk yang laku di toko," katanya.
Tiap produk dihargai Rp 12 ribu. Harga itu agar menyesuaikan dengan kantong tiap pembeli. Toko-toko di Kota Kupang, memesan empat jenis produk itu. Untuk toko di Labuan Bajo, biasanya memesan 100 pcs.
Rata-rata, setiap bulan dia memproduksi 100-200 bungkus tiap produk. Paling banyak, kata dia, produk yang diminati adalah stik sorgum dan kelor. Dia bilang dua jenis produk memang lebih cepat langkah.
"Kelor biasanya paling banyak. Sorgum itu 100 paling. Stik keju 100 paling banyak, untuk toko di Labuan Bajo," kata Juliana.
Paling banyak, pesanan lebih banyak ketika pameran atau event maupun orderan oleh instansi sebagai bingkisan bagi para tamu. Biasanya, pesanan 'mendadak' itu hingga 500 bungkus.
Menurut dia, setiap produk memiliki masa berlaku hingga enam bulan. Sehingga, orderan dari toko juga diperhitungkan dengan baik agar tidak mubazir.
Tergantung
Juliana mengaku, rata-rata keuntungan setiap bulan Rp 500 ribu setiap produk. Keuntungan itu sangat tergantung dengan pesanan. Sebab, kadang-kadang ada toko yang hanya terlaku sedikit produk.
"Biar untung sedikit tapi intinya tetap berputar. Prinsipnya, biar untung sedikit tapi tetap putar lancar," kata Juliana.
Dengan harga belasan ribu yang ditetapkannya, dia tidak masalah dengan keuntungan yang didapat. Seringkali ia dikomentari pelaku UMKM lainnya karena harga produk yang tergolong murah.
Namun, dia tetap menjalankan komitmennya. Paling penting adalah kualitas dari tiap produk ditawarkan. Baginya kualitas produk itu sangat penting.
"Tergantung kualitas, bahan dan rasa. Kalau enak orang pasti beli terus," kata dia.
Beberapa toko, menurut dia, kadang kala memesan paling sedikit 20 bungkus dan paling terlambat dua pekan sudah mulai memesan lagi.
"Lumayan, belum sampai 2 bulan, ada yang sudah order. Ada yang dua minggu sudah order lagi. Sistim titip, laku dibayar. Sudah habis order lama, kita isi baru," ujarnya.
Untuk memudahkan perhitungan tiap produk, Juliana melakukan pembukuan secara berkala. Laporan itu juga ia teruskan ke Dinas terkait sebagai bahan pelaporan rutin.
Pengembangan
Rencananya, usaha ini akan dikembangkan. Selama ini, unit produksi masih tergabung dalam dapur rumah tangga miliknya. Juliana sedang menyiapkan lokasi khusus untuk produksi.
"Kita sementara bangun untuk produksi. Selama ini kita masih gabung dengan dapur rumah tangga," kata dia.
Dengan pengembangan itu maka jumlah produksi juga akan lebih banyak. Selama ini, jika permintaan banyak ia sering kewalahan. Sesekali Juliana dibantu lima tenaga kerja dengan upah Rp 50-100 ribu.
Selain pekerja luar, Juliana juga dibantu suami dan tiga orang anaknya. Termasuk melakukan promosi via media sosial. Pemasaran di jaringan online, ujar dia, akan dimasifkan pasca unit produksi berdiri.
Pengembangan itu, kata dia, harus dilakukan agar terus meningkatkan kualitas produk. Apalagi, dari sisi kemasan juga telah mengalami perubahan.
Dia cerita, produk kemasan mulanya menggunakan kertas biasa. Kini kemasan menggunakan bahan yang lebih menarik. Berbagai perubahan itu dia dapat ketika mengikuti berbagai pelatihan yang diselenggarakan pemerintah maupun pihak swasta.
"Selama ini kita juga dapat pelatihan. Ada juga modal pinjaman dari Bank CIMB, Bank NTT. Kita ambil sedikit untuk modal (pengembangan)," kata Juliana.
Juliana berharap, usaha kecil seperti yang dijalankan itu terus mendapat perhatian dan sentuhan pemerintah maupun pihak terkait lainnya. Dia berjanji terus menjaga kualitas produknya dengan bahan utama kelor dan sorgum.
Usaha Juliana itu semata ingin membantu perekonomian keluarga, terutama saat dan pasca pandemi covid-19. Usaha itu mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi. (fan)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.