APBN
Hemat Belanja di Akhir Tahun 2024, Pemerintah Berhasil Tekan Defisit
Kementerian Keuangan mencatat, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akhirnya berhasil ditekan karena beberapa faktor.
Defisit yang berhasil ditekan itu memberi ”bekal” fiskal untuk menyambut APBN 2025. Pemerintah berhasil membukukan SILPA atau sisa lebih pembiayaan anggaran sebesar Rp 45,4 triliun di APBN 2024 untuk menopang kas negara di 2025.
”Karena kita bisa mengendalikan dengan baik defisit ini, kita tidak perlu menerbitkan utang sebanyak perkiraan waktu menyusun outlook sehingga ini tentu akan membantu belanja kita di 2025,” kata Isa.
Pajak masih ”shortfall”
Sementara itu, meskipun defisit berhasil ditekan, kondisi penerimaan pajak masih lesu. Sepanjang 2024, setoran pajak tidak mampu memenuhi target alias mengalami shortfall. Dalam APBN 2024, pemerintah memasang target penerimaan pajak Rp 1.988,9 triliun. Pada proyeksi tengah tahun outlook 2024, target itu diturunkan menjadi Rp 1.921,9 triliun.
Pada akhirnya, realisasi penerimaan pajak 2024 terkumpul Rp 1.932,4 triliun. Capaian itu hanya 97,2 persen dari target awal APBN, meski jika dibandingkan proyeksi tengah tahun, telah memenuhi target, yakni 100,5 persen. Dengan demikian, untuk pertama kalinya dalam empat tahun terakhir, penerimaan pajak kembali mengalami shortfall.
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, untuk tahun 2025, pemerintah akan mencari strategi lain untuk mendongkrak penerimaan pajak, dari perluasan basis pajak sampai mencari sumber penerimaan baru yang selama ini tak tersentuh.
Namun, ia tidak membeberkan secara lebih detail strategi apa yang akan ditempuh. Sebelumnya, sempat muncul beberapa opsi wacana untuk menambah penerimaan, mulai dari memajaki kegiatan ekonomi bawah tanah atau underground economy, menerapkan pajak minimum global, serta menggulirkan program amnesti pajak (tax amnesty) jilid ketiga.
”Yang pasti kami akan mencari potensi penerimaan dengan berbagai cara. Tetap konsisten memperluas basis perpajakan dengan intensifikasi, kita pastikan wajib pajak membayar sesuai pajak terutangnya, atau melalui ekstensifikasi di mana kita mencari sumber penerimaan baru. Ini yang sekarang sedang dibahas,” kata Suryo.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, di satu sisi, defisit yang bisa ditekan hingga 2,29 persen dari perkiraan itu menunjukkan stabilitas fiskal tetap terjaga di tengah ketidakpastian global. Beban bunga utang di masa depan juga bisa ditekan karena pembiayaan utang lebih rendah.
Namun, di sisi lain, defisit rendah itu juga bisa menunjukkan risiko berupa belanja pemerintah yang tidak terserap sepenuhnya. ”Efisiensi belanja yang terlalu ketat juga berisiko mengurangi dukungan terhadap program strategis serta memperlambat penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya. (kompas.id)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.