Haul Gus Dur

Haul Ke-15 Gus Dur, Yenny Wahid Sentil Maraknya Kasus Kekerasan yang Dilakukan Polisi

Kasus kekerasan oleh polisi dan problem ekonomi yang dihadapi masyarakat jadi sorotan dalam peringatan haul ke-15 Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid

Editor: Agustinus Sape
DOK KELUARGA KH ABDURRAHMAN WAHID
Putri Gus Dur, Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid, saat peringatan haul ke-15 Gus Dur di Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Sabtu (21/12/2024). 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Putri kedua Abdurrahman Wahid,  Yenny Wahid, menyentil maraknya kasus kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian akhir-akhir ini. Sentilan Yenny Wahid disampaikan pada saat peringatan haul ke-15 Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, di Ciganjur, Jakarsa, Jaksel, Sabtu (21/12/2024).

Haul ke-15 Gus Dur diselenggarakan oleh keluarga Gus Dur dengan mengambil tema, "Menajamkan Nurani, Membela yang Lemah". Haul ke-15 ini diharapkan menjadi momentum untuk menghidupkan kembali nilai-nilai perjuangannya.

Menurut Yenny, semasa hidup, Gus Dur selalu berjuang menegakkan keadilan dan melindungi rakyat kecil. Almarhum yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pun selalu mengedepankan prinsip bahwa kekuasaan adalah amanah yang harus digunakan demi kesejahteraan rakyat, bukan sebagai alat untuk memanipulasi atau merugikan masyarakat.

KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menggelar jumpa pers di Kantor PB Nahdlatul Ulama, Jakarta, Rabu (19/11/2009).
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menggelar jumpa pers di Kantor PB Nahdlatul Ulama, Jakarta, Rabu (19/11/2009). (KOMPAS / TOTOK WIJAYANTO)

Nilai-nilai perjuangan Gus Dur itu, ujar Yenny, perlu dihidupkan kembali di tengah sejumlah problem yang mengemuka belakangan. Salah satunya, maraknya kasus kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Data dari Amnesty International Indonesia mengungkapkan ada 116 kasus penganiayaan yang dilakukan oleh oknum polisi sepanjang 2024.

"Kita melihat ada kasus-kasus di mana justru aparat keamanan yang seharusnya memberikan rasa aman, memberikan perlindungan kepada warga negara, tetapi justru melakukan tindakan represif, intimidasi, dan penganiayaan," ujar Yenny.

Padahal, pada era kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid 1999-2001, polisi sengaja dipisahkan dari tentara dengan harapan bisa terwujud negara yang demokratis. Selain itu, pemisahan bertujuan agar polisi dapat melindungi dan bukan menjadi institusi yang menindas masyarakat sipil.

Yenny lantas mencontohkan kasus kekerasan oleh polisi yang terjadi di Semarang pada Minggu (24/11/2024) dini hari. Kala itu, seorang polisi menembak tiga siswa SMK Negeri 4 Semarang. Salah satunya, Gamma Rizkynata Oktafandy, tewas. Kasus kekerasan oleh polisi seperti di Semarang ini tak bisa diterima masyarakat dan menjadi keprihatinan bersama.

"Kembalikan polisi dan lembaga negara lainnya pada fitrah untuk jadi pelindung bagi masyarakat, bukan kepentingan segelintir orang,” katanya.

Tak hanya soal kasus kekerasan oleh polisi, nilai-nilai perjuangan Gus Dur juga perlu diingatkan kembali di tengah kesulitan masyarakat menghadapi gejolak perekonomian, seperti daya beli yang menurun, laju ekonomi yang melemah, hingga kelas menengah yang berkurang hingga 9 juta orang.

Pada waktu yang sama, pemerintah justru berencana menerapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Padahal, di negara-negara lain, seperti Vietnam, pemerintah justru menurunkan pajak untuk mendukung masyarakat.

No viral, no justice

Menurut Yenny Wahid, banyak kasus yang seharusnya menjadi perhatian negara, justru harus diramaikan oleh masyarakat terlebih dahulu agar mendapatkan perhatian.

"Kasus-kasus yang terjadi pada masyarakat di mana seharusnya negara justru hadir melakukan pembelaan, yang terjadi justru masyarakatnya harus bangkit. Ini menjadi fenomena 'no viral, no justice'; kalau tidak viral, tidak ada keadilan untuk orang yang menjadi korban," ungkap Yenny.

Peristiwa ketidakadilan ini adalah masalah serius yang harus segera diperbaiki. Sebab, setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari negara serta layanan publik yang terbaik.

"Ini kan sesuatu yang harus kita koreksi. Bagaimanapun, kita semua orang-orang Indonesia taat membayar pajak, taat pada aturan. Kita semua berhak mendapatkan perlindungan dari negara, kita semua berhak mendapatkan pelayanan masyarakat yang terbaik," imbuh dia.

Yenny juga menyoroti ketidakmampuan negara dalam merespons pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di masyarakat, baik itu dalam bentuk intimidasi maupun pelanggaran lainnya.

Banyak peristiwa yang memaksa masyarakat turun tangan untuk menuntut keadilan ketika negara terlihat gagap dalam menyikapi situasi tersebut.

Ia mengapresiasi mekanisme kontrol masyarakat yang tetap aktif dalam mengkritisi ketidakadilan yang terjadi di sekitar mereka.

"Bagi saya, ini harus kita syukuri karena ada mekanisme kontrol masyarakat yang artinya masyarakat harus bergerak dan memang harus terus mengkritisi ketika ada ketidakadilan di sekeliling kita," kata dia.

Pantauan Kompas.com, pejabat yang hadir adalah Menteri Agama RI Nasaruddin Umar, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Fauzi dan wakilnya, Verinica Tan, serta Ketua KPU RI Afufuddin.

Hadir juga Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul, Wakil Ketua Umum PBNU Zulfa Mustofa, Pengasuh Pondok Pesantren Roudlotul Thalibin Musthofa Bisri alias Gus Mus, dan Ketua KPU Afifuddin.

Tokoh-tokoh politik yang hadir termasuk gubernur dan wakil gubernur Jakarta terpilih Pramono Anung dan Rano Karno serta bupati Cianjur terpilih Ramzi.

Tokoh politik yang turut hadir antara lain Mahfud MD, Eks Menteri Agama Lukman Hakim, dan beberapa tokoh agama seperti perwakilan dari PGI, KWI, dan para sesepuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

Acara ini juga akan dimeriahkan oleh penampilan tarian tradisional dari Yayasan Disabilitas Produktivitas dan Mandiri (Disproman) serta testimoni dari sahabat-sahabat Gus Dur, termasuk Romo Frans Magnis-Suseno.

Tiru Gus Dur

Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengajak masyarakat untuk meniru nilai-nilai hidup yang diusung oleh Gus Dur. "Tahun ini adalah haul ke-15 Gus Dur. Tidak mudah mendapatkan jemaah sebanyak ini,” katanya. 

Ia mengajak masyarakat untuk meneladani Gus Dur dalam kehidupan sehari-hari. "Kalau tidak bisa meniru secara total, mari kita meniru sedikit saja. Gus Dur sudah selesai dengan dirinya, sementara sekarang banyak orang tidak selesai dengan dirinya sendiri," katanya.

Sementara Pramono Anung mengatakan, dirinya sudah mengenal Gus Dur sejak 1986 ketika ia menjadi Ketua Dewan Mahasiswa ITB sehingga sering berdiskusi dan berinteraksi dengan Gus Dur.

"Gus Dur pernah menyampaikan bahwa Mbak Mega (Megawati Soekarnoputri) maju sebagai calon wakil presiden 1999 atas permintaan Gus Dur, kebetulan saya yang menyiapkan administrasinya,” ujarnya.

Pramono menuturkan, dirinya juga menjadi saksi ketika Gus Dur meminta dimasakkan nasi goreng kepada Megawati.

"Megawati dan Gus Dur kemudian bertemu di Kebagusan dan saya melihat Mbak Mega memasak nasi goreng,” ujarnya.

Pertemuan dan interaksi dengan Gus Dur membuat Pramono mengenal Gus Dur sebagai sosok dengan hati yang luas dan tokoh yang patut menjadi panutan.

"Gus Dur tidak pernah lekang oleh waktu. Mari kita doakan apa yang ditinggalkan oleh Gus Dur bisa kita teruskan bersama,” katanya. (kompas.id/kompas.com)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved