Berita NTT

Kasus Pemanfaatan Aset Pemprov di Labuan Bajo, Vonis MA untuk Heri Pranyoto Dinilai Janggal

divonis MA dengan hukuman tiga tahun penjara dalam kasus pemanfaatan aset Pemprov NTT yang telah dibangun Hotel Plago.

Penulis: Irfan Hoi | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/HO-DOK
Kolose foto Ketua Tim Advokasi Peduli dan Selamatkan Pantai Pede, Khresna Guntarto (kiri) dan Direktur PT. SIM, Heri Pranyoto. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG  - Vonis Mahkamah Agung (MA) terhadap Heri Pranyoto, terdakwa dalam kasus pemanfaatan aset Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara (NTT) berupa tanah seluas 31.670 meter persegi di kawasan Pantai Pede, Labuan Bajo, Manggarai Barat, dinilai janggal. 

Sebab, Heri mendapat vonis berbeda dari tiga terdakwa lainnya yaitu Dra. Thelma Debora Sonya Bana dan Bahasili Papan. Ketiganya divonis bebas atau vrijspraak.

Begitu juga dengan Lidya Chrisanty Sunaryo yang divonis bebas, sebagaimana dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Agung Nomor 6056 K/Pid.Sus/2024, tanggal 16 Desember 2024, dikutip dari situs kepaniteraan.mahkamahagung.go.id, permohonan kasasi oleh kejaksaan diputus ditolak oleh Mahkamah Agung.

Heri Pranyoto divonis MA dengan hukuman tiga tahun penjara dalam kasus pemanfaatan aset Pemprov NTT yang telah dibangun Hotel Plago.

Baca juga: Bangkitkan Kesetaraan, Sahabat Difabel Gabungan Enam Desa di Rote Ndao NTT Gelar Natal Bersama

Perkara Nomor: 5878 K/Pid.Sus/2024 ini diputus oleh Majelis Hakim MA RI pada tanggal 19 September 2024, dengan amar putusan dan menetapkan terdakwa Heri Pranyoto terbukti bersalah sebagaimana Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP dengan pidana penjara 3 tahun dan denda Rp 100 juta subsidair 1 bulan kurungan.

Putusan MA ini menimbulkan pertanyaan oleh Tim Advokasi Peduli dan Selamatkan Pantai Pede yang merupakan kuasa hukum dari Heri Pranyoto. Sebab, putusan itu berbeda. 

Tim Advokasi Peduli dan Selamatkan Pantai Pede, berpandangan substansi perkara yang melibatkan kliennya ini merupakan bagian dari indikasi kriminalisasi terhadap Mitra Kerja Sama Swasta dalam pembiayaan proyek murni swasta terhadap aset daerah.

Putusan MA untuk Heri Pranyoto menurut tim kuasa hukum, kontradiktif dengan pertimbangan putusan MA untuk tiga terdakwa lainnya yang dinyatakan bebas.

Sebagaimana dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 5876 K/Pid.Sus/2024 tanggal 02 Oktober 2024 atas nama Bahasili Papan, Hakim Agung pemeriksa perkara menyatakan bahwa, “PT SIM telah membangun Hotel dan fasilitas lainnya di Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, menggunakan biaya sendiri dan tidak menggunakan anggaran Provinsi Nusa Tenggara Timur, sehingga keuntungan maupun kerugian investasi dari PT SIM ditanggung oleh PT SIM”

Putusan MA untuk Heri Pranyoto juga kontradiktif dengan putusan dalam kasasi kasus perdata dengan pemohon Pemerintah Provinsi NTT dan termohon PT SIM, terkait Hotel Plago di lahan milik Pemprov NTT.

Dalam putusan perkara kasasi Nomor: 5410 K/PDT/2024, tanggal 16 Desember 2024, MA menolak permohonan kasasi dari pemohon Pemprov NTT, yang artinya, PT SIM yang merupakan perusahaan yang dipimpin oleh Heri Pranyoto tidak melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) apapun dalam kerja samanya dengan Pemprov NTT

Tim kuasa hukum Heri Pranyoto mengaku heran dengan putusan MA yang memutus Heri Pranyoto dengan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor. Pasal tersebut seharusnya digunakan untuk tindak pidana yang dilakukan oleh penyelenggara negara atau aparatur pemerintahan. 

Sementara Dra. Thelma Debora Sonya Bana yang saat kerja sama antara Pemprov NTT dan PT SIM dilakukan, menjabat sebagai Kepala Bidang Aset dan Investasi Dinas Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi NTT dinyatakan tidak bersalah hingga putusan kasasi.

"Klien kami, Heri Pranyoto oleh putusan kasasi MA dinyatakan terbukti bersalah bersama-sama melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Tipikor. Seyogyanya ditujukan kepada Penyelenggara Negara dan Aparatur Pemerintahan yang menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Tidak logis dan tidak mungkin klien kami Heri Pranyoto, yang merupakan pihak swasta, dianggap sebagai penyelenggara negara yang menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan pihak lain," kata Khresna dalam keterangannya, Jumat 20 Desember 2024.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved