Breaking News

Topan Chido

Topan Chido: Mayotte Berlakukan Jam Malam Ketika Prancis Mengalirkan Bantuan

Militer Prancis mengatakan pihaknya mengirim empat hingga lima pesawat sehari dengan bantuan hingga 50 ton, termasuk makanan, air, dan obat-obatan.

Editor: Agustinus Sape
AP VIA PBS.ORG
Salah satu lokasi di Pulau Mayotte porak-poranda dilanda Topan Chido akhir pekan lalu. Bantuan berdatangan dari Perancis untuk para korban. 

POS-KUPANG.COM, SAINT-DENIS - Pihak berwenang Prancis pada Selasa (17/12/2024) mengumumkan jam malam di Mayotte ketika mereka berusaha menstabilkan wilayah pulau itu setelah Topan Chido, badai paling hebat yang melanda kepulauan Samudra Hindia dalam 90 tahun. 

Militer Prancis mengatakan pihaknya mengirim empat hingga lima pesawat sehari dengan bantuan hingga 50 ton, termasuk makanan, air, dan obat-obatan.

Ratusan personel militer telah tiba sejak akhir pekan di Mayotte, sebuah gugusan pulau di lepas pantai Afrika yang merupakan wilayah termiskin di Prancis.

Jumlah korban tewas resmi akibat topan hari Sabtu meningkat menjadi 22 orang menurut laporan terbaru dari Rumah Sakit Mayotte yang dikutip oleh Ambdilwahedou Soumaila, walikota ibu kota, Mamoudzou.

Perdana Menteri yang baru diangkat, François Bayrou, memberikan informasi terkini pada hari Selasa dengan mengatakan bahwa lebih dari 1.500 orang terluka, termasuk lebih dari 200 orang dalam kondisi kritis. Namun, pihak berwenang khawatir ratusan dan mungkin ribuan orang telah tewas.

Presiden Prancis Emmanuel Macron akan melakukan perjalanan ke Mayotte pada hari Kamis, kata kantornya. “Rekan-rekan kita sedang mengalami kondisi terburuk yang hanya berjarak beberapa ribu kilometer jauhnya, dan saya akan berada bersama mereka dalam beberapa jam di Mayotte,” kata Macron dalam sebuah pernyataan.

“Prioritasnya saat ini adalah air dan makanan,” Soumaila mengatakan kepada radio RFI, seraya menambahkan bahwa “sayangnya ada orang yang meninggal karena jenazahnya mulai membusuk sehingga dapat menimbulkan masalah sanitasi.”

Jam malam mengharuskan orang untuk tinggal di rumah mereka antara jam 10 malam dan jam 4 pagi ketika pihak berwenang berusaha mencegah penjarahan bangunan yang rusak.

“Kami tidak punya listrik. Saat malam tiba, ada pihak yang memanfaatkan situasi itu,” kata Soumaila.

Banyak dari korban diyakini adalah migran

Berbicara di radio France Inter Selasa pagi, anggota parlemen Mayotte Estelle Youssouffa menggambarkan tantangan dalam menghitung korban, terutama di kalangan migran.

“Jumlah korban sebenarnya yang tersapu lumpur, angin dan timah dari kota-kota kumuh tidak akan pernah diketahui,” kata Youssouffa.

“Populasi ini, menurut definisinya adalah migran tidak berdokumen, adalah korban utama dari tragedi ini karena mereka takut untuk pergi ke tempat penampungan.”

Youssouffa membagikan kisah mengerikan dari seorang imam yang ia ajak bicara pada hari Senin, yang melaporkan menguburkan lebih dari 30 orang dalam satu hari di La Vigie, sebuah pemukiman darurat.

“Saya bahkan tidak tahu apakah angka-angka ini termasuk dalam hitungan resmi,” kata Youssouffa.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved