Hukum dan HAM

Pemerintah Indonesia Akan Memberi Amnesti kepada 44.000 Narapidana

Amnesti adalah penghapusan hukuman yang diberikan kepala negara atau Presiden kepada seseorang/sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana.

Editor: Agustinus Sape
KOMPAS.COM/FIKA NURUL ULYA)
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas (tengah) bersama Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra; Menteri HAM Natalius Pigai usai rapat dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (13/12/2024). 

“Ini upaya itikad baik bagi pemerintah untuk mempertimbangkan bagaimana kemudian Papua bisa menjadi lebih tenang dan sebagainya. Ini itikad baik pemerintah untuk itu,” pungkas Supratman.

Akan diumumkan

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas berjanji akan mengumumkan siapa saja narapidana (napi) yang mendapat amnesti atau pengampunan dari Presiden Prabowo Subianto.

Supratman mengaku menyambut baik desakan agar pemerintah transparan terkait pemberian amnesti ini. "Memang akan kita umumkan. Justru saya menyambut baik. Hari ini dan kemarin saya diminta oleh Amnesty International yang merupakan sebuah gerakan masyarakat sipil, demikian pula beberapa LSM juga menyatakan hal yang sama," ujar Supratman di Istana, Jakarta, Senin (16/12/2024).

Atas permintaan itu, Supratman menjamin pemerintah bakal transparan. Dia menyebut, nama-nama napi yang diberi pengampunan akan diumumkan satu per satu dan diajukan ke DPR.

"Akan kita umumkan orang-orangnya, dan akan kita bagikan. Karena kan nama satu per satu akan kami ajukan ke parlemen walaupun bentuknya kolektif ya," katanya.  

Sebelumnya, Deputi Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati mendesak pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk tetap transparan dan akuntabel ketika memberikan pengampunan kepada 44.000 narapidana (napi).

"Akan kita umumkan orang-orangnya, dan akan kita bagikan. Karena kan nama satu per satu akan kami ajukan ke parlemen walaupun bentuknya kolektif ya," katanya.  

Sebelumnya, Deputi Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati mendesak pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk tetap transparan dan akuntabel ketika memberikan pengampunan kepada 44.000 narapidana (napi).

Maidina menyebut, transparansi diperlukan supaya publik tetap bisa mengkritisi langkah pemberian amnesti tersebut. "ICJR pada dasarnya menyepakati segala langkah yang dilakukan atas dari kemanusiaan dan hak asasi manusia, apalagi yang ditujukan untuk mengakhiri kriminalisasi pengguna narkotika untuk kepentingan pribadi," ujar Maidina dalam keterangannya, Minggu (15/12/2024).

"Namun yang ICJR tekankan adalah bahwa proses pemberian amnesti tersebut harus dilakukan secara akuntabel dan transparan. Kami menyerukan proses ini harus dilakukan berbasis kebijakan yang bisa diakses publik untuk dinilai dan dikritisi," ujarnya.

Maidina mengatakan, teknis pemberian amnesti harus dirumuskan dalam peraturan untuk menjamin standarisasi pelaksanaan penilaian dan pemberian amnesti, sampai dengan diusulkan ke Presiden dan dipertimbangkan oleh DPR.

Selain itu, penilaian juga harus berbasiskan hasil pembinaan yang memperhatikan aspek psikososial dan kesehatan. "Kami juga mengkritisi rencana napi yang diamnesti untuk dijadikan tenaga swasembada pangan dan komponen cadangan. ICJR menyerukan bahwa rencana tersebut rentan bersifat eksploitatif. Jika napi tersebut diberikan kesempatan kerja sebagai bagian dari pembinaan, maka hak atas upah pekerjaannya harus dibayarkan. Dan hal tersebut bahkan bisa dilakukan saat ini tanpa perlu mendasarkan hal tersebut dengan rencana amnesti," kata Maidina.

Amnesti, Apa bedanya dengan Grasi, Abolisi dan Remisi?

Amnesti adalah pengampunan/penghapusan hukuman yang diberikan kepala negara atau Presiden kepada seseorang/sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved