Demi Kemanusiaan, Presiden Prabowo Beri Amnesti ke Ribuan Napi, Begini Kata Natalius Pigai
Demi aspek kemanusiaan, Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada ribuan narapidana yang kini sedang meringkuk di balik jeruji besi, penjara
Maidina menyebut transparansi diperlukan supaya publik tetap bisa mengkritisi langkah pemberian amnesti tersebut.
"ICJR pada dasarnya menyepakati segala langkah yang dilakukan atas dari kemanusiaan dan hak asasi manusia, apalagi yang ditujukan untuk mengakhiri kriminalisasi pengguna narkotika untuk kepentingan pribadi," ujar Maidina dalam keterangannya, Minggu 15 Desember 2024.
"Namun yang ICJR tekankan adalah bahwa proses pemberian amnesti tersebut harus dilakukan secara akuntabel dan transparan. Kami menyerukan proses ini harus dilakukan berbasis kebijakan yang bisa diakses publik untuk dinilai dan dikritisi," sambung dia.
Maidina mengatakan, teknis pemberian amnesti harus dirumuskan dalam peraturan untuk menjamin standardisasi pelaksanaan penilaian dan pemberian amnesti, sampai dengan diusulkan ke Presiden dan dipertimbangkan oleh DPR.
Selain itu, penilaian juga harus berbasiskan hasil pembinaan yang memperhatikan aspek psikososial dan kesehatan.
"Kami juga mengkritisi rencana napi yang diamnesti untuk dijadikan tenaga swasembada pangan dan komponen cadangan," ucapnya.
"ICJR menyerukan bahwa rencana tersebut rentan bersifat eksploitatif," imbuhnya.
"Jika napi tersebut diberikan kesempatan kerja sebagai bagian dari pembinaan, maka hak atas upah pekerjaannya harus dibayarkan, bahkan bisa dilakukan saat ini tanpa perlu mendasarkan hal tersebut dengan rencana amnesti," jelas Maidina.
Kemudian, terkait pemberian amnesti bagi napi pengguna narkotika, ICJR mengaku sudah menyuarakan hal tersebut sejak pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Maidina menyebut ICJR tidak menyepakati bahwa menghindarkan pemenjaraan bagi pengguna narkotika sama dengan memberlakukan rehabilitasi bagi mereka.
"Hal ini tidak tepat, karena tidak semua pengguna narkotika membutuhkan rehabilitasi. Hanya 13 persen pengguna narkotika yang mengalami penggunaan bermasalah (UNODC, 2022). Hanya 1 dari 9 pengguna narkotika mengalami permasalahan dalam penggunaannya yang membutuhkan rehabilitasi (UNODC, 2018)," kata dia.
Untuk itu, ICJR menilai perubahan kebijakan yang harus didorong adalah revisi UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu dengan dekriminalisasi pengguna narkotika.
Kata Maidina, pengguna narkotika dalam jumlah tertentu harus merupakan domain intervensi lembaga kesehatan, bukan aparat penegak hukum.
Lalu, dengan adanya rencana amnesti untuk napi penghina Presiden, maka kriminalisasi penghinaan Presiden dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP Baru juga harus dihapuskan.
Sementara itu, bagi napi yang dikeluarkan karena sakit, maka pertimbangan tentang tindak pidananya harus dilakukan.
Komisi B DPRD Sumtim Ingatkan Koperasi Merah Putih Jauh dari Kepentingan Politik |
![]() |
---|
Pertamina Kembali Gelar PGTC 2025, Dorong Inovasi Mahasiswa untuk Energi Berkelanjutan |
![]() |
---|
Pemerintah Siapkan Rp130 Triliun KUR 2025 untuk Sektor Perumahan,Begini Tanggapan Pengamat Perbankan |
![]() |
---|
Opini: Efisiensi Anggaran di Era Kepemimpinan Prabowo, Prioritas dan Proyeksi Dampak |
![]() |
---|
KUR 2025, Pemerintah Siapkan Dana Rp 130 Triliun untuk Sektor Perumahan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.