Filipina
Mengapa Presiden dan Wapres di Filipina Selalu Bertikai?
Sejarah selalu berulang di setiap pemerintahan Filipina pasca-People's Power. Bisakah Filipina keluar dari lingkaran ini?
POS-KUPANG.COM - Heboh perseteruan antara Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr dengan Wakil Presiden Sara Duterte-Carpio belum usai.
Sejatinya, sengkarut antara orang nomor satu dan nomor dua di pemerintahan eksekutif Filipina ini bukan hal baru. Bahkan, sejak peristiwa People’s Power 1986 yang melahirkan Konstitusi 1987, kemelut ini selalu terjadi di setiap masa jabatan pemerintahan.
Duterte-Carpio masih menjalani pemeriksaan sejak Jumat (29/11/2024). Tuduhan terhadap dia adalah mengancam membunuh presiden, ibu negara, dan ketua DPR. Selain itu, ada gugatan terpisah dari kepolisian nasional atas tindakan pasukan pengawal wapres yang dituduh melakukan kekerasan.
Ini memang kali pertama seorang wapres sampai mengutarakan ancaman pembunuhan kepada presiden. Akan tetapi, selama sejarah Filipina pasca-1986, tidak ada presiden yang akur dengan wakilnya. Ayah Duterte-Carpio adalah Presiden Filipina 2016-2022 Rodrigo Duterte. Ia dan Wapres Leni Robredo sejak dilantik sudah bermusuhan.
Konstitusi 1987 menyebutkan, wapres adalah pengganti presiden kala presiden sedang tidak di dalam negeri, sakit, ataupun meninggal. Selain itu, wapres menjadi anggota dewan keamanan nasional dan salah satu menteri di kabinet apabila ditunjuk oleh presiden.
Duterte menunjuk Robredo sebagai menteri perumahan rakyat. Awalnya Duterte tidak mau memberikan posisi itu kepada Robredo. Alasannya ia tidak kenal dengan Robredo dan mereka sebenarnya dari kubu politik yang bermusuhan. Baru enam bulan Robredo menjalani tugas sebagai wapres dan menteri perumahan, CNN Filipina melaporkan, sekretaris kabinet mengabarkan kepada Robredo agar tidak menghadiri rapat kabinet lagi. Tersinggung, Robredo pun mengundurkan diri dari kabinet.
Sejak saat itu, Duterte sama sekali tidak memberi tugas tambahan kepada Robredo. Melansir media Reportr edisi 20 Mei 2021, Robredo kemudian mengatakan ia menjalankan kewajiban sebagai wapres sesuai amanat Konstitusi 1987. Beberapa di antaranya ialah memastikan kelancaran layanan untuk kelompok rentan dan mewakili negara dalam tugas-tugas diplomatik.
Peristiwa serupa terulang dengan mundurnya Duterte-Carpio pada Juli 2024 dari posisi sebagai menteri pendidikan dan kepala badan antipemberontakan. Setiap enam tahun sekali, yaitu sepanjang masa jabatan presiden Filipina, wapres selalu berhenti dari kabinet akibat cekcok dengan presiden.
GMA News merangkum seteru presiden dan wapres di Filipina. Pada 1986, setelah People’s Power dan lengsernya diktator Ferdinand Marcos, Filipina memilih dan melantik Presiden Corazon Aquino dan Wapres Salvador Laurel. Laurel juga diberi tugas sebagai menteri luar negeri, tetapi mengundurkan diri dari kabinet satu tahun kemudian karena tidak satu visi dengan Aquino.
Pada 1997, Wapres Joseph Estrada mengundurkan diri dari kabinet Presiden Fidel Ramos. Setelah masa jabatan keduanya selesai pada 1998, Estrada memenangi pemilu sebagai presiden dan Gloria Macapagal-Arroyo sebagai wapres. Arroyo kemudian menuduh Estrada korup dan turut berusaha memakzulkan dia.
Arroyo menjadi presiden pada 2001 menggantikan Estrada yang dimakzulkan. Ia menunjuk Teofisto Guingona Jr sebagai wapres. Akan tetapi, pada 2002, Guingona Jr mundur dari kabinet. Pada 2004, Arroyo memenangi pemilu sebagai presiden dan Noli de Castro menjadi wapres. Sampai sekarang di dalam sejarah People’s Power, hanya De Castro wapres yang bertahan di dalam kabinet hingga masa jabatan selesai.
Pengganti Arroyo, Presiden Benigno Aquino III dan Wapres Jejomar Binay tidak luput dari sengketa. Satu tahun menjelang masa jabatan habis, yakni pada 2015, Binay berhenti dari kabinet dengan alasan frustrasi dengan jalannya administrasi pemerintahan.
Konstitusi 1987
Para pengamat politik Filipina berpendapat, cekcok presiden dengan wapres ini tidak lain gara-gara Konstitusi 1987. Undang-undang dasar ini mengamanatkan agar presiden dan wapres dipilih melalui pemilu yang terpisah. Alasannya, agar wapres memiliki pendukung sendiri yang nyata sehingga ia bisa menjadi sosok yang mengimbangi presiden. Harapannya, di pucuk eksekutif bisa terjadi diskursus antara dua kekuatan itu sehingga keputusan yang dihasilkan bersifat komprehensif.
Kenyataannya, ini justru membuat presiden dan wakil presiden bertengkar. Memang, ketika maju pemilu, calon presiden dan calon wapres maju sebagai pasangan. Akan tetapi, karena pemilihannya terpisah, semua wapres terpilih bukanlah pasangan asli presiden terpilih. Bahkan, tidak jarang mereka baru bertemu di upacara pelantikan. Tidak kenal, berasal dari partai politik yang bersaing, dan memiliki pandangan politik bertolak belakang sudah pasti membuat orang nomor satu dan nomor dua di Filipina ini tidak akur.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.