Wisata NTT

Wisata NTT,  Reba Ngada, Tradisi Menghormati Makanan Tradisional Uwi,  Bisa Dinikmati Wisatawan

Sebagian masyarakat Kabupaten Ngada menggelar ritual Reba ham[ir setiap tahun . Ritual  tradsional ini yang dilaksankaan secara turun temurun

|
Penulis: Alfred Dama | Editor: Alfred Dama
(KOMPAS.com/MARKUS MAKUR)
Seorang perempuan Langa, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, Flores, NTT, Selasa (15/1/2019) sedang mengantar makanan tradisional uwi atau ubi kepada masyarakat yang ikut Ritual Reba. 

Selesai perayaan Ekaristi, ribuan warga Ngada mempersiapkan diri melaksanakan ritual Uwi Reba. Bagi orang Langa khususnya masyarakat Ngada umumnya bahwa uwi (ubi) sangat sangat mulia, luhur, diagung-agungkan serta bermartabat dalam kehidupan sosial di kawasan itu. 

Saat ritual dilaksanakan, uwi sangat dihormati dan dihargai sepenuh hati. Untuk direnungkan bersama bahwa leluhur pertama orang Langa yang mengembara dari negeri China bertahan hidup hanya dengan sepotong uwi (ubi) yang mungkin dibawa dari negeri China. 

Baca juga: Wisata NTT,  Daftar Penginapan Murah di Labuan Bajo,  Pilihan Liburan Biayata Terbatas Tapi Nyaman

Dikisahkan secara lisan bahwa saat tiba di Lepelape, sebuah uwi dibagi-bagikan secara merata sebagai bekal hidup dalam perjalanan menyusuri perbukitan dan lembah di wilayah Ngada zaman itu. 

"Nusa Terindah Toleransi" melalui berbagai ritual adat dan budaya. Dari Ngada, dari NTT untuk toleransi Indonesia. 

Wagub Nai Soi menjelaskan, jika kita mendengarkan kisah lisan tentang nenek moyang orang Ngada yang berlayar jauh dari Sina One (China) berjuang keras dalam ikatan persaudaraan sejati. 

Saat mereka berlayar dengan mengarungi samudera luas dengan terpaan badai yang dashyat, diantara mereka tetap membina rasa toleransi dan saling percaya dalam sebuah kelompok yang kuat sampai tiba di Pelabuhan Lepelapu (kini Aimere). 

Sebagaimana dikisahkan secara turun temurun saat ritual Reba bahwa leluhur orang Ngada berasal dari Sina One (China) berlayar ke Jawa, lalu ke Bima. Dari Bima berlayar ke Pulau Sumba dan dari Pulau Sumba berlayar di Pelabuhan Lepelapu dan selanjutnya menyebarluas ke seluruh wilayah pegunungan Kabupaten Ngada

Kalau kita telusuri sesuai kisah lisan itu bahwa antara warga Pulau Sumba dan Ngada memiliki ikatan emosional. Dan dari segi rumah adat hamper sama dengan motif rumah adat di Pulau Sumba. 

“Kita terus menerus menuturkan kisah lisan perjuangan dari nenek moyang orang Ngada sehingga generasi penerus mengetahui kisah pengembaraan nenek moyang orang Ngada. Kita harus merenungkan kembali bahwa bagaimana nenek moyang orang Ngada bisa bertahan hidup dengan membagi-bagikan makanan uwi untuk mempertahankan hidup dalam perjalanan menuju ke wilayah pegunungan Ngada. Makanan tradisional uwi sebagai identitas orang Ngada. Untuk itu giatkan kembali menanam uwi atau ubi di kebun-kebun di seluruh Kabupaten Ngada,” kata Josef Nai Soi

 Wagub Nai Soi mengatakan, Reba ditingkatkan menjadi Festival Reba khas Kabupaten Ngada. Pemprov NTT menggiatkan berbagai festival khas NTT. Salah satunya adalah Festival Reba khas Ngada. Tahun depan, Reba menjadi Festival Reba dengan diikuti ribuan masyarakat Ngada serta ribuan uwi yang disiapkan masyarakat Ngada. 

Kaum laki-laki Ngada ditugaskan untuk menyuguhkan tuak atau moke lokal
Kaum laki-laki Ngada ditugaskan untuk menyuguhkan tuak atau moke lokal untuk menggantikan minuman air setelah makan uwi (ubi) saat ritual Reba Ngada dilaksanakan di Kampung Langa, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, Flores, NTT, Selasa (15/1/2019).

Salah satu solusi untuk mensejahterakan masyarakat NTT dengan pengembangan pariwisata yang berbasi masyarakat lokal. 

Mikael Do, Tokoh Kampung Sapawara, Desa Beja, Kecamatan Bajawa menjelaskan, nenek moyang kita berangkat dari daerah asalnya Sina One (China) dalam kelompok. 

Mereka mengembara dari tempat ke tempat seakan-akan tanpa tujuan yang jelas. Mereka mendaki, lembah dan ngarai mereka lalui seolah-olah tanpa ada rintangan dan halangan. 

Baca juga: Wisata NTT,  Daftar Penginapan Murah di Labuan Bajo,  Pilihan Liburan Biayata Terbatas Tapi Nyaman

Sebagaimana kisah lisan, Mikael menjelaskan, mereka mengarungi samudera luas, menantang gelombang dan badai topan hingga mereka tiba di daerah Selo one. Setiap orang tidak dibiarkan berjuang sendirian. 

Mereka berjuang bersama-sama dalam kelompok mengatasi alam ganas, terpaan badai yang menantang lika liku pengembaraan mereka, tidak membuyarkan tekad mereka untuk selalu hidup dalam kebersamaan, kerukunan, dan semangat cinta kasih persaudaraan. 

Sumber: Kompas.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved