Opini
Opini: Gunung Lewotobi Laki-Laki dan Gunung Lewotobi Perempuan
Gunung Lewotobi Laki-Laki dan Gunung Lewotobi Perempuan menggambarkan dualitas, yaitu keseimbangan antara dua kekuatan.
Oleh: Yoseph Yoneta Motong Wuwur
Alumnus Universitas Flores, Penikmat Sastra, Tinggal di Lembata, NTT.
POS-KUPANG.COM - Penamaan Gunung Lewotobi Laki-Laki dan Gunung Lewotobi Perempuan lebih dari sekadar penanda geografi, penamaan gunung ini mencerminkan pandangan hidup dan kepercayaan yang mendalam yang dimiliki oleh masyarakat Larantuka.
Dalam perspektif mereka, gunung bukan hanya formasi alam, tetapi entitas yang memiliki makna spiritual dan simbolik yang erat kaitannya dengan keseimbangan antara laki-laki dan perempuan, serta hubungan manusia dengan alam semesta.
Penamaan ini menunjukkan bagaimana masyarakat Larantuka mengintegrasikan mitos, simbolisme gender, dan kosmologi ke dalam kehidupan sehari-hari mereka, membentuk pandangan yang mengutamakan harmoni dan saling ketergantungan.
Dalam masyarakat Larantuka, gunung-gunung ini bukan sekadar objek fisik, melainkan memiliki makna yang dalam dan terkait dengan struktur sosial masyarakat.
Gunung Lewotobi Laki-Laki dan Gunung Lewotobi Perempuan menggambarkan dualitas, yaitu keseimbangan antara dua kekuatan yang berbeda namun saling melengkapi.
Gunung Lewotobi Laki-Laki, yang melambangkan kekuatan dan keteguhan, dihubungkan dengan peran laki-laki dalam masyarakat sebagai pelindung dan pencari nafkah.
Sebaliknya, Gunung Lewotobi Perempuan menggambarkan kelembutan, kasih sayang, dan kehidupan, yang selaras dengan peran perempuan sebagai penjaga rumah tangga dan pengasuh anak.
Penamaan ini menyiratkan bahwa kedua gender memiliki peran yang tak terpisahkan dalam menjaga keseimbangan sosial dan alam, serta dalam menciptakan kehidupan yang harmonis.
Namun, penamaan ini juga mencerminkan pandangan yang lebih luas tentang hubungan manusia dengan alam.
Dalam kepercayaan masyarakat Larantuka, alam bukanlah entitas yang terpisah dari kehidupan manusia, melainkan bagian integral dari eksistensi mereka.
Gunung sebagai simbol kekuatan dan keabadian diyakini memiliki jiwa yang perlu dihormati dan dijaga.
Penamaan Gunung Lewotobi sebagai "Laki-Laki" dan "Perempuan" bukan hanya sebagai penanda perbedaan jenis kelamin, tetapi juga sebagai cara masyarakat untuk menyampaikan bahwa alam pun memiliki dualitas yang perlu dijaga dalam keseimbangan.
Seperti halnya laki-laki dan perempuan yang saling melengkapi dan berperan dalam menjaga kesejahteraan sosial, demikian juga kekuatan maskulin dan feminin dalam alam harus saling berdampingan dan dijaga agar harmoni tetap terpelihara.
Penamaan ini mengajarkan tentang pentingnya menghormati peran masing-masing dalam kehidupan dan menghargai perbedaan.
Dalam konteks masyarakat Larantuka, tidak ada peran yang lebih dominan atau lebih rendah antara laki-laki dan perempuan, dan kedua peran tersebut justru saling memperkuat untuk menciptakan keseimbangan.
Hal ini, pada gilirannya, memberi pelajaran tentang bagaimana manusia dapat berinteraksi dengan alam dan sesama dalam harmoni, dengan memahami bahwa setiap elemen dalam kehidupan ini memiliki tempat dan fungsi yang penting.
Simbol Peran Gender dan Kerja sama
Penamaan Gunung Lewotobi Laki-Laki dan Gunung Lewotobi Perempuan lebih dari sekadar penggambaran fisik dua puncak yang menjulang di Pulau Flores.
Ia merupakan representasi simbolis yang mencerminkan pandangan masyarakat Larantuka terhadap peran gender, serta pentingnya keselarasan dan kerjasama antara laki-laki dan perempuan dalam membangun kehidupan yang penuh kedamaian dan keseimbangan.
Dalam masyarakat Larantuka, kedua gunung ini tidak hanya dilihat sebagai entitas alam, tetapi juga sebagai lambang dari dua kekuatan yang saling melengkapi, yaitu kekuatan maskulin dan feminin.
Lewotobi Laki-Laki, yang lebih tegak dan kokoh, diidentifikasi dengan peran laki-laki sebagai pelindung, pencari nafkah, dan penanggung jawab dalam keluarga dan masyarakat.
Sementara itu, Lewotobi Perempuan, meskipun lebih lembut, melambangkan peran perempuan sebagai penjaga kehidupan, yang penuh kasih sayang dan merawat generasi mendatang.
Kedua gunung ini, meskipun memiliki karakteristik yang berbeda, tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keduanya saling bergantung untuk menciptakan keseimbangan, baik dalam kehidupan sosial maupun spiritual.
Filosofi ini mengajarkan bahwa keberhasilan dan keharmonisan hidup bergantung pada kerja sama yang seimbang antara kedua gender. Masyarakat Larantuka meyakini bahwa laki- laki dan perempuan memiliki peran yang setara dalam menjaga keseimbangan kehidupan, meskipun peran tersebut memiliki sifat yang berbeda.
Dalam kehidupan sehari-hari, laki-laki dan perempuan bekerja bersama, saling mendukung dalam tugas-tugas yang berbeda, tetapi saling melengkapi.
Seperti halnya Gunung Lewotobi Laki-Laki dan Gunung Lewotobi Perempuan, yang berdiri berdampingan dalam harmoni, demikian pula hubungan antara laki-laki dan perempuan yang saling membutuhkan untuk mencapai kehidupan yang harmonis dan sejahtera.
Penamaan gunung ini juga berfungsi sebagai pengingat pentingnya menghormati peran masing-masing gender dalam tatanan sosial dan budaya.
Ia tidak hanya berbicara tentang pembagian tugas atau tanggung jawab, tetapi juga mengajarkan tentang penghargaan terhadap kontribusi setiap individu dalam membangun masyarakat yang seimbang.
Dengan menghargai dan menjaga keseimbangan antara laki-laki dan perempuan, masyarakat Larantuka percaya bahwa mereka dapat menciptakan kehidupan yang lebih harmonis, penuh kedamaian, dan keberkahan.
Filosofi Kehidupan
Penamaan Gunung Lewotobi Laki-Laki dan Gunung Lewotobi Perempuan lebih dari sekadar label geografi untuk dua puncak yang terpisah. Ia merupakan sebuah filosofi hidup yang sarat dengan makna dan pelajaran berharga.
Bagi masyarakat Larantuka, kedua gunung ini bukan hanya simbol alam, tetapi juga perwujudan dari prinsip-prinsip dasar yang mendasari kehidupan mereka—keseimbangan, saling menghargai, dan kerjasama antara berbagai elemen kehidupan.
Dalam pandangan mereka, gunung-gunung ini mengajarkan pentingnya harmoni antara laki-laki dan perempuan, serta antara manusia dengan alam, untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan penuh kedamaian.
Penamaan tersebut mengingatkan kita akan pentingnya saling melengkapi antara dua kekuatan yang berbeda namun tak terpisahkan.
Seperti halnya Gunung Lewotobi Laki-Laki dan Gunung Lewotobi Perempuan, yang berdiri berdampingan, demikian pula dalam kehidupan, peran laki-laki dan perempuan seharusnya saling mendukung dan bekerja sama.
Laki-laki sebagai pelindung dan pencari nafkah, dan perempuan sebagai penjaga kehidupan dan kasih sayang, keduanya memiliki kontribusi yang sangat vital dalam menciptakan keseimbangan sosial dan keluarga.
Filosofi ini menekankan bahwa kehidupan yang seimbang hanya dapat terwujud jika kedua pihak menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan rasa saling menghargai.
Selain itu, filosofi yang terkandung dalam penamaan Gunung Lewotobi juga mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga keseimbangan dengan alam. Alam bukanlah sesuatu yang bisa dieksploitasi tanpa batas, melainkan entitas yang harus dihormati dan dilindungi.
Seperti halnya hubungan antara laki-laki dan perempuan yang membutuhkan keseimbangan untuk tercipta harmoni, hubungan antara manusia dan alam juga membutuhkan keselarasan agar kehidupan kita tetap berkelanjutan.
Dengan demikian, penamaan Gunung Lewotobi bukan sekadar simbol fisik dari dua puncak gunung, tetapi juga sebuah pelajaran hidup yang mendalam.
Ia mengingatkan kita akan pentingnya menghargai peran masing-masing, baik dalam hubungan antarmanusia maupun dengan alam, untuk menciptakan dunia yang lebih adil, damai, dan berkelanjutan.
Filosofi ini mengajak kita untuk menjaga keseimbangan dalam kehidupan, karena hanya dengan menjaga keseimbangan, kita bisa mewujudkan dunia yang lebih baik bagi semua. (*)
Gunung Lewotobi Perempuan
Gunung Ile Lewotobi Laki-laki
Opini Pos Kupang
Yoseph Yoneta Motong Wuwur
Kabupaten Flores Timur
Erupsi Lewotobi
Opini: Prada Lucky dan Tentang Degenerasi Moral Kolektif |
![]() |
---|
Opini: Drama BBM Sabu Raijua, Antrean Panjang Solusi Pendek |
![]() |
---|
Opini: Kala Hoaks Menodai Taman Eden, Antara Bahasa dan Pikiran |
![]() |
---|
Opini: Korupsi K3, Nyawa Pekerja Jadi Taruhan |
![]() |
---|
Opini: FAFO Parenting, Apakah Anak Dibiarkan Merasakan Akibatnya Sendiri? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.