Renungan Harian Kristen
Renungan Harian Kristen Selasa 5 November 2024, Alam Semesta Memberitakan Kemuliaan Allah
Kita wajib mendekati alam semesta dengan rasa hormat dan rendah hati. Alam semesta menyimpan misteri ilahi
Pada titik ini tidak saja alam semesta mengalami penelanjangan tetapi juga sebagaian besar umat manusia mengalami kelaparan, kedinginan, kehausan, kecemasan dan berbagai ketidakstabilan lainnya. Penelanjagan terhadap Allah juga terjadi (bnd.Mat.25:40).
Penistaan/pencemaran alam semesta yang merupakan penistaan/pencemaran kemuliaan dan kekudusan Allah gencar dilakukan oleh manusia modern. Manusia modern menghadapi alam hampir tanpa hati nurani, Tanpa rasa bersalah, rasa risih, rasa segan dan hormat manusia modern mengeruk kekayaan alam semesta.
Tindakan ini berlawanan dengan nila-nilai luhur manusia yang percaya akan adanya hati nurani, terlebih lagi akan adanya Allah dan kehidupan pada alam semesta demikian menurut Borong. Inilah salah satu “produk” dari rasionalisme (Borong, 1.2019).
Rasionalisme yang menganak-emaskan akal budi atau setidaknya membuat batasan tegas antara ilmu pengetahuan dan agama (teologi) memberi sumbangan bagi usaha-usaha pengrusakan alam semesta. Pengaruh rasionalisme juga memengaruhi penafsiran) (yang bersifat antroposentisme) terhadap isi kitab suci, sehingga muncullah semacam tuduhan oleh Ellen White bahwa kekristenan juga menyumbang bagi tindakan kekerasan terhadap alam semesta (kekerasan ekologis).
Panggilan Iman Bersama untuk Pemulihan Alam Semesta
Realitas pengrusakan alam semesta oleh segelintir orang sebagai bentuk pencemaran/penistaan terhadap kemuliaan dan kekudusan Allah mengundang keprihatin global. Kita semua berada dalam perarakan umat yang kembali menghormati kemuliaan dan kekudusan Allah dengan cara merawat luka-luka alam semesta agar berpulih.
Usaha ke arah ini diusulkan oleh Borrong yang dikemas dengan istilah etika bumi baru yang terkait dengn sikap etis (dapat dibaca: iman), yaitu: aspek korektif (pertobatan/ pembaruan); aspek rekonstruktif (pembangunan kembali); aspek koperasi (kerja sama yang saling menguntungkan) dan aspek keberlanjutan (keseimbangan yang konstan menurut hukum daur ilmiah)-(Borrong, 10, 2019).
Yang dimaksudkan dengan aspek korektif adalah: memeriksa kembali cara hidup yang mengarah kepada pertobatan (metanoia). Hal ini diperlihatkan dengan hidup hemat dan sederhana (ugahari) sebagai gaya hidup materialistis dan hedonistic. Aspek konstruktif adalah: keseriusan untuk /memulihkan alam semesta dengan memperhatikan kareakteristik kerusakan lingkungan pada lokus masing-masing/titik-titik tertentu.
Usaha itu dimulai dari rumah tangga/keluarga dan lingkungan terdekat secara individu dan berkelompok (berjenjang dan sporadis). Contohnya, tidak membuang sampah sembarangan, menghentikan penambangan pasir secara berlebihan di daerah pesisir, penanaman kembali hutan yang rusak, menjaga kebersihan mata air, dan lainnya. Perlu adanya pengkajian ulang berbagai kebijakan publik terkait pemanfaatan alam semesta untuk kepentingan masyarakat, apabila ternyata bahwa kebijakan-kebijakan tersebut menciderai alam semesta.
Aspek koperasi adalah: bekerja sama untuk saling menguntung/mengembangkan relasi yang bersifat mutualis, baik diantara sesama manusia dan juga menguntung bagi alam semesta yang ditunjukkan dengan partisipasi dan solidaritas dari semua pihak untuk upaya pemulihan alam semesta bagi kepentingan bersama. Partisipasi dan solidaritas itu dimulai dari kesepakatan bersama/konsensus global bahwa alam semesta mesti dijaga dengan penuh perhitungan untuk kepentingan bersama.
Ada semacam dukungan bagi bertumbuh azas“demokrasi”dalam pengeloaan alam semesta: dari kita, oleh kita dan untuk kita. Ke-kita-an itu menjangkau ke generasi yang akan datang. Karena itu aspek lain yang diperhatikan adalah aspek keberlanjutan. Aspek keberlanjutan adalah: sikap menjaga keberlanjutan alam semesta bagi keberlanjutan kehidupan semua makhluk.
Alam semesta ini mesti diberikan kesempatan untuk membarui diri agar rantai produksinya tidak terputus demi memelihara kehidupan generasi yang akan datang. Alam semesta ini mesti menjadi tempat semua generasi mengalami kemuliaan dan kekudusan Allah. Dengan ini kita berusaha mengimbangi pemikiran kita rasional dengan pemahaman dan sikap iman yang benar dalam menghadapi alam semesta.
Bahwa alam semesta memuat cerita tentang kemuliaan dan kekudusan Allah, maka alam semesta sesungguhnya dapat memberikan kepada kita perlindungan, penjagaan dari berbagai marabahaya, meskipun memang alam semesta tidak identik dengan Allah sebagaimana dalam pandangan panteisme. Di sini pernyataan Edward Scillebeckx bahwa di luar dunia tidak ada keselamatan (extra mundum nulla salus) mendapatkan kebenarannya. Manusia tidak dapat hidup tanpa alam semesta.
Penutup
Ulasan diatas membawa kita tiba pada simpulan bahwa alam semesta sebagai wadah yang memuat kemuliaan dan kekudusan Allah yang bersifat transkultur (sebagai penyatan umum).
Karena itu yang diperlukan dalam usaha memaknai kembali sikap menghormati kemuliaan dan kekudusan Allah dalam krisis alam semesta akibat eksploitasi alam semesta adalah hidup hemat dan sederhana, kesediaan untuk memperbaiki kerusakan alam semesta dengan penuh rasa tanggungjawab yang dilandasi pemahaman bersama bahwa alam semesta yang sudah terluka harus dipulihkan untuk keberlanjutan hidup semua ciptaan yang bersifat lintas generasi. Amin.(*)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.