Renungan Harian Kristen

Renungan Harian Kristen Selasa 5 November 2024, Alam Semesta Memberitakan Kemuliaan Allah

Kita wajib mendekati alam semesta dengan rasa hormat dan rendah hati.   Alam semesta menyimpan misteri ilahi

Editor: Rosalina Woso
DOK PRIBADI
Pdt. Nope Hosiana Daik, M.Th 

Oleh: Pdt. Nope Hosiana Daik, M.Th

POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Kristen Selasa 5 November 2024, Alam Semesta Memberitakan Kemuliaan Allah

(Mazmur 19:1-15)

Pendahuluan

Dengan melihat alam semesta, kita mengakui bahwa ada kuasa yang bekerja dibalik segala yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan yaitu Allah (bnd. Pengakuan Iman Rasuli dan PI Nicea Konstatinopel).

Pengakuan itu dirumuskan dengan mendasarkan pada Kejadian 1:…. “Pada mulanya Tuhan Allah menciptakan langit dan bumi”. Melalui alam semesta Allah menyatakan keberadaan-Nya kepada umat manusia. Karena itu alam semesta disebut juga sebagai penyataan umum.

Thomas Berry dan Brian Swimme, alam semesta berfungsi sebagai suatu kisah religius transkultural atau dasar bersama untuk menjumpai yang sakral (Berry/Swimme dalam Paul F. Knitter, 173).Yang sakral itu tentu adalah Tuhan. Krena itu  pemazmur mengatkan bahwa alam semesta memuat kisah tentang kemuliaan Allah.

Alam semesta menyimpan misteri ilahi yang terus diberitakan. Semua umat manusia terpanggil dalam upaya menemukan dan membahasakan kisah penciptaan alam semesta (Brian Swimme, dalam Paul Knitter 174). 

Membarui Pengakuan Iman “Alam Semesta Memuat Kemuliaan Allah

Pengakuan bahwa alam semesta memuat kisah tentang kemuliaan mestinya memengaruhi tindakan-tindakan kita saat berhadapan dengan alam semesta. Alam semesta penuh kemuliaan dan kekudusan karena itu kita yang hidup di dalamnya dilingkupi kemuliaan dan kekudusan Allah, maka dengan menjaga dan memelihara akam semesta kita telah menjaga dan memelihara kemuliaan dan kekudusan Allah. Kita wajib mendekati alam semesta dengan rasa hormat dan rendah hati.  

Kita ingat, kisah Allah yang penuh misteri itu memperkenalkan diri-Nya kepada Musa di padang gurun melalui nyala api pada semak duri. Saat Musa mendekati tempat itu, Allah meminta Musa jangan mendekat dan menanggalkan kasutnya karena tempat (tanah) itu adalah kudus (bdk. Kel.3:2-5). Penanggalan kasut untuk menyatakan pengakuan iman tentang kekudusan dan kemuliaan pada tempat itu berkaitan dengan panggilan pengutusan Musa untuk mengakhiri penindasan terhadap umat Israel di Mesir

Menjaga dan memelihara alam semesta  tidak berarti tidak memanfaatkan, melainkan mengambil secukupnya bagi kebutuhan. Namun realitas hari ini berbeda. Alam semesta terus dieksploitasi untuk memenuhi keserakahn manusia. Contoh-contoh di lingkungan terdekat kita, ada daerah-daerah pesisir yang indah,dengan garis pantai yang eksotik  tempat para nelayan tradisional mencari nafkah dan tempat anak-anak mereka bercengkarama menanti hasil melaut telah rusak karena penambangan pasir dengan alat-alat berat.

Tersisa hanya lubang-lubang menganga dan mengakibatkan abrasi pantai semakin meluas menyentuh batas-batas daerah pertanian dan pemukiman masyarakat pesisir. Masih banyak lagi kisah buram tentang pengrusakan alam semesta sebagai bentuk pencemaran dan penistaan terhadap kemuliaan dan kekudusan Allah. Mereka yang memiliki modal dan akses besar kepada kekuasaan pada berbagai tingkatan/lingkup meraup keuntungan dari cara kerja yang mengabaikan kekudusan dan kemuliaan Allah dalam alam semesta.

Mereka tidak lagi menanggalkan kasut saat merambah alam semesta untuk mengeruk hasil alamnya sebagaimana Musa menanggalkan kasut ditempat dimana Allah menyatakan diri-Nya. Mereka yang mengeruk kekayaan alam semesta dengan penuh keserakahan memandang dan memperlakukan alam semesta sebagai tempat tak ber-Tuhan. Mereka adalah tuan di mana-mana. Pengakauan iman yang lahir dari ketakjuban bahwa alam semesta memuat kisah tentang kemuliaan dan kekudusan Allah tersingkirkan dalam berbagai kasus pengrusakan alam semesta. 

Eksploitasi  terhadap alam semesta adalah penistaan terhadap kemuliaan dan kekudusan Allah. Peringatan tentang tindakan eksploitatif terhadap alam semesta adalah kisah pencemaran/penistaanterhadap kemuliaan dan kekudusan Allah tersirat dalam larangan Allah bagi Adam dan Hawa untuk tidak menyentuh buah pengetahuan baik dan jahat yang berada di Pada saat segelintir orang mengeksploitasi alam semesta, maka pada saat itu juga kesejahteraan hidup banyak orang terhempaskan.

Pada titik ini tidak saja alam semesta mengalami penelanjangan tetapi juga sebagaian besar umat manusia mengalami kelaparan, kedinginan, kehausan, kecemasan dan berbagai ketidakstabilan lainnya.  Penelanjagan terhadap Allah juga terjadi (bnd.Mat.25:40). 

Penistaan/pencemaran alam semesta yang merupakan penistaan/pencemaran kemuliaan dan kekudusan Allah gencar dilakukan oleh manusia modern. Manusia modern menghadapi alam hampir tanpa hati nurani, Tanpa rasa bersalah, rasa risih, rasa segan dan hormat manusia modern mengeruk kekayaan alam semesta. 

Tindakan ini berlawanan dengan nila-nilai luhur manusia yang percaya akan adanya hati nurani, terlebih lagi akan adanya Allah dan kehidupan pada alam semesta demikian menurut Borong. Inilah salah satu “produk” dari rasionalisme (Borong, 1.2019).

Rasionalisme yang menganak-emaskan akal budi atau setidaknya membuat batasan tegas antara ilmu pengetahuan dan agama (teologi) memberi sumbangan bagi usaha-usaha pengrusakan alam semesta. Pengaruh rasionalisme juga memengaruhi penafsiran)  (yang bersifat antroposentisme) terhadap isi kitab suci, sehingga muncullah semacam tuduhan oleh Ellen White bahwa kekristenan juga menyumbang bagi tindakan kekerasan terhadap alam semesta (kekerasan ekologis).  

Panggilan Iman Bersama untuk Pemulihan Alam Semesta

Realitas pengrusakan alam semesta oleh segelintir orang sebagai bentuk pencemaran/penistaan terhadap kemuliaan dan kekudusan Allah mengundang keprihatin global. Kita semua berada dalam perarakan umat yang kembali menghormati kemuliaan dan kekudusan Allah dengan cara merawat luka-luka alam semesta agar berpulih.

Usaha ke arah ini diusulkan oleh Borrong yang dikemas dengan istilah etika bumi baru yang terkait dengn  sikap etis (dapat dibaca: iman), yaitu: aspek  korektif (pertobatan/ pembaruan); aspek rekonstruktif (pembangunan kembali); aspek koperasi (kerja sama yang saling menguntungkan) dan aspek keberlanjutan (keseimbangan yang konstan menurut hukum daur ilmiah)-(Borrong, 10, 2019). 

Yang dimaksudkan dengan aspek korektif adalah: memeriksa kembali cara hidup yang mengarah  kepada pertobatan (metanoia). Hal ini diperlihatkan  dengan hidup hemat dan sederhana (ugahari) sebagai gaya hidup materialistis dan hedonistic. Aspek konstruktif adalah: keseriusan untuk /memulihkan alam semesta dengan memperhatikan kareakteristik kerusakan lingkungan pada lokus masing-masing/titik-titik tertentu.

Usaha itu dimulai dari rumah tangga/keluarga dan lingkungan terdekat secara individu dan berkelompok (berjenjang dan sporadis). Contohnya, tidak membuang sampah sembarangan, menghentikan penambangan pasir secara berlebihan di daerah pesisir, penanaman kembali hutan yang rusak, menjaga kebersihan mata air, dan lainnya. Perlu adanya pengkajian ulang berbagai kebijakan publik terkait pemanfaatan alam semesta untuk kepentingan masyarakat, apabila ternyata bahwa kebijakan-kebijakan tersebut menciderai alam semesta.

Aspek koperasi adalah:  bekerja sama untuk saling menguntung/mengembangkan relasi yang bersifat mutualis, baik diantara sesama manusia dan juga menguntung bagi alam semesta  yang ditunjukkan dengan partisipasi dan solidaritas dari semua pihak untuk upaya pemulihan alam semesta bagi kepentingan bersama. Partisipasi dan solidaritas itu dimulai dari kesepakatan bersama/konsensus global bahwa alam semesta mesti dijaga dengan penuh perhitungan untuk kepentingan bersama.

Ada semacam dukungan bagi bertumbuh azas“demokrasi”dalam pengeloaan alam semesta: dari kita, oleh kita dan untuk kita. Ke-kita-an itu menjangkau ke generasi yang akan datang. Karena itu aspek lain yang diperhatikan adalah aspek keberlanjutan. Aspek keberlanjutan adalah: sikap menjaga keberlanjutan alam semesta bagi keberlanjutan kehidupan semua makhluk.

Alam semesta ini mesti diberikan kesempatan untuk membarui diri agar rantai produksinya tidak terputus demi memelihara kehidupan generasi yang akan datang.  Alam semesta ini mesti menjadi  tempat semua generasi mengalami kemuliaan dan kekudusan Allah. Dengan ini kita berusaha mengimbangi pemikiran kita rasional dengan pemahaman dan sikap iman yang benar dalam menghadapi alam semesta.

Bahwa alam semesta memuat cerita tentang kemuliaan dan kekudusan Allah, maka alam semesta sesungguhnya dapat memberikan kepada kita perlindungan, penjagaan dari berbagai marabahaya, meskipun memang alam semesta tidak identik dengan Allah sebagaimana dalam pandangan panteisme.  Di sini pernyataan Edward Scillebeckx bahwa di luar dunia tidak ada keselamatan (extra mundum nulla salus) mendapatkan kebenarannya. Manusia tidak dapat hidup tanpa alam semesta.

Penutup
Ulasan diatas membawa kita tiba pada simpulan bahwa alam semesta sebagai wadah yang memuat kemuliaan dan kekudusan Allah yang bersifat transkultur (sebagai penyatan umum).

Karena itu yang diperlukan dalam usaha memaknai kembali sikap menghormati kemuliaan dan kekudusan Allah dalam krisis alam semesta akibat eksploitasi alam semesta adalah hidup hemat dan sederhana, kesediaan untuk memperbaiki kerusakan alam semesta dengan penuh rasa tanggungjawab yang dilandasi pemahaman bersama bahwa alam semesta yang sudah terluka harus dipulihkan untuk keberlanjutan hidup semua ciptaan yang bersifat lintas generasi. Amin.(*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved