Berita Sabu Raijua
Hadapi Ice-Ice, Seacrest Indonesia Dorong Warga Desa Ballu Perbanyak Cairan Fermentasi Daun Mangrove
Ice-ice merupakan salah satu penyakit rumput laut yang sering dihadapi oleh pembudidaya rumput laut tidak terkecuali di Raijua.
POS-KUPANG.COM, SABU RAIJUA- Memasuki waktu pergantian musim, masyarakat Raijua, Kabupaten Sabu Raijua menghadapi ancaman yang serius dalam budidaya rumput laut.
Ice-ice merupakan salah satu penyakit rumput laut yang sering dihadapi oleh pembudidaya rumput laut, tidak terkecuali di Raijua.
Seacrest Indonesia melalui program Global Environment Facility - Small Grants Programme (GEF-SGP) dari United Nations Development Programme (UNDP) berupaya untuk memberikan alternatif pencegahan penyakit Ice-ice pada pembudidaya rumput laut di Raijua, khususnya Desa Ballu menggunakan metode yang ramah lingkungan.
Seacrest Indonesia mengenalkan cara pembuatan cairan fermentasi daun mangrove untuk pencegahan penyakit ice-ice pada rumput laut yang ramah lingkungan.
Dengan memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didapatkan dan tanpa penambahan bahan kimia, cairan hasil fermentasi daun mangrove ini dapat memberikan asupan nutrien bagi rumput laut.
Sehingga rumput laut memiliki ketahanan yang lebih baik untuk menghadapi ancaman penyakit budidaya.
Pembuatan cairan fermentasi daun mangrove ini dipandu langsung oleh tim Seacrest Indonesia.
Baca juga: Seacrest Indonesia Bekali Pokmaswas Perikanan Desa Ballu dengan Pelatihan Pengawasan Metode RUM
“Pemanfaatan daun mangrove sebagai bahan utama serta bahan-bahan lainnya yang mudah didapatkan di Raijua ini, harapannya bisa memudahkan masyarakat Raijua khususnya Desa Ballu untuk mencegah penyakit Ice-ice dalam budidaya rumput laut yang dapat sangat merugikan petani.” jelas Muhammad Salauddin Ramadhan Djarod, S.Si., M.Si. selaku Koordinator Pelaksana Program GEF-SGP Seacrest Indonesia di Raijua.
“Kami mencoba memberikan arahan dalam pembuatan cairan fermentasi daun mangrove dan penggunaanya dalam budidaya rumput laut pada pembudidaya. Karena terdapat poin-poin penting yang perlu diperhatikan dalam penerapan cairan ini, diantaranya konsentrasi cairan dan lama penggunaannya.” imbuhnya dalam kegiatan produksi cairan fermentasi daun mangrove tahap kedua.

Kegiatan produksi cairan fermentasi daun mangrove ini telah memasuki tahapan yang kedua pada 30 Oktober 2024 lalu.
Sebelumnya pemroduksian tahapan pertama telah dilakukan Seacrest Indonesia bersamaan dalam kegiatan sosialisasi “Peningkatan Kapasitas Petani Rumput Laut Sebagai Upaya Meningkatkan Produktivitas Rumput Laut Ramah Lingkungan di Desa Ballu.” di Kantor Balai Desa Ballu tanggal 4 September 2024.
Kegiatan sosialisasi tersebut dihadiri langsung oleh berbagai komponen masyarakat yang terlibat dalam industri rumput laut, mulai dari petani rumput laut, tengkulak rumput laut, hingga perangkat Desa Ballu.
Dalam sosialisasi tersebut, Seacrest Indonesia juga mengundang Syarif Hidayat, S.T. dari Yayasan Sheep Indonesia untuk turut serta dalam memberikan alternatif budidaya rumput laut dengan metode Anaconda.
“Anaconda ini dapat dijadikan salah satu alternatif untuk meningkatkan produktivitas budidaya rumput laut," imbuh Syarif Hidayat saat memberikan penjelasan metode tersebut.
Kemudian dilanjutkan dengan sesi pembuatan cairan fermentasi daun mangrove dari Seacrest Indonesia.
Di Raijua penyakit ice-ice akan mulai menjangkit rumput laut pada bulan-bulan tertentu. Yanuarius Lua Ludji mengungkapkan bahwa ice-ice ada pada bulan Oktober-November serta April-Mei.
Baca juga: Dorong Ekonomi Keluarga Seacrest Indonesia Gelar Pelatihan Pengolahan Ikan, Rumput Laut di Raijua
Hal ini sesuai dengan waktu peralihan musim di Raijua. Ketika terjadi pergantian musim akan mengakibatkan perubahan suhu di perairan. Perubahan suhu perairan inilah salah satu penyebab rumput laut rentan untuk terkena penyakit ice-ice.
Rumput laut yang yang telah menggunakan cairan fermentasi hasil produksi pertama, menunjukkan hasil yang positif.
“Rumput laut (jenis Eucheuma cottonii) yang telah menggunakan cairan fermentasi daun mangrove selama masa pemeliharaan nampak memunjukkan hasil yang lebih bersih (dari epifit yang menempel di permukaan) dibandingkan dengan rumput laut yang tidak menggunakan cairan ini pada awal masa tanam.” lanjut Yanuarius selaku pembudidaya rumput laut yang aktif di Desa Ballu.
Bersihnya rumput laut dari epifit yang menempel di permukaan akan membantu rumput laut memaksimalkan penyerapan nutrien dan sinar matahari di lautan.
“Hasil positif dalam penggunaan cairan fermentasi daun mangrove menjadi langkah awal untuk pencegahan penyakit ice-ice yang sederhada dan ramah lingkungan. Sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengadopsi praktik baik ini kedepannya untuk meningkatkan produktifitas rumput laut di Raijua.” tambah Salauddin pada akhir sesi produksi cairan fermentasi daun mangrove tahap kedua.(*)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.