Berita NTT

Mengisi 'BBM' untuk Warga Timor-Timur di Kupang 

Mereka mulai berusaha, menyewa tanah warga lokal yang kebetulan belum diolah. Bersama tiga saudara dan orang tuanya, Da Costa bercocok tanam. 

Penulis: Irfan Hoi | Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
Gilberta Cabral (38) saat sedang menyiram halaman rumahnya di RT 13 Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, NTT. Rumah itu dibangun PT Pertamina dan TNI AD. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG  -- 38 Kilometer (KM) ke arah timur Kota Kupang, saya berkendara. Hampir satu jam perjalanan saya tiba di sebuah gang bebatuan. 

Rumah-rumah setengah tembok berjejer di sisi kiri kanan. Saya belum tahu letak persis tujuan. Beberapa kali harus memutar ke kantor Desa Manusak, Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang, untuk menanyai mengenai letak RT 13.

Beberapa warga yang saya temui, tidak luput dari pertanyaan saya. Dimana perumahan dan sumur bor yang baru-baru ini diresmikan. Ada dua orang anak muda, menunjuk ke arah timur. 

"Ke atas lagi, ada rumah yang baru dibangun. Ada beberapa," ucap dua anak muda, duduk tidak jauh dari tempat tujuan saya. 

Gas sepeda motor kembali saya pacu ke tempat yang dimaksud. Kurang dari 50 meter, beberapa unit rumah sudah tampak dihadapan saya. Ada jembatan kayu penghubung jalan bebatuan dengan rumah berdinding kecoklatan itu. 

Tiba di sana, ada istri Fransisko Da Costa (29). Dia sedang membersihkan halaman sekitar rumah. Perempuan berperawakan Timor itu lalu menyapa saya. Kami berdialog singkat. Da Costa kemudian datang menghampiri. Percakapan kami berlanjut singkat. 

"Silahkan ambil rekaman. Tidak apa-apa," ucap Da Costa mengkonfirmasi ke saya perihal izin.

Kamera android lalu saya arahkan ke beberapa obyek. Saya berpindah ke beberapa tempat di sekitarnya. Da Costa melanjutkan aktivitasnya sembari menunggu saya. Dia sedang membersihkan bagian dalam rumah dengan dua kamar, lengkap dipasangi keramik. 

Saya ketemu Gilberta Cabral (38) dan Maxiano (32). Gilberta sedang menyiram halaman rumah, sama seperti istrinya Da Costa. Dia juga sedang memandikan anaknya yang berumur tujuh tahunan. Satu-satunya anak, selepas ia ditinggal suaminya. Dia perempuan kepala keluarga. 

Di belakang sebuah rumah minimalis mewah berukuran 6x6, ada sebuah bangunan tua. Kondisinya sudah rapuh dan nyaris roboh. Sisi kirinya, ada selang air panjang terhubung ke sebuah mesin yang terpasang pada bagian paling belakang. 

Aliran air itu yang digunakan Gilberta untuk menyiram halaman di rumah baru itu. Aktivitas menyiram halaman rumah itu memang langka. Baru rutin dilakukan beberapa waktu belakangan. 

Baca juga: Kades Apresiasi TNI Yang Sudah Bangun Sumur Bor di Desa Manusak

Wajah Gilberta berseri melihat senyum anaknya yang menikmati percikan air dari selang. Mereka tertawa bersama. Maxiano yang kebetulan disekitar, ikut menambahkan cerita sore Gilberta dan anaknya. 

Mereka berdialog dalam bahasa Timor Leste. Maklum, Da Costa, Gilberta dan Maxiano merupakan warga eks Timor Timur yang menyatakan ikut bergabung ke Indonesia, saat gejolak beberapa tahun silam. 

Bergabung ke Indonesia awal tahun 2000-an, Da Costa, Gilberta dan Maxiano menumpang di perumahan pemerintah yang dibangun diatas tanah milik TNI. Hidup terkatung-katung hingga memutuskan membeli tanah. 

Punya Tanah


Da Costa cerita, tahun 2006 ia dan keluarga membeli tanah berukuran 30x20 meter. Dua tahun kemudian mulai dibangun rumah berdinding pelepah dan beratap daun. Keputusan itu lantaran kepastian memiliki rumah dan tanah oleh pemerintah tak kunjung ada. 

Berulang kali janji itu datang. Ujungnya selalu saja hilang kabar. Hunian yang ditempati ribuan Kepala Keluarga (KK) eks warga Timor Timur mengkhawatirkan. Berlantai tanah dan dinding kayu. Kebutuhan air, warga harus berebut. 

Setelah membangun rumah di tanah yang dibeli, Da Costa dan keluarga keluar dari 'barak'
pengungsi.

Mereka mulai berusaha, menyewa tanah warga lokal yang kebetulan belum diolah. Bersama tiga saudara dan orang tuanya, Da Costa bercocok tanam. 

Keputusan untuk membeli tanah itu juga dilandasi syarat membangun rumah oleh pemerintah yang mewajibkan warga harus memiliki tanah sendiri.

Meski bangunan seadanya, Da Costa dan keluarga nekat tinggal di tanah sendiri, sembari berharap ada perhatian pemerintah. 

Tidak saja Da Costa, beberapa warga lainnya seperti Gilberta dan Maxiano juga melakukan hal yang sama. Mereka membeli tanah dan membangun rumah semi permanen untuk tinggal. Bangunan itu terkategori rumah tidak layak huni (RTLH). 

 

warga siram halaman rumah di Manusak
Gilberta Cabral (38) saat sedang menyiram halaman rumahnya di RT 13 Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, NTT. Rumah itu dibangun PT Pertamina dan TNI AD.

 

Meski disematkan RTLH, Da Costa dan warga lainnya tidak peduli. Apalagi, Da Costa maupun warga harus menempuh perjalanan hampir satu jam untuk mendapat air bersih. Dua persoalan utama itu, bukan menjadi penghalang utama, atas keinginan agar memiliki tanah dan rumah sendiri. 

"Waktu itu kita pikir biar kita ambil air jauh dan rumah apa adanya, tapi kita tinggal di rumah dan tanah kita sendiri. Kalau di tempat (pengungsian) itu, kita tidak tahu seperti apa. Pakai air waktu itu juga harus berebut," ujarnya. 

Di Desa Manusak, Kabupaten Kupang, menurut Kepala Desa Arthur Ximenes, terdapat 131 KK yang belum memiliki rumah layak huni (RLH) dan 81 KK yang belum terakses air bersih. Jumlah ini dari total 1.038 KK yang mendiami Desa tersebut. 

Dari total yang ada terdapat 697 KK baru dan 341 KK lokal. KK baru merupakan warga eks Timor-Timur yang masuk ke daerah setempat pasca gejolak. Secara keseluruhan ada 4.508 orang yang mendiami daerah dengan luas 

"Hampir semua warga di Manusak ini rata-rata dari eks Timor-Timur, yang datang pada tahun 1999," kata Arthur Ximenes ketika menyampaikan perkembangan data 30 Oktober 2024.

Sementara hasil olahan data Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim.id) 14 Juli 2022, memperlihatkan 25.881 unit RTLH di Kabupaten Kupang per Juli 2020. Jumlah itu, tersebar di 24 Kecamatan, dan Kecamatan Kupang Timur menjadi paling banyak atau 2.815 unit.

Pada sumber data Badan Pusat Statistik tahun 2023, jumlah sumur bor di Kabupaten Kupang sebanyak 27 persen. Jumlah ini paling banyak di NTT. Belum lagi masalah sanitasi. Data BPS NTT tahun 2023 jumlah rumah tangga yang akses sanitasi sebanyak 76 persen. Jumlah itu menurun dari tahun sebelumnya yakni 78 persen. 

Masyarakat di Kabupaten Kupang, termasuk Da Costa dan warga lainnya di Manusak, sangat bergantung pada ketersediaan air lewat sumur bor, disamping adanya air tadah maupun di sungai. Tidak saja untuk kebutuhan tanam, air juga untuk kebutuhan sehari-hari. 

"Kalau musim kemarau, dulu belum ada sumur bor. Kita ambil air di kali. Sekitar satu jam dari rumah. Kalau pas hujan kita tadah memang air dan tanam sawah. Kadang memang kita ambil di tetangga yang punya sumur bor, tapi kadang kita malu juga," tutur Da Costa. 

Kebutuhan rumah dan air serta akses sanitasi yang bagus menjadi permasalahan utama di Kabupaten Kupang maupun daerah lainnya di NTT. Sebab, dua hal dasar itu sangat menentukan kualitas kehidupan masyarakat. 


Bangun Rumah 


Suatu sore istri dan ibu Da Costa didatangi sejumlah personel TNI. Dalam informasi yang disampaikan, mereka melihat kondisi perumahan di tempat itu. 

"Ada bapak Babinsa, bapak Danrem dan anggota lain. Mereka datang lihat rumah. Mereka tanya mau bangun rumah atau tidak," kata Da Costa, mengulang pernyataan yang waktu itu disampaikan ke anggota TNI ke istrinya. 

Karena panik, istri Da Costa lalu memanggil beberapa anggota keluarga lainnya yang berada di kebun, tidak jauh dari rumah. Saat semua berkumpul, baru diketahui niat baik dari para prajurit militer itu. Da Costa dan 9 keluarga lainnya merespons baik rencana itu. 

Setelah melihat beberapa saat, rombongan itu pergi. Da Costa sempat berpikir buruk bahwa rencana itu akan kembali pupus, sama seperti janji-janji sebelumnya ketika masih di kamp pengungsian. Bahkan seringkali ada salah paham militer dengan warga karena kepemilikan tanah. 

Beberapa waktu kemudian di bulan Juni 2024, rombongan kembali datang dan meminta dokumen yang dibutuhkan. Da Costa, Gilberta dan Maxiano maupun warga lainnya antusias. 

Mereka mengumpulkan data-data yang diperlukan sebagai syarat menerima program bantuan rumah dan sumur bor. Sebetulnya, Da Costa pernah berencana bor sumur, tapi terkendala biaya. Dia sedang menanti penuh sukacita tawaran menggiurkan itu. 

"Siapa yang tidak mau dikasih berkat seperti ini. Dapat rumah dan sumur bor. Ini saya sudah rencanakan bertahun-tahun, tapi belum bisa karena biaya. Mau beli kebutuhan atau bangun rumah dan bor air," katanya. 

Pembangunan rumah 6x6 dimulai setelah dokumen lengkap. 10 rumah dibangun. Da Costa, Gilberta dan Maxiano menjadi penerima. Mereka bahagia bercampur haru.

Selama ini, kerinduan memiliki rumah layak huni bisa terwujud. Ditambah akses air bersih yang mudah. Saya lihat wajah Da Costa sumringah saat bertemu dengannya akhir Agustus 2024.

Program pembangunan rumah layak huni dan sumur bor itu merupakan kerja sama PT Pertamina dan TNI AD lewat dana TJSL atau Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan. Penyerahan dilakukan pada bulan Juli 2024. Sejumlah petinggi dari dua instansi itu hadir memberikan kado bagi warga eks Timor-Timur di Manusak. 

"Kita mimpi apa ini, sudah berapa puluh tahun sekarang harapan ini tercapai. Memang disini rumah tidak layak huni semua. Seiring pembangunan kami bilang ini betul, kita mimpi apa," kata Da Costa. 

Sejak awal pembangunan tahun 2008, rumah warga setempat hampir tidak pernah direnovasi. Kalaupun diperbaiki hanya diganti daun dan dinding yang sudah rapuh. Selama kami bercerita, Da Costa tidak henti menyampaikan terima kasih kepada TNI dan PT Pertamina. 

"Kalau air sendiri kami memang sangat susah. Selama puluhan tahun. Ada air bor tapi, kalau kita buat butuh biaya juga. Kita beruntung sekali, dikasih rumah, dikasih air lagi. Ini satu berkat yang kami tidak bisa berkata-kata" katanya. 

ma seperti Da Costa, Maxiano punya cerita lainnya. Rumah pribadi yang belum disentuh bantuan hampir roboh. Bahkan kalau musim hujan rumah harus mendapat kirim banjir. Selama itu pula dia tidak tidur. 

Waktu dibongkar dan hendak bangun saat program itu masuk, rumahnya memang tidak punya kekuatan. Beruntung waktu badai siklon seroja, rumahnya tidak roboh. Hanya atap yang berterbangan. 

"Sentuh saja sudah roboh memang. Kalau musim hujan, banjir bisa sampai ke lutut. Sekarang kami sudah bersyukur," kata Maxiano, seorang yatim piatu. 

 

Mulai Tanam


Setalah sumur bor disiapkan TNI dan PT Pertamina, kini warga setempat mulai menanam. Saya melihat dibagian pintu masuk masuk RT 13 itu, jagung-jagung tumbuh. Lahan sawah ukuran kecil mulai hijau. 

"Untuk Direktur Pertamina, Bapak Danrem, Bapak Pangdam, Bapak Dandim, bapak Kasad TNI AD. Kami terima kasih banyak. Berkat dan kerendahan hatinya mereka bisa lihat dan kebesaran hatinya sehingga kami bisa dapat rumah dan air bersih. Umur panjang, sehat dan berkarya. Tangan kebaikan mereka kami merasakan kebahagiaan saat ini," ujar Da Costa, menggenggam erat tangan anaknya yang masih belia. 

Hal yang sama juga diceritakan Maxiano yang tidak khawatir lagi ketika musim kemarau tiba. Dia cerita ke saya, di sekitar rumahnya mulai ditanami tanaman umur pendek. Paling tidak untuk kebutuhan sehari-hari dia tidak harus membeli ke pasar. 

Maxiano tidak menyangka, ia akan mendapat bantuan seperti ini. Tidak seperti yang dia bayangkan sebelumnya. Banjir dan kekhawatiran kekurangan air sudah diobati oleh TNI dan PT Pertamina. 

Begitupun Gilberta, aktivitas menyiram tanaman di sekitar rumah mulai sering dilakukan. Berbeda ketika awal tinggal. Rumah yang rawan roboh dan keterbatasan air, membuat dia harus was-was. 

"Dulu kalau air tidak ada, satu bulan hanya isi satu atau dua kali dari kali atau tetangga. Kalau tarik dari tetangga, kadang malu jadi satu bulan itu kadang saya tidak tarik air," kata wanita yang kini menjadi seorang anggota KPPS di desa itu. 

Selain rumah dan sumur bor, program yang sama juga kini sedang membangun toilet umum. Ada enam unit toilet umum yang sedang dibangun. Saya lihat progressnya mulai ada peningkatan. 

Nantinya beberapa rumah akan menggunakan satu toilet yang sama. Meski digunakan bersama, kelayakan sanitasi itu menjadi hal yang disyukuri.

Sebab, selama ini warga setempat harus menumpang ke tetangga untuk BAB (buang air besar) dan BAK (buang air kecil). Kalaupun mandi, kadang mereka harus berada di sisi rumah dengan kondisi darurat. 

Sebagi petani, tiga warga itu juga sangat senang dengan bantuan semacam ini. Ketiganya berharap, warga eks Timor-Timur lainnya juga mendapat perhatian yang sama. Apapun itu, semua adalah saudara senasib yang perlu diberi sentuhan yang sama, sekalipun bertatap. 


Terima Kasih


"Kami dari Pemerintah desa Manusak menyampaikan banyak terima kasih kepada Pertamina dan TNI AD, Korem 161 Wira Sakti Kupang, atas kerja sama dan kemitraan sudah membantu rumah layak huni dan penyediaan sumur bor untuk warga saya," kata Kepala Desa Manusak, Arthur Ximenes melanjutkan. 

Dalam kesempatan berikut, dia meminta program yang sama bisa menyasar ke semua warga di desa yang ada. Selama ini, pemerintah selalu mengusulkan ke pemerintah. Usulan itu tidak dia beda-beda warga lokal dan baru. 

Memang ada warga yang punya rumah tapi hanya berlantai tanah, dinding kayu dan beratap daun. Baginya itu sebuah pergumulan selama ini. Tindakan PT Pertamina dan TNI AD adalah pemicu bagi pihak lainnya. 

Tahun 2020, PT Pertamina dan TNI AD juga melakukan program yang sama dengan jumlah 9 unit di RT 22. Dia tidak peduli jika pendataan langsung dilakukan langsung oleh para pihak. Intinya, kata dia, masyarakatnya mendapat bantuan. 

Walau dekat dengan bendungan Raknamo, akses air bersih masih terbatas. Warga harus bor sumur secara mandiri maupun mengambil langsung ke kali atau tadah air hujan. Mulai tersedianya berbagai sumur bor maka bisa membantu warga untuk keperluan sehari-hari dan menanam. 

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menyebut kerja sama dengan TNI AD dimaksudkan untuk membangun sarana sebagaimana yang dibutuhkan masyarakat. Baginya itu merupakan komitmen Pertamina melalui program yang ada. 

“Kami sangat senang sekali bisa bekerjasama dengan TNI Angkatan Darat. Kita menyaksikan bagaimana pembangunan rumah layak huni dan penyediaan air bersih ini sudah ada dan ini menjadi kebahagiaan tersendiri bagi kami karena masyarakat sangat antusias. Karena air adalah sumber kehidupan, jadi bukan hanya untuk kebutuhan sehari-hari tapi kita sudah lihat ini digunakan untuk menanam jagung dan menanam bawang," ujarnya dalam keterangan resmi dia, Juli 2024.

Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Maruli Simanjuntak berharap kolaborasi TNI AD dengan Pertamina akan terus berlanjut sehingga semakin banyak masyarakat yang terbantu dengan air bersih dan rumah yang layak huni. 

“Ini merupakan kegiatan bersama dengan masyarakat dan kita sudah dapat dukungan dari Pertamina. Kita harap program ini bisa lanjut lagi kedepan. Mudah-mudahan ini bisa didengar BUMN lain untuk sama-sama bukan hanya di NTT tapi semua daerah di Indonesia,” katanya. 

Baca juga: Program TNI AD Manunggal Air Penuhi Kebutuhan Air Buat Warga Desa Manusak

Rumah layak huni, air bersih dan sanitasi adalah persoalan utama yang dihadapi masyarakat umum di NTT, tidak terkecuali warga eks Timor-Timur yang ada di pulau Timor, terlebih di Kabupaten Kupang. 

Intervensi pemerintah maupun semua pihak sangat dibutuhkan, mengurai masalah dasar ini. Pertamina dan TNI AD sudah mengisi 

'Bahan Bakar kehidupan Manusia' (BBM) bagi warga eks Timor-Timur di NTT berupa RLH, air bersih dan sanitasi yang layak. Kita menanti, peran pihak mengalirkan lebih banyak 'minyak' ke orang-orang membutuhkan. (fan)

 

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved