Opini
Opini: Strategi Pengembangan Pariwisata Lokal
Sektor ini berkontribusi sebesar 4,1 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dan mempekerjakan lebih dari 22 juta orang.
Oleh: Muhammad Aufal Fresky
Magister Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya, Penulis buku Empat Titik Lima Dimensi
POS-KUPANG.COM - Dalam pembukaan Bali and Beyond Travel Fair (BBTF) 2024, pada Rabu (12/6/2024), Wamenlu RI kala itu, Pahala Mansury, mengungkapkan pentingnya mengembangkan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif untuk mencapai target pembangunan Sustainable Development Goals (SDGs).
Seperti dilansir oleh kemlu.go.id, dia menegaskan bahwa pariwisata memegang peranan penting dalam perekonomian dan penghidupan masyarakat Indonesia.
Sektor ini berkontribusi sebesar 4,1 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dan mempekerjakan lebih dari 22 juta orang.
Tentu saja hal tersebut berpengaruh terhadap pemberdayaan masyarakat di sekitar lokasi destinasi wisata.
Sangat potensial untuk mengurangi angka pengangguran. Hanya saja yang menjadi pekerjaan kita bersama, terutama pemerintah pusat dan daerah, yaitu terkait optimalisasi tata kelola destinasi wisata untuk
meningkatkan minat kunjungan wisatawan domestik dan luar negeri.
Lebih-lebih di era digital saat ini, di mana tuntutan untuk menggunakan cara dan metode kekinian semakin tinggi.
Potensi yang begitu besar dari sektor pariwisata ini tidak boleh hanya didiamkan begitu saja. Tidak boleh salah urus sehingga menyebabkan para pelancong enggan untuk berlibur ke tempat wisata tersebut.
Realitasnya banyak daerah di Indonesia yang memang menyimpan kekayaan alam; baik itu hutan, danau, lautan, sungai, dan sebagainya, tapi tidak terkelola dengan optimal. Mulai dari akomodasi yang acakadut hingga promosi yang ala kadarnya.
Hal itu sama sekali tidak mendongkrak jumlah kunjungan wisatawan. Belum lagi tidak adanya keberpihakan dan perhatian dari Pemerintah Daerah (Pemda) setempat juga menyebabkan industri pariwiata di daerah tersebut stagnan.
Atau mungkin ada Pemda yang sudah mengeluarkan kebijakan terkait peningkatan sektor pariwisata, tapi salah sasaran.
Bisa jadi karena kebijakannya asal-asalan. Tidak melalui kajian dan analisis yang mendalam.
Tidak direncanakan sebelumnya. Sifatnya spontanitas. Padahal, membangun sektor pariwisata di daerah membutuhkan perencanaan yang matang, aktualisasi yang tepat sasaran, dan evaluasi yang menyeluruh tentunya.
Satu lagi, kebijakan tersebut mestinya berkelanjutan. Bukan hanya dalam jangka pendek yang umurnya hanya 1-5 tahun. Tapi harus jangka panjang. Visi, misi, dan targetnya jelas.
Kemudian, untuk memancing minat wisatawan berkunjung ke sebuah destinasi wisata yaitu adanya daya tarik destinasi wisata.
Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan menyebutkan bahwa daya tarik wisata adalah sesuatu yang memiliki keindahan, nilai berupa kekayaan alam, budaya, dan buatan yang menjadi tujuan kunjungan bagi wisatawan.
Begitu juga dengan Yoeti (2006) yang menyebutkan bahwa ada empat kelompok yang bisa menjadi penarik pelancong untuk berkunjung ke sebuah tempat wisata.
Di antaranya yaitu: (1) Natural Attraction, seperti pemandangan, pantai, air terjun, flora dan fauna; (2) Build Attraction, seperti rumah adat, bangunan kuno dan bangunan kuno dan modern;
(3) Cultural Attraction, Seperti peninggalan sejarah (historical building), cerita rakyat (folklore), kesenian tradisional, museum, serta kegiatan sosial lainnya;
(4) Social Attraction, seperti adat istiadat dalam masyarakat, bahasa (languages) dan kegiatan sosial lainnya.
Hemat saya, dalam meningkatkan daya tarik sebuah destinasi wisata, diperlukan sinergitas dan kolabirasi banyak pihak. Mulai dari swasta, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat setempat.
Diperlukan sinergitas dan kolaborasi banyak pihak-pihak terkait dalam membangun sektor pariwisata di daerah terutama dalam rangka meningkatkan daya tarik sebuah destinasi wisata.
Apa yang bisa ditawarkan kepada wisatawan? Kenapa wisatawan mesti berlibur ke tempat wisata di daerah tersebut?
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu menjadi pemicu terjadinya pembenahan-pembenahan sarana dan prasarana di pelbagai destinasi wisata yang masih belum memadai.
Sebab, adanya transportasi yang memadai, penginapan yang layak, dan juga pusat oleh-oleh juga menjadi faktor penentu yang menarik minat pengunjung.
Termasuk juga keamanan, kebersihan, keasrian, dan keindahan destinasi wisata juga menjadi pemicu meningkatnya jumlah pelancong.
Selain itu, sebuah destinasi wisata juga perlu menawarkan hal-hal yang baru, unik, dan berbeda dari yang lainnya.
Termasuk pengalaman apa saja yang bisa diberikan ketika berlibur juga menjadi faktor penentu keterterikan pengunjung.
Jika diringkas menjadi beberapa pertanyaan, untuk meningkatkan daya tarik, sebuah destinasi wisata harrus memenuhi unsur: what to see, what to do, what to buy, what to arrived, what to stay.
Intinya, pemandangan apa yang ditawarkan, apa yang bisa dilakukan di tempat wisata tersebut, apa yang bisa dibeli, dengan kendaraan apa kita bisa menuju lokasi, dan di mana kita akan menginap. Itu semua menjadi syarat utama yang harus dipenuhi.
Saat ini, keinginan dan kebutuhan pelanggan dalam berwisata juga bukan sekadar menikmati suasana dan menghilangkan kepenatan.
Lebih dari itu, kini banyak traveler yang memiliki motivasi berwisata sebab ingin mendapatkan pengalaman baru.
Sehingga menjadi penting untuk pemda, pelaku wisata, dan swasta untuk bersinergi untuk menciptakan custumer experience (membuat wisatawan terhubung secara emosional dengan budaya dan alam).
Tentunya dengan selalu berinovasi dalam menawarkan beragam pelayanan jasa yang unik, berbeda, dan menarik.
Dalam hal ini, strategi diversifikasi menjadi pilihan yang cukup menggiurkan untuk mendongkrak jumlah kunjungan.
Diversifikasi maksudnya yaitu menawarkan produk/jasa memiliki ciri khas, baru, dan tidak sama engan tempat-tempat lainnya.
Tidak hanya itu, dibutuhkan riset pasar untuk lebih mengenali pangsa pasar dan kebutuhan pasar terhadap produk/jasa yang ditawarkan.
Terakhir, dalam pemda dan pemerintah pusat juga perlu bergerak serentak menggenjot industri pariwisata di Tanah Air. Jangan sampai ada kebijakan yang tumpang tindih, Orientasinya harus sama.
Begitu pun dengan kita sebagai warga, bisa berkontribusi menggerakkan industri pariwisata lokal dengan proaktif mempromosikan seluas-luasnya destinasi wisata yang ada di daerah kita melaui beragam platform media sosial.
Selain itu, juga memberikan kritik, saran, dan masukan kepada pemda setempat terkait pengelolaan destinasi wisata.
Pada akhirnya, saya menyimpulkan bahwa dalam pengembangan strategi pariwisata lokal yang dibutuhkan yaitu pembenahan destinasi wisata, peningkatan pelayanan, konektivitas moda transportasi, riset pasar, promosi di medsos, menciptakan diferensiasi produk/jasa, kebijakan dan program pemkab yang terencana dan berkelanjutan, dan partisipasi aktif warga lokal. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.