Pilgub NTT
Survei Versi Indikator - TBRC Rilis Elektoral Pilgub NTT Berbeda, Pengamat: Pemilih Harus Kritis
Dalam survei yang dilakukan oleh TBRC, sampel yang diambil sebanyak 1.400 orang dengan menggunakan metode multistage
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Edi Hayong
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Dua lembaga survei di Indonesia merilis hasil survei untuk Pemilihan Gubernur (Pilgub) NTT. Hasil survei dua lembaga menunjukkan tingkat elektoral yang berbeda.
Meski, dua lembaga riset itu melakukan survei pada periode yang sama yakni akhir September hingga awal Oktober 2024.
Pertama, Timur Barat Research Center (TBRC) yang melakukan survei di NTT pada 24 September sampai 6 Oktober 2024.
“Responden yang terpilih diambil dari populasi seluruh warga NTT yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkada NTT, yang berjumlah 3.988.372 pemilih, dengan syarat telah memiliki hak pilih, yaitu berusia 17 tahun ke atas,” kata Direktur Eksekutif Timur Barat Research Center Johanes Romeo dalam keterangannya, Selasa (8/10/2024).
Johanes mengatakan, penelitian ini sangat penting untuk memahami preferensi politik masyarakat NTT menjelang Pilkada.
Dalam survei yang dilakukan oleh TBRC, sampel yang diambil sebanyak 1.400 orang dengan menggunakan metode multistage.
“Dan memiliki toleransi kesalahan atau margin of error sekitar 2,62 persen pada tingkat kepercayaan 95 % , dengan asumsi simple random sampling. Pelaksanaan survei berlangsung dari tanggal 24 September hingga 6 Oktober 2024, di 21 kabupaten dan satu kota di NTT,” kata Johanes.
Sementara itu, Johanes menyatakan, hasil temuan survei menunjukkan bahwa sebanyak 70,2 % masyarakat Nusa Tenggara Timur mengetahui akan diadakannya Pilkada pada bulan November.
Adapun, terkait popularitas atau keterkenalan ketiga pasangan calon, hasilnya menunjukkan bahwa ketiganya cukup dikenal masyarakat.
Namun, tingkat pengenalan publik tertinggi tercatat pada pasangan Melki Laka Lena dan Johni Asadoma, dengan angka mencapai 83,2 % .
Hal ini didorong oleh popularitas mantan Kapolda NTT, Johni Asadoma, yang mendampingi Melki Laka Lena sebagai calon wakil gubernur.
"Kemudian, pasangan Yohanis Fransiskus Lema dan Jane Natalia Suryanto menempati urutan kedua dengan tingkat popularitas 70,6 % , sementara pasangan Simon Petrus Kamlasi dan Adrianus Garu berada di urutan ketiga dengan tingkat popularitas 56,7 % ,” kata Johanes.
Baca juga: Hasil Survei Indikator Politik Indonesia Tak Banyak Berubah Hingga Pemungutan Suara Pilgub NTT
Dari hasil survei juga terungkap bahwa pasangan Melki Laka Lena dan Johni Asadoma adalah yang paling disukai masyarakat NTT. Di mana sebanyak 88,7 % responden menyatakan suka dan percaya bahwa pasangan ini mampu memimpin NTT dengan lebih baik.
Sementara itu, tingkat kesukaan masyarakat terhadap pasangan Simon Petrus Kamlasi dan Adrianus Garu mencapai 57,8 % , dan pasangan Yohanis Fransiskus Lema dan Jane Natalia Suryanto mendapatkan tingkat kesukaan 54,6 % .
Survei ini juga memetakan tingkat kesadaran dan pemilihan publik terhadap para calon melalui beberapa aspek. Pertama, pada aspek Top of Mind atau Spontaneous Awareness, tingkat elektabilitas pasangan Melki Laka Lena dan Johni Asadoma mencapai 34,2 % , sedangkan Yohanis Fransiskus Lema dan Jane Natalia Suryanto mencapai 27,4 % , dan Simon Petrus Kamlasi dan Adrianus Garu mencapai 19,6 % .
Responden yang tidak memilih tercatat sebesar 18,8 % . Pada aspek Aided Awareness, di mana responden diberikan bantuan gambar dan nama ketiga pasangan calon di kartu suara, hasilnya menunjukkan bahwa pasangan Melki Laka Lena dan Johni Asadoma mencapai tingkat keterpilihan 40,8 % .
Pasangan Yohanis Fransiskus Lema dan Jane Natalia Suryanto memperoleh 33,4 % , sedangkan pasangan Simon Petrus Kamlasi dan Adrianus Garu mendapatkan 20,1 % .
Responden yang tidak memilih berjumlah 5,7 % . Selain itu, survei ini juga mengukur kemantapan responden dalam pilihan kepala daerah saat survei dibandingkan dengan pilihan di bilik suara.
Hasilnya menunjukkan bahwa 67,2 % responden tidak akan mengubah pilihan mereka, sedangkan 27,6 % menyatakan akan merubah pilihan setelah mengetahui visi dan misi pasangan calon saat kampanye. Kemudian, sebanyak 5,2 % responden memilih untuk tidak mengungkapkan pilihan mereka.
Dalam survei juga ditemukan sejumlah permasalahan yang menjadi keluhan masyarakat NTT, di mana 75,7 % responden mengungkapkan bahwa mereka menghadapi isu-isu serius seperti kemiskinan, keterbatasan sarana prasarana dan infrastruktur transportasi, dan risiko kelaparan.
Selain itu, tingkat kesehatan yang rendah, serta sumber daya manusia yang kurang berkualitas, dan pertumbuhan ekonomi yang lamban.
"Ini tentu menjadi tantangan besar bagi kepala daerah NTT yang terpilih di masa mendatang,” ujarnya.
Versi Indikator Politik Indonesia
Sementara survei yang dikeluarkan Indikator Politik Indonesia per Rabu 9 Oktober 2024, justru menempatkan pasangan Yohanis Fransiskus Lema - Jane Natalia Suryanto berada di posisi teratas.
Indikator melakukan survei pada 28 September hingga 5 Oktober 2024 di 22 Kabupaten/Kota di NTT.
Baca juga: Hasil Survei Terbaru Pilgub NTT, Indikator Sebut Ansy-Jane Unggul 36,6 Persen Tapi Belum Aman
Dalam survei ini jumlah sampel basis sebanyak 1000 orong berasal dari seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang terdistribusi secara proporsional.
Kemudian dilakukan over sample menjadi masing-masing 400 responden di empat Kabupaten/Kota, yakni di Kota Kupang, Kupang, Sumba Timur, dan Timur Tengah Selatan, kemudian di wilayah Manggarai Raya (Manggarai, Manggarai Timur, dan Manggara Barat) dilakukan penambahan 400 responden. Sehingga total sample sebanyak 2.720 responden.
"Dengan asumsi metode stratified random sampling, ukuran sampel tersebut memiliki toleransi kesalahan (margin of error-MoE) sekitar +2.6 % pada tingkat kepercayaan 95 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen," kata Dr Rizka Halida selaku peneliti utama Indikator Politik Indonesia, Rabu 9 Oktober 2024.
Proses itu menggunakan sesi wawancara dan pengecekan 20 persen sampel yang sudah dilaksanakan survei. Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei bertajuk "Siapa Unggul di Nusa Tenggara Timur?", Dinamika Elektoral Pasca-Penetapan Cagub - Cawagub, Rabu sore.
Dalam populasi berdasarkan tingkat pendidikan, terdapat 46,5 persen responden tingkat SD, 14,8 SMP, 23,6 SLTA dan 15,1 perguruan tinggi.
Kemudian populasi di kategori gender, laki-laki 49,2 persen dan 50,8 persen perempuan. Lalu, 82,3 persen populasi di pedesaan dan 17,7 persen di perkotaan.
Pada tingkat usia, populasi umur dibawa 20 tahun sebanyak 11,0 persen dan diatas 60 tahun sebanyak 12,7 persen. Meski begitu, jumlah sampel dan populasi tidak berbeda jauh.
Dr Rizka menjelaskan, kondisi umum banyak warga menilai kondisi ekonomi NTT sedang 39,5 persen dan 14,3 kondisi buruk dan baik 34 persen.
Sebanyak 47,8 responden menyebut tidak ada perubahan kondisi ekonomi, namun sebanyak 29,1 menyebut kondisi ekonomi cenderung lebih baik dibanding tahun sebelumnya.
Mayoritas responden atau 82,1 persen tidak masalah tidak dengan etnis dari paslon. Sedangkan ada 15,5 persen menyatakan memilih karena etnis. Sementara, 2,6 persen tidak menjawab atau tidak tahu.
"Memang tidak etnik di NTT yang sangat dominan. Itu yang menjelaskan mengapa etnik vote itu tidak punya dampak secara elektoral buat warga NTT," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Prof Burhanuddin Muhtadi menambahkan.
Baca juga: Direktur Eksekutif IPI Soal Survei Pilgub NTT: Jangan Bangga Dulu Kaka Yohanis Lema
Dr Rizka melanjutkan, hal yang sama juga menyangkut dengan sentimen agama. Ada 82,1 persen responden tidak masalah dengan agama dari paslon.
Sementara 15,5 responden memilih karena sentimen agama. Sentimen agama, kata dia, tidak begitu berpengaruh pemilih di NTT.
Begitu juga dengan sentimen gender. 51,7 persen responden tidak masalah dengan calon gubernur laki-laki atau perempuan. Kemudian 34,3 memilih calon gubernur laki-laki dan 6,6 persen memilih calon gubernur perempuan.
Pada pertanyaan sentimen gubernur atau wakil gubernur asli NTT, terlihat ada 43,8 persen tidak masalah dengan calon gubernur atau wakil gubernur bukan asli NTT. 32,7 persen responden memilih karena calon itu asli NTT.
Namun, terdapat 16,4 persen responden yang menyebutkan calon gubernur harus orang asli NTT. Sementara, responden yang sama tidak mempermasalahkan calon wakil gubernur bukan asli NTT.
Dalam simulasi top of mind calon gubernur, Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema unggul 20,4 persen.
Disusul Melki Laka Lena 16,4 persen, Simon Petrus Kamlasi 14,4 persen, Jane Natalia Suryanto 4,3 persen, Andre Garu 3,6 persen dan Johni Asadoma 1,6 persen. Sementara 39, 2 persen responden tidak menjawab atau merahasiakan jawabannya.
"Kami sebagai enumurator tidak menyajikan nama calon gubernur atau wakil gubernur. Jadi betul-betul terserah, apa yang terlintas di pikiran responden yang terpilih secara acak, siapa calon yang mereka pilih," kata Prof Burhanudin Muhtadi.
Dia menyebut, masing-masing calon wakil gubernur juga ikut mendongkrak suara bagi calon gubernur. Namun, terdapat pemilih yang belum menentukan pilihan. Sehingga konstelasi akan terus terjadi.
"Selisih antara peringkat kedua, ketiga tidak terlalu jauh, sementara 39 persen warga NTT belum menyebut secara spontan artinya pertarungan masih ketat sampai ujung," kata dia.
Pemilih Harus Kritis
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Dr Ujang Komarudin berharap masyarakat terutama warga Provinsi NTT untuk bersikap kritis dalam membaca hasil survei terkait Pilgub NTT 2024.
Sering kali hasil survei sengaja dibuat bias untuk menjadi alat kampanye politik dengan cara menggunakan surveyor yang tidak netral atau mensurvei responden yang sudah dikondisikan.
Baca juga: Gerindra Respons Klaim Dukungan Prabowo Subianto ke Paslon Lain di Pilgub NTT
"Pemilih harus kritis dan tidak mudah terpengaruh oleh hasil survei. Meskipun survei adalah alat penting untuk mengukur dukungan publik, tetapi harus dilakukan dengan metode yang transparan dan bisa dipertanggungjawabkan," katanya.
Menurut Ujang Komarudin, hasil survei kadang dianggap menjadi bagian dari framing atau marketing politik dalam rangka meningkatkan elektabilitas calon-calon di pilkada.
"Masyarakat NTT diharapkan fokus pada rekam jejak, integritas, dan visi misi kandidat, dari pada bergantung pada angka-angka survei yang bisa saja dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu," ujarnya.
Seperti diketahui, lembaga survei Indikator Politik Indonesia baru-baru ini merilis hasil survei terkait elektabilitas pasangan cagub dan cawagub NTT yang berlaga di Pilkada 2024.
"Bagaimanapun hasil survei merupakan acuan untuk kerja elektoral, bukan penentu kemenangan. Masyarakat NTT tentunya harus kritis membaca dan pahami hasil survei yang mungkin bias jadi alat kampanye politik," tegas Ujang Komarudin.
Di samping itu, masyarakat, kata Ujang Komarudin, juga wajib tahu bahwa data yang muncul dari hasil survei merupakan data lapangan murni.
Lalu, surveyor itu juga harus bekerja secara netral independen, tidak boleh ada titipan, dan yang terpenting adalah respondennya itu harus riil bukan yang sudah dikondisikan.
"Misalkan saja, dengan data dan responden yang sama, tiba-tiba ada satu lembaga survei merilis calon A yang unggul sementara banyak lembaga-lembaga survei lain merilis calon B yang menang. Tentunya ini kan jadi pertanyaan juga?," ujarnya. (fan)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.