Berita Ende
Bertemu Dua Saksi Korban TTPO, Uskup Agung Ende: TPPO Harus Dilawan Bersama
Ia juga menekankan pentingnya keterlibatan aktif media dalam memberitakan kasus TPPO, sehingga dapat menjadi edukasi bagi masyarakat.

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Albert Aquinaldo
POS-KUPANG.COM, ENDE - Usai mengikuti sidang kasus TPPO di Pengadilan Negeri Bajawa, Jumat, 5 Oktober 2024, dua saksi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dari Medan, Lusiana dan Alfons, bertemu dengan Uskup Agung Ende, Mgr. Paulus Budi Kleden, Sabtu, 5 Oktober 2024 di Pastoran Kurubhoko, Kevikepan Bajawa, Kabupaten Ngada.
Keduanya mmembawa misi penting yakni menyuarakan harapan agar kasus TPPO yang menimpa Yuliana Dopo (YD) dapat diungkap secara terang-benderang dan menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak.
Dalam sidang kasus TPPO tersebut, Lusiana dan Alfons memberikan kesaksian dalam kasus yang melibatkan YD sebagai korban dan SG sebagai terdakwa.
Dalam pertemuan hangat di Pastoran Kurubhoko, Lusiana, perwakilan dari PADMA Indonesia di Medan, dan Alfons, seorang perantau asal Nagekeo, menceritakan kronologi kasus tragis ini kepada Uskup Kleden.
Mendengarkan cerita tersebut, Mgr. Paulus Budi Kleden menegaskan komitmennya dalam memberantas TPPO.
Menurutnya, kasus ini harus dikawal dengan serius dan dijadikan pelajaran untuk memutus rantai perdagangan manusia yang semakin marak di Indonesia, khususnya di Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Kami di Keuskupan Agung Ende berkomitmen penuh dalam memerangi TPPO. Kami akan bekerja melalui komisi-komisi hingga ke tingkat Komunitas Umat Basis (KUB) agar kasus seperti ini tidak terjadi lagi,” tegas Uskup Kleden.
Ia juga menekankan pentingnya keterlibatan aktif media dalam memberitakan kasus TPPO, sehingga dapat menjadi edukasi bagi masyarakat.
“Kasus ini harus terus diangkat oleh media agar masyarakat paham betapa seriusnya persoalan ini,” tambahnya.
Pesan Kemanusiaan untuk Memutus Mata Rantai TPPO
Lusiana dan Alfons memilih hadir langsung ke sidang, meskipun memiliki opsi bersaksi secara daring. Menurut mereka, kehadiran fisik adalah bentuk solidaritas kemanusiaan dan bukti nyata bahwa perjuangan untuk memutus mata rantai perdagangan manusia bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga masyarakat.
Baca juga: Lirik Lagu Daerah NTT dari Kabupaten Ende, Lagu Lio Berjudul Kita Imu Rua
“Kami datang untuk mengirim pesan kemanusiaan. Ini bukan hanya soal Yuliana, ini soal nasib ribuan korban lain yang terjebak dalam jeratan perdagangan manusia,” ujar Lusiana.
Keduanya juga berbagi pengalaman tentang banyaknya anak-anak NTT yang menjadi korban TPPO di Medan. Melalui koordinasi dengan PADMA Indonesia, mereka berhasil membantu YD keluar dari situasi yang sulit di Medan, hingga akhirnya YD mendapatkan pelatihan dan pemulihan di Rumah Aman, Jakarta.
Sementara itu, Ketua Dewan Pembina PADMA Indonesia, Gabriel Goa, turut menekankan bahwa NTT saat ini telah dinyatakan sebagai wilayah darurat TPPO oleh Presiden Jokowi dan Komnas HAM.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.