Berita NTT
Tiga Raja Bicara Perubahan Status Kawasan Mutis Timau di NTT
iga Raja di Pulau Timor bicara perubahan status kawasan Mutis Timau dari sebelumnya Cagar Alam-Hutan Lindung jadi Taman Nasional
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Kanis Jehola
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Tiga Raja di Pulau Timor membicarakan mengenai perubahan status kawasan Mutis Timau dari sebelumnya Cagar Alam-Hutan Lindung menjadi Taman Nasional.
Ketiga tokoh di Pulau Timor itu buka suara setelah munculnya berbagai penolakan atas perubahan status yang terjadi di wilayah yang meliputi tiga kabupaten itu.
Tiga Raja yang dimaksud adalah Raja Miomaffo, Raja Molo dan Raja Amfoang. Ketiganya menegaskan keberpihakan atas perubahan status tersebut.
Raja Miomaffo Willem Kono menjelaskan, Mutis ada dua suku kata, dimana dalam filosofi orang dawan muti yang artinya putih dan S lazim disebut menetes ke bawah.
Dalam konteks ini sumber air di Mutis bisa disalurkan ke Kabupaten Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, Kabupaten Kupang dan Malaka bahkan batas lautan.
“Kita menikmati berkatnya, pipa alam melalui sungai dan kerja fisik baru menjangkau kabupaten TTU Kabupaten TTS dan kedepan bisa menjangkau Kabupaten Kupang,” kata dia, Rabu 2 Oktober 2024.
Menurutnya, pertemuan pihaknya mewakili masyarakat adat untuk menyatukan pemahaman guna mewujudkan mimpi bersama memperjuangkan cagar alam Mutis sebagai Taman Nasional Mutis Timau (TNMT).
“Kiranya bisa dipahami dan memiliki tujuan yang sama dan kedepan TNMT memiliki dampak posi yang besar bagi masyarakat dan menjaga nilai-nilai kearifan lokal tetap aman serta bebas dari berbagai gangguan tertentu,” ungkapnya.
Baca juga: Perubahan Status Taman Nasional Mutis Timau, WALHI NTT: Belajar dari TN Komodo
Dia mengatakan, untuk mewujudkan tujuan ini perlu adanya kerja sama dan hubungan yang mesra dengan pemerintah pusat, tokoh adat dan tokoh agama guna menjaga kondisi alam.
”Kalau kondisi alam-Nya baik tentu menandakan bahwa warga juga dalam keadaan baik dan pasti juga cura hujan baik bahkan pemanasan global di wilayah Timor akan lebih baik,” ujar dia.
Menurutnya, pengalaman sebelumnya curah hujan baik, sinar matahari juga baik dan pada tanggal 2 November 2024 dipastikan hujan mulai turun karena sudah di lakukan ritual adat berbeda dengan tahun 1990-an curah hujan kurang bagus karena alam dirusak oleh oknum-oknum yang yang tidak bertanggung jawab.
“Kita boleh memberikan masukan, saran dengan kecerdasan intelektual namun harus memiliki kecerdasaan spiritual dan apa yang kita lakukan dengan tulus ke depan pasti ada tetesan berkat bagi NTT dan terutama bagi warga di wilayah Mutis,” ungkapnya.
Raja Molo Filus Oematan dan Raja Amfoang Robby G. Manoh menyatakan komitmen yang sama untuk mendukung cagar alam Mutis sebagai Taman Nasional Mutis Timau.
Dukungan itu dengan mengacu ketentuan yang berlaku pada Kementerian lingkungan hidup dengan prinsip memastikan nilai-nilai budaya yang di wilayah Mutis Timau tetap aman.
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam NTT, Arief Mahmud menyebut langkah yang dilakukan itu sebagai bagian dari upaya mengakomodasi kebutuhan dan kegiatan eksisting yang dilakukan oleh masyarakat setempat.
"Dengan fungsi sebagai Cagar Alam maka aktivitas pemanfaatan yang dapat dilakukan hanya untuk kepentingan Penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya," kata Kepala BBKSDA NTT Arief Mahmud.
Baca juga: BKSDA NTT Jelaskan Perihal Taman Nasional Mutis Timau
Sedangkan aktivitas eksisting yang telah dilakukan oleh masyarakat setempat antara lain, mengambil madu hutan, mengambil kayu bakar, mengambil lumut dan jamur serta pemanfaatan air.
Selain itu juga menggembalakan ternak, menggelar acara ritual agama atau budaya religi serta wisata alam, dengan fungsinya sebagai Cagar Alam maka semua aktifitas tersebut tidak dimungkinkan.
"Upaya perubahan fungsi menjadi taman nasional akan mengakomodasi semua kepentingan tersebut," ujar dia.
Menurut dia, nantinya akan dibahas untuk pengaturan zonasi di wilayah Taman Nasional tersebut. Setelah dilakukan pengaturan zonasi pengelolaan.
Setidaknya akan dilakukan alokasi kawasan untuk kepentingan perlindungan sistem penyangga kehidupan serta pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya pada zona inti dan zona rimba.
Pada sisi lain ujar dia, aktivitas masyarakat selama ini akan diakomodasi dan dimungkinkan secara legal melalui alokasi zona tradisional, zona religi dan zona pemanfaatan.
Dia menambahkan tidak semua bagian Kawasan akan dijadikan sebagai zona pemanfaatan untuk kepentingan wisata. Dalam proses pengaturan zonasi akan dilakukan upaya konsultatif dengan semua unsur masyarakat termasuk masyarakat adat dan pemerintah melalui konsultasi publik.
Menurutnya, ke depan juga akan memiliki dampak ekologis yakni adanya intervensi pemerintah agar tetap menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya di wilayah Mutis dan jika kondisi alam rusak segera dilakukan langkah-langkah percepatan untuk perbaikan.
“Mutis memiliki Sumber Mata Air yang luar biasa untuk menjawab salah satu kebutuhan dasar di wilayah Timor oleh katena harus dikelola dengan efektif maka sumber daya alam yang akan terkontrol secara baik," kata dia.
Baca juga: Mutis Timau Jadi Taman Nasional, Tokoh Adat Ungkap Kemerdekaan
Arief menjelaskan masyarakat setempat akan mendapatkan akses secara legal di dalam sona tradisional melalui kemitraan konservasi.
”Masyarakat akan dilibatkan secara langsung dalam pengelolaan taman Nasional Mutis Timau dengan mengacu terhadap ketentuan yang berlaku,” sebut dia.
Dr. Kayat, peneliti dari BRIN yang ikut dalam tim terpadu menjelaskan, tahapan untuk melakukan perubahan fungsi cagar alam menjadi taman nasional sudah melewati proses yang panjang.
Segala tahapan itu melibatkan berbagai stakeholder dan melalui kajian integratif baik aspek geofisik, sosial budaya dan kelembagaan yang bermuara terhadap keberlanjutan ekosistem. (fan)
Ikuti berita POS-KUPANG.com di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.