Renungan Harian Kristen

Renungan Harian Kristen: Desentralisasi, Korupsi, dan Panggilan Moralitas dalam Lukas 3:13-14

Para elite politik lokal memiliki kekuasaan yang digunakan sebagai modal, baik dalam pemerintahan maupun keuangan. 

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Pdt. Nope Hosiana Daik, M.Th 

Nasehat ini relevan bagi pejabat publik masa kini. Mereka seharusnya mencukupkan diri dengan gaji atau pendapatan sah yang diberikan oleh negara. 

Dengan cara ini, hak asasi ekonomi orang lain, terutama yang kurang mampu, tidak akan dilanggar. Jika pejabat publik kembali pada prinsip mencukupkan diri, maka harkat dan martabat kemanusiaan akan dipulihkan, dan orang miskin yang selama ini terabaikan akibat korupsi bisa menikmati kehidupan yang lebih layak. 

Pada saat yang sama, mereka yang selama ini terlibat korupsi akan mendapatkan kembali martabat sebagai manusia yang bermoral, dengan menghentikan keserakahan yang telah merusak kemanusiaan mereka. 

Zakheus, seorang pemungut cukai, menjadi contoh yang baik akan hal ini dalam perjumpaannya dengan Yesus (Lukas 19:1-10).

Empati dan Keadilan Ekologi

Pejabat publik tidak sepatutnya memamerkan gaya hidup mewah (hedonisme), terutama ketika masyarakat miskin harus berjuang keras sejak fajar untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. 

Berempatilah dengan mereka yang bekerja keras untuk mendapatkan sesuap nasi setiap hari, karena ini adalah persoalan kemanusiaan yang beririsan dengan kekuasaan.

Selain itu, korupsi juga memiliki dampak besar terhadap lingkungan. Seperti yang disinggung oleh Todung Mulya Lubis, korupsi terkait eksploitasi sumber daya alam, seperti kasus korupsi timah yang mencapai nilai 300 triliun rupiah, mencerminkan ketidakadilan ekologis. 

Sumber daya alam dieksploitasi secara besar-besaran untuk keuntungan segelintir orang, sementara dampaknya dirasakan oleh banyak orang, 
terutama mereka yang tidak memiliki akses ke kekayaan alam tersebut. 

Surplus kebebasan pada era desentralisasi, yang seharusnya membawa kebebasan inklusif, justru menciptakan kebebasan eksklusif yang merusak lingkungan. Kebebasan ini, seperti yang digambarkan oleh Yudi Latif, sering kali tampil sebagai wajah ganda: malaikat sekaligus iblis, kegembiraan sekaligus kehancuran.

Dalam konteks Alkitab, eksploitasi sumber daya alam serupa juga terjadi di Danau Galilea, di mana para elit politik memonopoli usaha perikanan dan membatasi akses bagi masyarakat kebanyakan. 

Kekuasaan politik digunakan sebagai modal untuk menambah kekayaan pribadi, sementara orang kebanyakan dibatasi dalam mencari nafkah yang layak.

Penutup

Jika pejabat publik bersedia mengembangkan pola hidup "secukupnya", maka kita dapat mematikan "peternakan korupsi" yang ada di era desentralisasi ini. 

Dengan menempatkan semua elemen masyarakat sebagai pribadi yang tahu bersyukur, kita dapat mewujudkan keadilan dan kemanusiaan yang sejati. Amin. (*)

 

 

 

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved