Tambang Ilegal

Polisi Tutup Tambang Emas Ilegal di Kabupaten Solok Sumatera Barat

”Setelah kejadian ini, lokasi tambang tradisional tersebut ditutup,” kata Kepala Bidang Humas Polda Sumbar Komisaris Besar Dwi Sulistyawan, Minggu.

Editor: Agustinus Sape
KANTOR SAR PADANG
Tim SAR gabungan menandu korban terakhir melewati sungai dalam longsor tambang emas ilegal di Nagari Sungai Abu, Kecamatan Hiliran Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, Minggu (29/9/2024). 

POS-KUPANG.COM, PADANG - Polisi menutup lokasi tambang emas ilegal yang longsor sehingga mengakibatkan 13 meninggal di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Pada Minggu (29/9/2024), operasi pencarian dan pertolongan (SAR) korban ditutup karena semua

tambang emas ilegal_094
Areal hutan produksi terbatas di sekitar Sungai Pamong Besar, Kecamatan Sangir, Solok Selatan, Sumatera Barat, berubah menjadi areal tambang emas ilegal, 25 November 2019.

korban sudah dievakuasi.

”Setelah kejadian ini, lokasi tambang tradisional tersebut ditutup,” kata Kepala Bidang Humas Polda Sumbar Komisaris Besar Dwi Sulistyawan, Minggu.

Dwi menyebutkan, tambang emas ilegal di Nagari Sungai Abu, Kecamatan Hiliran Gumanti, itu sudah dua kali ditindak polisi pada tahun 2023 dan awal 2024. Namun, akhir-akhir ini, kata Dwi, warga setempat melanjutkannya menggunakan alat tradisional, seperti cangkul dan linggis.

Kepala Polres Solok Ajun Komisaris Besar Muari mengatakan hal senada, tambang emas ilegal itu ditutup. ”Dipasangi police line dan ditutup agar tidak ada lagi korban,” katanya.

 

Tambang emas ilegal di kawasan hutan di Nagari Sungai longsor pada Kamis (26/9/2024) sore. Muari menyebut, hujan deras beberapa hari terakhir diperkirakan memicu kejadian ini.

Menurut Muari, dari informasi di lapangan, kejadian bermula dari sejumlah warga menambang secara tradisional menggunakan linggis.

”Mereka buat semacam goa, kedalaman 30-40 meter. Karena cuaca hujan, akhirnya ambruk,” kata Muari.

Muari mengungkapkan, pihaknya berulang kali merazia tambang emas ilegal di lokasi longsor itu. Namun, informasi razia kerap bocor dan segelintir saja yang terjerat.

”Setiap kami mau menindak, info bocor, paling 1-2 kena, yang lain kabur,” ujarnya.

Dalam razia itu, polisi cuma bisa menyita laptop para petambang supaya tidak bisa mengoperasikan ekskavator. Adapun alat berat tidak bisa disita karena medannya sulit ditempuh dan butuh waktu berhari-hari serta banyak biaya untuk mengeluarkannya.

Baca juga: Longsor di Tambang Ilegal Kabupaten Solok Sumatera Barat, 12 Meninggal Dunia

Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Solok Irwan Efendi mengatakan, aktivitas tambang bukan wewenang pemda, melainkan ranah aparat penegak hukum. Walakin, pemda berharap lokasi tersebut ditutup.

”Seyogianya seperti itulah (ditutup). Karena jelas-jelas sudah menimbulkan korban jiwa seperti ini, berarti tidak aman. Tapi, sekali lagi, itu urusannya kepolisian,” katanya.

Operasi SAR ditutup

Data BPBD Kabupaten Solok dan Kantor SAR Kelas A Padang menyebutkan, jumlah korban dalam longsor tambang emas ilegal di Nagari Sungai Abu sebanyak 25 orang. Rinciannya, 13 meninggal dan 12 lainnya luka-luka.

Satu meninggal terakhir berhasil dievakuasi tim SAR gabungan pada Minggu pagi. Dengan temuan korban terakhir itu, Kantor SAR Kelas A Padang pun menutup operasi SAR.

”Kami menutup operasi SAR karena sampai 29 September ini tidak ada lagi laporan korban hilang atau perlu dicari,” kata Kepala Kantor SAR Kelas A Padang Abdul Malik, Minggu sore.

Meskipun operasi SAR ditutup, kata Malik, posko pengaduan masyarakat tetap dibuka di Kantor Wali Nagari Sungai Abu jika ada korban yang belum ditemukan. Kantor SAR akan membuka kembali operasi SAR gabungan jika ada laporan.

Gunakan alat berat

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Walhi Sumbar Wengki Purwanto mengatakan, dari informasi yang Walhi himpun, lokasi tambang emas ilegal di Nagari Sungai Abu tersebut berada di kawasan hutan lindung.

Selain itu, aktivitas tambang diduga menggunakan alat berat. ”Di lokasi longsor terdapat alat berat. Bahkan, proses evakuasi pada awalnya dibantu oleh alat berat,” kata Wengki.

Informasi tersebut, kata Wengki, jelas bertentangan dengan narasi di publik yang menyudutkan masyarakat kecil. Disebutkan, para korban merupakan pekerja tambang ilegal yang melanjutkan tambang yang telah lama ditinggalkan para penambang alat berat.

Padahal, belakangan, katanya, beredar informasi, di lokasi ada alat berat bekerja. Informasi ini sangat penting. Kata Wengki, pihak-pihak terkait harus segera menindaklanjuti dan mendalaminya agar tindakan lebih terukur dan berorientasi pada akar masalah.

”Siapa dan kenapa pengusaha tambang ilegal disembunyikan? Kenapa, masyarakat korban yang disudutkan?” ujar Wengki.

Pengunaan alat berat untuk aktivitas tambang ilegal di Nagari Sungai Abu, kata Wengki, telah berlangsung lama dan terus berlanjut. Setidaknya, sejak 2015-2016 masyarakat telah aktif mendesak Polda Sumbar untuk mengusut kejahatan lingkungan ini.

Tidak adil

Akan tetapi, fakta lapangan, lanjut Wengki, aktivitas terus berlangsung dan alat berat tetap bekerja. Hingga akhirnya, masyarakat kecil menjadi korban, sedangkan pelaku utama dan penikmat untung besar tetap beruntung.

”Kenapa masyarakat korban disudutkan, sementara pengusaha dan aktor intektual di samarkan ke publik? Ini jelas tidak adil bagi masyarakat dan lingkungan,” kata Wengki.

Walhi Sumbar pun mendesak Kapolri harus turun tangan mengatasi kejahatan tambang ilegal di Sumbar. ”Pecat saja setiap pejabat Polri di Sumbar yang terbukti terlibat secara aktif dan atau mencoba melindungi aktor-aktor intelektual kejahatan tambang ilegal,” ujarnya.

Walhi Sumbar juga meminta masyarakat berani mengungkap informasi dan data ke publik tentang apa yang sebenarnya terjadi. Kemudian, pemda juga segera bergerak membangun ekosistem ekonomi yang adil dan berkelanjutan bagi masyarakat.

”Agar kemiskinan dan kesulitan ekonomi masyarakat kecil tidak lagi dijadikan tameng atau pelindung pengusaha tambang ilegal yang semakin kaya di atas derita masyarakat kecil,” ujarnya. (kompas.id)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved