Beban Utang Pemerintah Kian Berat, Terus Bertambah dalam Empat Bulan Terakhir

Awalil menyebut, pemerintah memang merencanakan pembiayaan utang neto pada tahun 2024 berjalan sebesar Rp 533 triliun. 

|
Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/IST
Ilustrasi. 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, realisasi pembiayaan utang mencapai Rp 347,6 triliun hingga akhir Agustus 2024. Realisasi penarikan utang baru ini setara 53,6 persen dari target Rp 648,1 triliun.

Wakil Menteri Keuangan I Suahasil Nazara memerinci, dari realisasi tersebut, penerbitan surat berharga negara (SBN) neto sebesar Rp 310,4 triliun, tumbuh signifikan 69,62 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 183 triliun.

Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky mengatakan bahwa realisasi penarikan utang pada periode tersebut sudah memperhitungkan antara penarikan utang baru dan pelunasan pokok utang lama, baik jenis Surat Berharga Negara (SBN) maupun pinjaman.

Awalil menyebut, pemerintah memang merencanakan pembiayaan utang neto pada tahun 2024 berjalan sebesar Rp 533 triliun. 

Oleh karena itu, pembiayaan utang tersebut masih akan bertambah selama empat bulan terakhir.

Ia menambahkan, sebenarnya pokok utang yang harus dibayarkan oleh pemerintah hampir sebesar Rp 800 triliun pada tahun 2024. Sedangkan defisit diperkirakan pada kisaran Rp 600 triliun. 

"Dengan demikian, kebutuhan berutang bisa mencapai Rp 1.400 triliun, bahkan lebih karena ada pengeluaran pembiayaan," ujar Awalil kepada Kontan.co.id, Selasa (24/9/2024).

Awalil mengatakan, pada tahun 2024 ini pemerintah merencanakan akan memakai satu sumber pemasukan yang tidak selalu dipakai. 

Menurutnya, nilainya cukup besar, yakni diambil dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp 150 triliun. "Dengan demikian, jika tanpa SAL, maka pembiayaan utang akan mencapai lebih dari Rp 700 triliun," katanya.

Awalil menyebut, kondisi gali lubang yang lebih besar untuk menutup lubang ini akan terus berlangsung dan memberatkan di masa mendatang. 

Apalagi, pemakaian SAL tidak dimungkinkan secara besar-besaran setiap tahun sehingga pembiayaan utang pada tahun 2025 direncanakan sebesar Rp 775 triliun.

Ia memperkirakan, ke depan kebutuhan berutang yang besar meningkatkan risiko pembiayaan dalam pengelolaan fiskal. Nah, jika pemerintah tidak memperoleh utang baru secara mencukupi, maka hal tersebut akan menjadi masalah keuangan negara.

"Beban utang yaitu pembayaran pokok utang dan bunga utang pun makin memberatkan. Rasionya atas pendapatan telah mencapai 40 persen. DSR ini umumnya direkomendasikan mesti di bawah 25 persen," jelasnya.

Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan, Indonesia memang sudah memasuki era jebakan utang sehingga pemerintahan tidak bisa jalan tanpa adanya tambahan utang.

"Bahasa sederhananya kita sedang menjalani era gali lubang tutup lubang. Lubang yang kita gali pun semakin lama semakin besar, karena kita tidak hanya berutang untuk menutup defisit anggaran, tetapi juga berutang untuk membayar bunga dan membayar utang yang jatuh tempo," ujar Wijayanto.

Halaman
12
Sumber: Kontan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved