Vatikan

Paus Fransiskus Serukan Perdamaian di Myanmar, Tawarkan Perlindungan untuk Aung San Suu Kyi

Paus Fransiskus menyerukan perdamaian di Myanmar dan menawarkan perlindungan bagi Aung San Suu Kyi di Vatikan

Editor: Agustinus Sape
MEDIA VATIKAN
Paus Fransiskus saat menyapa para peziarah yang memenuhi pelataran Basilika Santo Petrus Vatikan, Minggu 1 September 2024. 

POS-KUPANG.COM, VATIKAN - Paus Fransiskus kembali menyerukan perdamaian untuk Myanmar dan menawarkan perlindungan bagi mantan pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi

Seperti diketahui, saat ini Aung San Suu Kyi yang divonis penjara selama puluhan tahun oleh juncta militer Myanmar itu menjalani hukumannya di kediamannya.

“Saya meminta pembebasan Aung San Suu Kyi. Saya bertemu putranya di Roma. Saya menawarkan Vatikan sebagai tempat perlindungan baginya,” kata Paus sebagaimana diberitakan Media Italia Corriere della Sera, Selasa (24/9/2024).

Para migran Myanmar di Thailand menunjukkan salam tiga jari dan foto pemimpin sipil Myanmar Aung San Suu Kyi yang ditahan pada sebuah protes terhadap kudeta militer di negara asal mereka, di depan gedung ESCAP PBB di Bangkok pada 22 Februari 2021.
Para migran Myanmar di Thailand menunjukkan salam tiga jari dan foto pemimpin sipil Myanmar Aung San Suu Kyi yang ditahan pada sebuah protes terhadap kudeta militer di negara asal mereka, di depan gedung ESCAP PBB di Bangkok pada 22 Februari 2021. (DOK POS-KUPANG.COM)

Merujuk la civilta cattolica, pernyataan Paus tersebut merupakan bagian dari jawaban atas pertanyaan seorang skolastik Yesuit asal Myanmar. Pertemuan itu terjadi saat para Yesuit Provinsi Indonesia bertemu dengan Paus Fransiskus di Kedutaan Besar Vatikan di Jakarta, Rabu (4/9/2024) lalu.

Sebagaimana ditulis dalam laman la civilta cattolica, Yesuit asal Myanmar itu mengatakan, bahwa warga Myanmar dalam tiga tahun terakhir ada dalam kesulitan. “Apa yang Paus sarankan agar kami lakukan? Kami telah kehilangan nyawa, keluarga, impian, dan masa depan. Bagaimana agar kami tidak kehilangan harapan?” tanya skolastik tersebut.

Lantas Paus mengawali jawabannya dengan menegaskan bahwa warga etnis Rohingya dekat di hatinya. “Saya pernah ke Myanmar dan berbicara di sana dengan Ibu Aung San Suu Kyi, yang merupakan penasehat negara dan sekarang dipenjara. Kemudian saya mengunjungi Bangladesh, dan di sana saya bertemu dengan Rohingya yang telah diusir. Lihat, tidak ada jawaban universal untuk pertanyaan Anda,” kata Paus Fransiskus.

“Di Myanmar saat ini Anda tidak bisa tinggal diam; Anda harus melakukan sesuatu! Masa depan negara Anda haruslah perdamaian, yang didasarkan pada penghormatan terhadap martabat dan hak semua orang, hormat pada tatanan demokrasi yang memungkinkan setiap orang berkontribusi untuk kebaikan bersama,” kata Paus menambahkan. “Saya menyerukan pembebasan Ibu Aung San Suu Kyi. Saya bertemu putranya di Roma. Saya menawarkan Vatikan sebagai tempat perlindungan baginya".

Media–media Myanmar menyebut Suu Kyi menderita berbagai penyakit dan kondisi kesehatannya menurun. Dalam laporan BBC tanggal 20 Desember 2022 disebutkan, Dewan Keamanan PBB mendesak pembebasan Aung San Suu Kyi.

Di tahun 2015, Partai Liga Nasional Demokrasi (NLD) yang dipimpin Suu Kyi memenangi pemilu pertama Myanmar dalam 25 tahun. NLD kembali memenangi pemilu Myanmar yang digelar pada November 2020. Namun dengan beragam alasan, pihak militer tidak mengakuinya, hingga pada Februari 2021, mereka melakukan kudeta dan mengambil kekuasaan dari NLD.

Dipenjara
Aung San Suu Kyi (78) kini menjalani hukuman 27 tahun penjara atas berbagai putusan pidana. Oleh juncta militer Myanmar, Suu Kyi didakwa melakukan korupsi hingga pelanggaran kebijakan pembatasan saat covid. Dia mendapat lima hukuman tambahan dalam persidangan yang dilakukan Junta Militer. Suu Kyi dinyatakan bersalah karena melanggar aturan sewa helikopter bagi seorang pejabat negara. Sebelumnya, Suu Kyi sudah dijatuhi pidana ada 14 jenis kejahatan.

Selama masa persidangan, media massa dilarang meliput seluruh rangkaian persidangan yang dijalani Aung San Suu Kyi. Pengacaranya juga dilarang berhubungan dengan media massa.

Baca juga: Melemahnya Junta Myanmar, Momen Pas ASEAN Orkestrasikan Solusi Konflik

Aung San Suu Kyi menjalani penahanan rumah sejak Juni 2022 lalu dipindahkan ke tahanan seorang diri di penjara di Ibukota Nay Pyi Taw. Suu Kyi dan sebagian besar anggota partainya sebanyak 16.600 orang ditahan Tatmadaw. Hingga kini masih ada 13.000 orang ditahan.

Pada pekan ketiga Desember 2022, Dewan Keamanan PBB menyerukan diakhirinya kekerasan di Myanmar dan pembebasan seluruh tahanan politik. China dan Rusia abstain dari pemungutan suara tersebut dan tidak menggunakan veto untuk membatalkan resolusi Dewan Keamanan PBB.

Aung San Suu Kyi yang meraih Nobel Perdamaian tahun 1991 pernah dipuja – puja sebagai simbol penegakan Hak Asasi Manusia.

Namun, reputasi Suu Kyi jatuh di tahun 2017 karena dianggap mendiamkan persekusi yang dilakukan Tatmadaw terhadap etnis Rohingya di Negara Bagian Rakhine yang berbatasan dengan Bangladesh. Sejak itu jutaan warga Rohingya mengungsi di dalam dan keluar negeri.

Kekerasan terhadap Rohingya menjadi salah satu fokus penyelidikan genosida Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) demikian pula kekerasan yang terus menimpa Rohingya di dalam negeri dan di pengungsian di Bangladesh dekat Kota Cox's Bazaar.

Warga Rohingya yang dulu dipersekusi Tatmadaw, kini direkrut untuk menjadi tentara pemerintah. Banyak dari mereka yang melarikan diri karena terjebak dalam situasi yang sulit antara kekejaman Tatmadaw dan serangan balik kelompok anti pemerintah Myanmar.

Syed bukan nama asli, berbicara di Cox's Bazaar, Senin (23/9/2024), dirinya melarikan diri lagi setelah sempat pulang ke Arakan. Di sana dia dipaksa ikut wajib militer oleh Tatmadaw untuk melawan pasukan perlawanan Arakan Army.

“Orang menderita setiap hari. Banyak yang kelaparan dan mati karena lapar. Semua orang berusaha menyelamatkan nyawa sendiri,” kata Syed.

Pasukan Arakan Army berusaha mendirikan negara otonom di Provinsi Arakan melawan pemerintah pusat Myanmar.

Syed dan warga Rohingya yang terkena wajib militer, dipaksa bekerja menjadi kuli panggul, menggali parit pertahanan, dan menyediakan air bagi prajurit–prajurit Tatmadaw.

“Mereka tidak memberikan pelatihan dasar militer bagi kami orang Rohingya. Para prajurit tinggal di kantor – kantor polisi, Mereka tidak turun ke lapangan,” kata Syed.

Ketika dipaksa berpatroli ke perkampungan Muslim, Syed pun melarikan diri. Dia menuju perbatasan dan menyeberang ke Bangladesh. Dalam sebulan terakhir ada 14.000 pengungsi Rohingya meninggalkan Arakan memasuki Bangladesh.

Myanmar yang penduduknya mayoritas penganut agama Buddha berada dalam kekacauan sejak kudeta tahun 2021 ketika Junta Militer berkuasa. Mereka mendapat perlawanan dari kelompok pro demokrasi dan milisi – milisi berbasis etnis yang menguasai daerah perbatasan Myanmar dengan Thailand – China – India – Bangladesh. (kompas.id/reuters/afp)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved