Berita NTT

BKSDA NTT Jelaskan Perihal Taman Nasional Mutis Timau 

Kami meyakinkan seluruh masyarakat Timor bahwa kami tidak merusak Taman Nasional Mutis ini seperti yang digembar-gemborkan

Penulis: Irfan Hoi | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/HO-DOK
Mantan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa saat mengunjungi Taman Nasional Mutis di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) beberapa waktu lalu. Tempat itu sebelumnya berstatus Cagar Alam.  

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG - BKSDA NTT menjelaskan perihal pengelolaan Taman Nasional Mutis Timau di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). 

Kepala BKSDA NTT Arief Mahmud mengatakan, Taman Nasional itu terdiri dari dua fungsi kawasan hutan yaitu hutan lindung Mutis Timau dan Cagar Alam Mutis Timau. 

"Yang menjadi Taman Nasional Mutis Timau itu 80 persen itu adalah hutan lindung kemudian 15 persen iru Cagar Alam. Cagar Alam Mutis Timau ini sebenarnya tidak banyak berubah," kata Arief, Kamis 19 September 2024.

Dalam pengelolaan Taman Nasional itu, kata dia, ada pembagian zonasi. Konsep zonasi itu semacam membagi ruang dalam rumah. Nantinya ada ruang untuk zona inti yang dikelola dengan sangat ketat menyerupai Cagar Alam. 

Baca juga: Dari Cagar Alam ke Taman Nasional, Dirjen KSDAE KLHK Pastikan Pelibatan Masyarakat di Mutis Timau

Dengan perubahan status itu, menurut dia, tetap dijaga seperti Cagar Alam. Kekhawatiran situs sejarah, dia menyebut akan ada zona religi selain zona inti. Situs religi yang ada akan diidentifikasi untuk dipetakan ke zona religi. 

"Nanti akan dilakukan identifikasi, lokasi yang menjadi tempat, situs religi atau situs budaya yang ada di wilayah Taman Nasional, baik itu itu asalnya dari hutan lindung maupun dari Cagar Alam. Akan ditetapkan menjadi zona religi tadi itu," ujarnya. 

Dia menepis, adanya anggapan masyarakat tidak bisa masuk ke situs religi yang ada dalam kawasan. Dengan menjadi Taman Nasional maka masyarakat akan mendapat lebih banyak manfaat dibanding dengan hutan lindung maupun Cagar Alam. 

BKSDA NTT berencana melakukan sosialisasi lebih lanjut ke masyarakat. Dia menegaskan, masyarakat adat dan masyarakat setempat maupun pemerintah akan diajak untuk duduk bersama mengakomodir semua kebutuhan yang ada. 

"Jadi semua kebutuhan masyarakat diakomodir. Namanya zona pemanfaatan tradisional. Bahkan di dalam Taman Nasional, ada kawasan pemukiman masyarakat. Masyarakat tidak akan diusir. Itu jaminannya. Bukan merambah ya. Saya akan menjamin. Maka lokasinya akan dijadikan zona khusus pemukiman," katanya. 

Arief mengatakan, banyak narasi negatif yang dibangun mengenai perubahan status itu. Padahal, ada banyak dampak baik yang diperoleh. Termasuk aturan mengenai tidak boleh ada penambangan dan menebang pohon secara ilegal. 

Menurut dia, NTT dengan paling banyak Taman Nasional harusnya bisa berbangga. Pulau Timor baru pertama yakni Taman Nasional Mutis Timau. Baginya Taman Nasional sangat dihormati dan dijaga dimata dunia. 

"Kami meyakinkan seluruh masyarakat Timor bahwa kami tidak merusak Taman Nasional Mutis ini seperti yang digembar-gemborkan. Itu fitnah," katanya. 

Dia beranggapan, informasi yang disampaikan oleh pihak lain tidak mendasar. Perubahan status itu sebetulnya telah dilakukan dengan kajian ilmiah melibatkan para ahli termasuk akademisi dari Universitas Nusa Cendana atau Undana maupun peneliti dari BRIN. Semua proses itu melibatkan para tokoh dan masyarakat yang terkait. 

Arief mengaku pihaknya keliru karena belum sosialisasi secara menyeluruh. Sehingga, dalam waktu dekat dilakukan sosialisasi lebih masif mengenai hal itu. Semua lapisan masyarakat akan dilibatkan. 

"Nanti kami akan berdialog secara terbuka dengan masyarakat semua. Saya jamin semua situs sejarah akan kita identifikasi dan masyarakat tetap bisa mengakses situs religi, budaya dan kita akan akomodir menjadi zona religi," katanya. 

Bagi masyarakat yang ingin memanfaatkan potensi alam seperti madu dan kayu akan ada mekanisme seperti pembentukan kelompok kemitraan. Hal itu agar pemanfaatan dilakukan dengan legal. 

Adanya Taman Nasional, menurut dia, akan menjamin kepastian pemanfaatan. Berbeda dengan Cagar Alam yang dilarang. Dengan kemitraan maka masyarakat menjadi subyek atau aktor dalam pemanfaatan. (fan) 

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved