Liputan Khusus
Lipsus - Muhammadiyah Tolak Aktivitas Kampanye di Kampus
Saat ini, Universitas Muhammadiyah Kupang tidak mau menerima keputusan itu. Apalagi belum ada juga aturan teknis mengenai keputusan yang ada.
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Rekktor Universitas Muhamadiyah Kupang, Prof. Dr. Zainur Wula menolak keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemanfaatan sarana pendidikan seperti kampus sebagai lokasi kampanye dalam agenda politik seperti Pilkada.
Universitas Muhamadiyah Kupang beralasan ada banyak kepentingan di tempat itu. Apalagi, kampus itu dengan latar belakang dari berbagai suku bangsa dan juga berbeda pandangan antar tiap orang.
"Kalau MK membolehkan, kalau saya, saya kira agak sulit. Kita masih memikirkan banyak kepentingan. Kita lembaga pendidikan seharusnya bebas dari politik praktis. Janganlah dilakukan di situ," kata Rektor Universitas Muhammadiyah Kupang, Prof Zainur Wula, Senin (16/9) kepada Pos Kupang.
Prof Zainur bilang, kampus itu tempat mendidik orang konteks intelektual. Saat ini, Universitas Muhammadiyah Kupang tidak mau menerima keputusan itu. Apalagi belum ada juga aturan teknis mengenai keputusan yang ada.
"Sekarang belum bisa, khususnya di kami. Perlu kehati-hatian membolehkan atau tidak, agar melihat itu," kata dia.
Prof Zainur mengatakan, dia sendiri hingga kini belum menerima petunjuk lebih lanjut dari keputusan yang ada. Karena detail dari keputusan memang belum diberikan ke kampus, termasuk Universitas Muhammadiyah Kupang.
"Secara demokratis perlu dipikirkan. Kita belum tahu detailnya seperti apa, sehingga belum berkomentar banyak," ujarnya.
Dia juga mengaku, keputusan yang ada pun belum diberikan oleh penyelenggara pemilu ke pihaknya. Pastinya, kata dia, dirinya akan mempelajari keputusan itu jika sudah diserahkan untuk melihat dampak baik dan buruknya.
Putusan MK Nomor 69/PUU-XXII/2024 menyatakan kampanye pilkada boleh dilakukan di perguruan tinggi asalkan telah mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi tersebut, serta hadir tanpa atribut kampanye.
Pada putusan itu, MK mengabulkan seluruh permohonan uji materi Pasal 69 huruf i Undang-Undang Pilkada, yang diajukan dua orang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yakni Sandy Yudha Pratama Hulu dan Stefanie Gloria. (fan)
Sandy Yudha Pratama Hulu, menilai kampanye calon kelapa daerah di lingkungan akademik tidak akan menganggu independensi kampus. Kampanye itu juga tidak bertujuan menghadirkan politik praktis di lingkungan kampus.
"Mahasiswa tidak berpolitik praktis. Bapak ibu dosen tidak berpolitik praktis. Kami akan menguji secara profesional. Tidak ada kepentingan politik tertentu," kata Sandy dalam webinar bertajuk 'Kampanye di Kampus dan Optimalisasi Politik Gagasan’ yang digelar Consid, Senin (16/9).
Sandy merupakan salah satu pemohon perkara Nomor 69/PUU-XXII/2024 tentang Kampanye Kepala Daerah di dalam Perguruan Tinggi.
Ia dan Stefanie Gloria mengajukan permohonan uji materi Pasal 69 huruf i Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015. Pasal tersebut berisi larangan menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan dalam kampanye pemilihan kepala daerah.
Sandy mengatakan, maksud kampanye di dalam kampus yaitu memberikan ruang calon kepala daerah untuk adu gagasan. Gagasan itu akan diuji secara rasional oleh sivitas akademika.
Kampanye juga bukan rapat akbar atau rapat partai. Kampanye dilakukan tanpa membawa atribut. Pun harus mendapatkan izin dari kampus bila ingin melakukan kampanye.
Selain itu, kampanye bukan dijadikan ajang untuk menyampaikan narasi bersifat destruktif, seperti politik identitas.
"Kami tak ingin ada politik identitas, primordialisme, dan sensasi miskin gagagan. Hal ini berbahaya karena akan menimbulkan efek post truth yang diamini publik sebagai suatu keberanra," kata Sandy.
Hadir Tanpa Atribut
Permohonan Sandy dan Stefany disambut MK dengan mengetuk palu dan mengabulkan permohonan keduanya. Sehingga, kampanye Kepala Daerah bisa dilakukan di dalam Perguruan Tinggi. Hal itu tertuang di dalam Putusan MK Nomor 69/PUU-XXII/2024 tentang Kampanye Kepala Daerah di dalam Perguruan Tinggi.
Majelis hakim menyatakan frasa "tempat pendidikan" dalam norma Pasal 69 huruf i bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Aturan itu juga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
"Sepanjang tidak dimaknai dikecualikan bagi perguruan tinggi yang mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi atau sebutan lain, dan (peserta kampanye) hadir tanpa atribut kampanye pemilu," kata Hakim Konstitusi, M. Guntur Hamzah, dikutip dari laman resmi MK.
Dalam pertimbangannya, Guntur Hamzah, mengatakan konstruksi norma Pasal 22E ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 tidak hanya sekadar dibaca pemilu untuk memilih anggota dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan daerah, presiden dan wakil presiden, dan dewan perwakilan rakyat daerah. Pemilu juga harus dimaknai termasuk di dalamnya pemilihan kepala daerah.
"Berkenaan dengan hal tersebut, salah satu tahapan pemilu dan pemilihan kepala daerah yang dapat dinilai memiliki kesamaan adalah penyelenggaraan kampanye," kata Guntur.
Berdasarkan amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada tanggal 15 Agustus 2023, kampanye di tempat pendidikan dapat dikecualikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu.
Berdasarkan kutipan pertimbangan hukum tersebut di atas, Guntur melanjutkan, pengecualian terhadap larangan kampanye di kampus dimaksudkan untuk memberi kesempatan civitas akademika menjadi penyelenggara kampanye pemilu untuk mendalami visi, misi, dan program kerja yang ditawarkan calon.
Menurut Guntur, karena substansi yang dimohonkan para Pemohon pada pokoknya sama dengan substansi Perkara Nomor 65/PUU-XXI/2023, tidak ada keraguan bagi Mahkamah untuk memberlakukan pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-XXI/2023 secara mutatis mutandis terhadap permohonan a quo. Selain itu, pemberlakuan secara mutatis mutandis tidak dapat dilepaskan dari keberlakuan prinsip erga omnes.
Buatkan PKPU
Menanggapi putusan tersebut, mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Ilham Saputra meminta KPU segera membentuk peraturan KPU (PKPU) dan aturan teknis lainnya terkait dengan kampanye pemilihan kepala daerah (pilkada) di perguruan tinggi.
Hal ini disampaikan Ilham lantaran ada putusan MK Nomor 69/PUU-XXII/2024 yang menyatakan kampanye pilkada boleh dilakukan di perguruan tinggi asalkan telah mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi tersebut, serta hadir tanpa atribut kampanye.
"Jangan sampai nanti seperti pengalaman sebelumnya, KPU tidak atau terlambat mengeksekusi putusan MK sehingga kampanye yang dilakukan di kampus menjadi persoalan ketika PKPU dan aturan teknisnya belum ada," kata Ilham dalam webinar, Senin (16/9).
Ilham berpandangan, PKPU dan aturan teknis mengenai kampanye pilkada di kampus penting dikeluarkan sebagai panduan supaya tidak ada perbedaan persepsi, baik di antara penyelenggara pemilu, peserta pilkada, pihak kampus, maupun masyarakat.
Ia pun mendorong lembaga penyelenggara pemilu itu segera menyosialisasikan PKPU dan aturan teknis terkait kepada masyarakat.
Menurut Ilham, bimbingan teknis juga harus segera dilakukan oleh KPU RI kepada KPU provinsi dan kabupaten/kota supaya tidak muncul perbedaan pendapat terhadap pelaksanaan kampanye.
"Saya kira tataran teknis dan PKPU ini juga harus segera disosialisasikan kepada masyarakat dan kontestan pilkada karena saya khawatir, jika ini tidak disosialisasikan dengan baik, nanti ada pemahaman terhadap putusan MK ini yang berbeda satu sama lain," kata Ilham.
"Ini perlu diatur sedemikian rupa, bagaimana bentuk izinnya? bagaimana kemudian nanti para kontestan pilkada bisa melakukan kampanye di tempat pendidikan, di kampus?" ucap Ketua KPU RI periode 2021–2022 itu.
Tak Boleh Bias
Kita mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan kampanye Pilkada di kampus. Namun, putusan tersebut harus diikuti aturan kampanye yang harus berorientasi politik dan dialektika gagasan.
Saya mengapresiasi adanya putusan MK Nomor 69 Tahun 2024 karena telah membuka ruang politik gagasan menjadi lebih luas dan substantif. Namun, putusan MK juga harus diikuti dengan pengaturan dalam Peraturan KPU. Hadirnya kampanye di kampus yang memang benar-benar berorientasi pada politik dan dialektika gagasan.
Kampus harus berimbang serta memberikan kesempatan yang adil setara dan sama kepada semua peserta pilkada. Kampus tidak boleh bias, kampus tidak boleh berpolitik praktis atau menjadi alat politik Paslon atau kelompok politik tertentu.
Ini yang harus dipastikan di dalam Peraturan KPU bahwa kampanye di kampus bukan berarti tanpa nilai tanpa prinsip-prinsip yang harus dipenuhi. Prinsip yang paling utama kampanye di kampus harus seizin penanggung jawab perguruan tinggi tanpa ada atribut dan memperlakukan secara adil setara semua peserta pemilu serta berorientasi pada politik dan berdialektika gagasan.
Kampus dengan segala sumber daya dan kepakarannya merupakan wadah yang tepat untuk menguji visi dan misi program Paslon. Kupas tuntas gagasan Paslon bersama civitas akademika kampus bisa jadi instrumen bagi pemilih untuk memastikan pemimpin yang terukur kapasitas dan arah kebijakannya.
Dengan debat terbuka pasangan calon, KPU bisa menggandeng untuk optimalisasi pencapaian tujuan debat publik atau debat terbuka antar pasangan calon ini.
Kampus kan punya sumber daya kepakaran keilmuan dari berbagai cabang yang bisa dioptimalkan untuk membedah visi misi dan gagasan para calon.
Paslon Pilkada harus berani diuji gagasannya di kampus untuk memastikan visi misi. Dan programnya benar-benar dapat menjawab permasalahan di suatu daerah secara tepat. Serta menunjukkan kepada publik bahwa mereka dapat diandalkan untuk kepemimpinan daerah, bukan sekadar bermodal kekuatan politik tapi juga mumpuni dari sisi kapasitas dan visi pembangunan daerah.
Selain itu, KPU perlu melibatkan kampus terutama di daerah bercalon tunggal agar dukungan mayoritas yang di dapat calon tunggal juga berbanding lurus dengan kapasitas dan kompetensi Paslon dalam memimpin. (fan/kompas.com/tempo.co/ant/okezone.com)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.