Liputan Khusus
Lipsus - Muhammadiyah Tolak Aktivitas Kampanye di Kampus
Saat ini, Universitas Muhammadiyah Kupang tidak mau menerima keputusan itu. Apalagi belum ada juga aturan teknis mengenai keputusan yang ada.
Kampanye juga bukan rapat akbar atau rapat partai. Kampanye dilakukan tanpa membawa atribut. Pun harus mendapatkan izin dari kampus bila ingin melakukan kampanye.
Selain itu, kampanye bukan dijadikan ajang untuk menyampaikan narasi bersifat destruktif, seperti politik identitas.
"Kami tak ingin ada politik identitas, primordialisme, dan sensasi miskin gagagan. Hal ini berbahaya karena akan menimbulkan efek post truth yang diamini publik sebagai suatu keberanra," kata Sandy.
Hadir Tanpa Atribut
Permohonan Sandy dan Stefany disambut MK dengan mengetuk palu dan mengabulkan permohonan keduanya. Sehingga, kampanye Kepala Daerah bisa dilakukan di dalam Perguruan Tinggi. Hal itu tertuang di dalam Putusan MK Nomor 69/PUU-XXII/2024 tentang Kampanye Kepala Daerah di dalam Perguruan Tinggi.
Majelis hakim menyatakan frasa "tempat pendidikan" dalam norma Pasal 69 huruf i bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Aturan itu juga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
"Sepanjang tidak dimaknai dikecualikan bagi perguruan tinggi yang mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi atau sebutan lain, dan (peserta kampanye) hadir tanpa atribut kampanye pemilu," kata Hakim Konstitusi, M. Guntur Hamzah, dikutip dari laman resmi MK.
Dalam pertimbangannya, Guntur Hamzah, mengatakan konstruksi norma Pasal 22E ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 tidak hanya sekadar dibaca pemilu untuk memilih anggota dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan daerah, presiden dan wakil presiden, dan dewan perwakilan rakyat daerah. Pemilu juga harus dimaknai termasuk di dalamnya pemilihan kepala daerah.
"Berkenaan dengan hal tersebut, salah satu tahapan pemilu dan pemilihan kepala daerah yang dapat dinilai memiliki kesamaan adalah penyelenggaraan kampanye," kata Guntur.
Berdasarkan amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada tanggal 15 Agustus 2023, kampanye di tempat pendidikan dapat dikecualikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu.
Berdasarkan kutipan pertimbangan hukum tersebut di atas, Guntur melanjutkan, pengecualian terhadap larangan kampanye di kampus dimaksudkan untuk memberi kesempatan civitas akademika menjadi penyelenggara kampanye pemilu untuk mendalami visi, misi, dan program kerja yang ditawarkan calon.
Menurut Guntur, karena substansi yang dimohonkan para Pemohon pada pokoknya sama dengan substansi Perkara Nomor 65/PUU-XXI/2023, tidak ada keraguan bagi Mahkamah untuk memberlakukan pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-XXI/2023 secara mutatis mutandis terhadap permohonan a quo. Selain itu, pemberlakuan secara mutatis mutandis tidak dapat dilepaskan dari keberlakuan prinsip erga omnes.
Buatkan PKPU
Menanggapi putusan tersebut, mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Ilham Saputra meminta KPU segera membentuk peraturan KPU (PKPU) dan aturan teknis lainnya terkait dengan kampanye pemilihan kepala daerah (pilkada) di perguruan tinggi.
Hal ini disampaikan Ilham lantaran ada putusan MK Nomor 69/PUU-XXII/2024 yang menyatakan kampanye pilkada boleh dilakukan di perguruan tinggi asalkan telah mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi tersebut, serta hadir tanpa atribut kampanye.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.