Berita NTT

Kerukunan Antar Masyarakat di Provinsi NTT Jadi Contoh Secara Nasional Hingga Dunia

Kerukunan itu merupakan prestasi dan contoh baik yang ada di NTT. Indonesia dengan keragamannya perlu model yang dibuat khusus.

Penulis: Irfan Hoi | Editor: Edi Hayong
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
Foto bersama peserta sarasehan Penggerak Komunitas klaster Kupang kerja sama ICRS, KIJ UIN Sunan Kalijaga dan Leimena Institute dalam acara "Katong Semua Basodara" di Hotel Aston Kupang. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Kerukunan antar masyarakat di Provinsi NTT menjadi contoh secara nasional hingga dunia.

Kerukunan itu merupakan prestasi dan contoh baik yang ada di NTT. Indonesia dengan keragamannya perlu model yang dibuat khusus.

"Kita memiliki banyak modalitas dan begitu banyak tradisi baik. Itu perlu dikuatkan dan ditulis sehingga menjadi pengetahuan bersama, dan praktik bukan saja untuk Indonesia tapi untuk dunia. Nanti saya akan mempresentasikan hasilnya di Jenewa dan New York," Prof Dr Siti Ruhaini Dzuhayatin, MA Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden RI, Senin 29 Juli 2024.

Prof Siti Ruhaini mengatakan itu ketika acara sarasehan Penggerak Komunitas klaster Kupang kerja sama ICRS, KIJ UIN Sunan Kalijaga dan Leimena Institute dalam acara "Katong Semua Basodara" di hotel Aston Kupang.

Ia mengatakan, itu merupakan mutiara toleransi yang selama ini banyak orang belum ketahui. Lewat agenda itu maka ada bagian-bagian yang diserap dan dikembangkan bersama, lebih khusus kerukunan.

Persoalan ujaran kebencian dan masalah lainnya saling berhimpitan. Agama, kata dia, sering digunakan sebagai titik luapan kemarahan. Oleh sebab itu, agama harus dikembalikan ke kehidupan masyarakat yang memiliki kearifan tersendiri.

Baca juga: Tingkatkan Kerukunan Umat, Kantor Kemenag TTS Gelar Dialog Kerukunan dan Moderasi Umat Katolik

Sisi lain, kehadiran negara juga menjadi penting. Pejabat negara harus hadir dengan mengedepankan sikap amanah. Korupsi yang kerap terjadi, baginya itu keingkaran terhadap amanat yang diberikan.

"Bahwa negara pemerintah itu sebetulnya harus menjaga, menyemen perbedaan agar menjadi kuat. Runtuhnya itu karena semen kebijakan negara seringkali kemudian di korupsi, ada sentimen politis. Harus dikuatkan," ujarnya.

Hendaknya lahirnya suatu kebijakan yang ada agar melibatkan masyarakat. Persoalan keagamaan menjadi hak tiap masyarakat. Tugas negara, ujar dia, sebagai perekat antar perbedaan itu.

Menurut dia, alat perekat itu bisa berbentuk pendidikan, ekonomi dan keadilan maupun kesempatan lainnya yang sama di semua orang.

Dengan menggali model keragaman lewat tulisan ini, maka akan memuat berbagai pengalaman dan cerita kerukunan umat beragama di NTT.

"Inilah yang seharusnya sangat otentik. Inilah hal nyata sehingga hal otentik secara faktual itu lebih dikenal daripada secara virtual," kata dia.

Baca juga: Bupati Edi Endi Ajak Semua Pihak Rawat Kerukunan di Manggarai Barat

Dengan begitu maka jarak antara hal faktual dan virtual bisa didekatkan. Masyarakat akan kembali kepada kehidupan sesungguhnya dan saling menghargai perbedaan. Hal itu sejalan cita-cita terdahulu sejak Indonesia ini mulai merdeka.

Prof Siti Ruhaini mengajak publik agar tidak lagi berdebat tentang perbedaan keyakinan. Kehidupan bersama dengan aman dan nyaman atau toleransi, bukan hal baru. Menurut dia, itu merupakan kehidupan Masyarakat Indonesia.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved