Pemilu 2024

Hasil Pleno KPU Pascaputusan MK: 8 Parpol Berhak Menempatkan Wakilnya di DPR, PDIP Suara Terbanyak

Efektivitas pemerintahan Prabowo-Gibran tetap menjadi tantangan pemerintahan mendatang meski jumlah parpol di DPR berkurang.

Editor: Agustinus Sape
TANGKAPAN LAYAR YOUTUBE/KPU RI
Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin dalam rapat pleno rekapitulasi ulang nasional, pasca putusan MK RI, di kantor KPU RI, Minggu (28/7/2024). 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Rapat pleno penetapan hasil penghitungan perolehan suara hasil Pemilu 2024 pascapelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi oleh Komisi Pemilihan Umum memastikan dari 18 parpol peserta Pemilu 2024, ada delapan parpol yang berhak menempatkan wakilnya di DPR RI. Dari delapan parpol tersebut, PDIP dinyatakan sebagai peraih suara terbanyak dan pemenang Pemilu Legislatif 2024.

Meski jumlah partai politik di parlemen tak sebanyak periode sebelumnya, yakni sembilan parpol, pemerintahan presiden-wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tetap dihadapkan pada tantangan mewujudkan pemerintahan yang efektif. Hal ini karena, salah satunya, parpol pendukung utama Prabowo-Gibran, yakni Gerindra, tak memenangi pemilihan legislatif.

Rapat pleno KPU di Gedung KPU, Jakarta, Minggu (28/7/2024), menetapkan PDIP sebagai peraih suara terbanyak di Pemilu 2024 dengan 25.384.673 suara atau 16,7 persen dari total suara sah nasional sebanyak 151.793.293 suara.

Di urutan kedua, Partai Golkar meraih 23.208.488 suara, kemudian Gerindra memperoleh 20.071.345 suara.

Di urutan selanjutnya adalah Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Baca juga: Sufmi Dasco Ahmad Heran Sekjen PDIP Tak Nyaman dengan Perolehan Suara Partai Gerindra

Sementara Partai Persatuan Pembangunan gagal masuk ke parlemen karena suaranya tak lolos ambang batas parlemen yang besarnya 4 persen. Raihan suara PPP 5.878.708 suara (3,87 persen). Di luar PPP, sembilan parpol lain peserta Pemilu 2024 meraih kurang dari 5 juta suara sah nasional.

Rapat pleno tersebut digelar KPU setelah putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan 44 dari 297 gugatan sengketa Pileg 2024. MK mengabulkan 44 gugatan itu dengan beragam putusan, mulai dari pemungutan suara ulang, penghitungan suara ulang, rekapitulasi suara ulang, atau penetapan hasil pileg berdasarkan temuan MK.

Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin menyatakan, hasil rekapitulasi tersebut telah ditetapkan dalam Keputusan KPU RI Nomor 1050 Tahun 2024, tentang perubahan atas Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum (Pemilu).

"Menetapkan perubahan hasil pemilihan umum anggota dewan perwakilan rakyat secara nasional dalam Pemilu 2024," kata Afif dalam rapat pleno rekapitulasi ulang nasional, pasca putusan MK RI, di kantor KPU RI.

Berdasarkan keputusan terbaru itu, terjadi perubahan hasil Pileg DPR RI 2024 untuk beberapa daerah pemilihan (Dapil).

Adapun beberapa di antaranya yakni Dapil Jawa Timur IV, Banten II, Kalimantan Timur, serta terjadi pada Pileg DPD RI untuk dapil Sumatera Barat.

Selain itu, terdapat perubahan hasil Pileg DPRD Provinsi untuk wilayah Aceh, Riau, Jambi, DKI Jakarta, Gorontalo, Papua, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya.

Perubahan hasil juga terjadi pada Pileg DPRD Kabupaten/Kota di Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Samosir, Kabupaten Nias Selatan, dan Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Rokan Hulu.

Kemudian juga Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kota Dumai, Kabupaten Lahat, Kabupaten Bengkulu Tengah, Kota Cirebon, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kabupaten Bangkalan, dan Kabupaten Jember.

Selanjutnya yakni, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Sintang, Kabupaten Sekadau, Kota Tarakan, Kabupaten Donggala, Kabupaten Banggai Kepulauan, dan Kabupaten Gorontalo.

Tak hanya itu, beberapa perubahan juga terjadi untuk DPRD Kabupaten Maluku Tengah, Kota Ternate, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Nduga, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lanny Jaya, dan Kota Sorong.

"Hasil Pemilihan Umum sebagaimana dimaksud dalam diktum kesatu sampai dengan diktum keempat ditetapkan pada hari Minggu tanggal 28 bulan Juli tahun 2024 pukul 17.44 WIB," ucap Afifuddin.

Baca juga: Gagal di Pemilu 2024, Kini PPP Bujuk Golkar agar Bisa Bersama Prabowo-Gibran

Berikut hasil perolehan suara partai politik berdasarkan hasil rekapitulasi ulang tingkat nasional pada Pemilu 2024, pasca-putusan MK atas rangkaian sengketa Pileg 2024:

1. PDIP 25.384.673 suara

2. Golkar 23.208.488 suara

3. Gerindra 20.071.345 suara

4. PKB 16.115.358 suara

5. Nasdem 14.660.328 suara

6. PKS 12.781.241 suara

7. Demokrat 11.283.053 suara

8. PAN 10.984.639 suara

9. PPP 5.878.708 suara

10. PSI 4.260.108 suara

11. Perindo 1.955.131 suara

12. Partai Gelora 1.282.000 suara

13. Hanura 1.094.591 suara

14. Partai Buruh 972.898 suara

15. Partai Ummat 642.550 suara

16. PBB 484.487 suara

17. Garuda 406.884 suara

18. PKN 326.803 suara

Mengelola koalisi

Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies Arya Fernandes mengatakan, meski jumlah parpol di DPR pada 2024-2029 lebih sedikit dibandingkan periode sebelumnya, hal itu tak menjamin akan meningkatkan efektivitas jalannya pemerintahan mendatang.

Salah satunya karena partai pendukung utama Prabowo-Gibran, yakni Partai Gerindra, tak menjadi parpol pemenang pileg. Hal ini berbeda dengan tiga pemilu sebelumnya ketika presiden berasal dari parpol pemenang pileg.

Pada 2009, misalnya, Partai Demokrat menjadi partai pemenang pileg dan Susilo Bambang Yudhoyono menjadi presiden pada periode keduanya.

Lalu, pada 2014 dan 2019, PDIP menjadi partai pemenang dan Joko Widodo sebagai presidennya.

”Sekarang, partai pendukung utama presiden tidak menjadi partai pemenang karena Gerindra hanya berada di urutan ketiga. Situasi tersebut tentu memengaruhi cara Gerindra dalam mengelola koalisinya,” ujar Arya.

Hal lain yang menjadi tantangan Prabowo ke depan, lanjut Arya, ialah komposisi koalisinya, Koalisi Indonesia Maju (KIM), dengan raihan kursi di DPR diperkirakan hanya 48,09 persen dari total kursi DPR, 575 kursi.

Situasi ini diprediksi bakal mendorong Prabowo menambah dukungan politik di parlemen untuk menjaga efektivitas pemerintahannya. Jika melihat sejak 2004, dukungan politik di parlemen pada pemerintahan bisa di atas 60 persen.

Situasi saat ini belum tentu mirip dengan 2004. Pada 2004, Yudhoyono menjadi presiden dan Golkar keluar sebagai pemenang pemilu legislatif. Golkar lantas memutuskan untuk bergabung ke pemerintahan Yudhoyono.

”Situasi 2024, PDIP meraih suara terbesar, tetapi kemungkinan akan memilih jalan berbeda. Tetapi, saya juga belum tahu karena belum ada keputusan dari PDIP. Yang ingin saya katakan bahwa mungkin kalau nanti PDIP memilih menjadi partai oposisi, ini tentu akan memperkuat fungsi kontrol juga. Karena bagaimanapun, PDIP punya perolehan kursi terbesar di DPR,” tuturnya.

Ia mengingatkan, menjadi oposisi atau penyeimbang merupakan keniscayaan dalam demokrasi. Pilihan itu juga merupakan pilihan terhormat dan baik dalam pembangunan demokrasi karena setiap kebijakan dari pemerintah akan diuji oleh pendapat atau perspektif yang berbeda.

Selain itu, presiden terpilih tidak perlu khawatir dengan adanya oposisi karena eksekutif memiliki kekuatan yang besar dalam pembentukan undang-undang. Presiden bisa memveto undang-undang hingga mengusulkan undang-undang.

Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi meminta publik untuk menunggu format, struktur, dan posisi partai pemerintah dan partai yang berada di luar pemerintah setidaknya sampai awal pembentukan kabinet, Oktober mendatang. Sebab, tak tertutup kemungkinan anggota KIM akan bertambah dari partai lain.

Menurut Viva, upaya untuk memperbesar koalisi pemerintah merupakan hal yang logis agar suara partai pemerintah menjadi mayoritas di DPR. Hal itu sangat diperlukan agar stabilitas politik terjaga dan program-program pemerintah bisa berjalan dengan baik.

”Kalau stabilitas politik terjaga, tentunya akan dapat menumbuhkan perekonomian nasional sehingga target-target pemerintah mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta kesejahteraan rakyat bisa terpenuhi,” tambahnya.

Ia tidak sependapat dengan kekhawatiran sejumlah pihak bahwa kekuatan koalisi parpol pendukung pemerintah yang besar bisa menggerus fungsi pengawasan DPR. Sebab, fungsi kontrol bukan hanya tugas partai di luar pemerintah, melainkan juga partai pendukung pemerintah di DPR.

”Partai di dalam pemerintah juga menjalankan fungsi kontrol sebagai salah satu fungsi konstitusional anggota DPR. Jadi, kalau itu yang terjadi, saya rasa bagus untuk pertumbuhan demokrasi,” katanya.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved