Wawancara Eksklusif
Wawancara Mantan Kabareskrim Ito Sumardi: Hubungan Peggy dengan Sudirman Patut Dicurigai
Di media sosial beredar video Peggy yang sebelum sidang praperadilan mengatakan bahwa dia tidak sama sekali mengenal para tersangka.
POS-KUPANG.CO, JAKARTA - Komjen Pol (Purn) Drs. Ito Sumardi Djunisanyoto menyoroti pernyataan Peggy Setiawan yang awalnya tidak mengenal para terpidana kasus Vina, berubah sikapnya setelah putusan praperadilan.
Di media sosial beredar video Peggy yang sebelum sidang praperadilan mengatakan bahwa dia tidak sama sekali mengenal para tersangka.
Namun kemudian Peggy mengaku mengenali Sudirman, temannya di masa Sekolah Dasar (SD).
“Sebelum praperadilan kan tidak diakui. Kemudian putuslah sidang peradilan bahwa Polda dalam hal ini telah salah tangkap atau error in persona,” kata Ito dalam podcast di Kantor Tribun Network, Jakarta, Kamis (25/7/2024).
Ito tidak bermaksud menyalahkan keputusan hakim praperadilan tetapi pernyataan Peggy tersebut patut dicurigai.
“Tapi itu hak-hakim ya, tiba-tiba pada saat selesai peradilan menang muncul lagi video yang mengatakan bahwa Peggy Setiawan itu kenal tersangka termasuk Sudirman,” urainya.
Setelah sidang praperadilan, Peggy menunjuk tersangka Sudirman yang merupakan temannya semasa kecil.
“Ini sesuatu yang janggal tapi kan saya tidak bisa menilai pengadilan di sini kan,” imbuh Ito.
Dia mengatakan, ada Komisi Yudisial dan mungkin instasi lain yang bisa melihat termasuk masyarakat. “Kita harus jujurlah," tandasnya.
Berikut petikan wawancara eksklusif Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan Ito Sumardi.
Sebagai mantan reserse kawakan atau mbahnya reserse bisa cerita dalam pandangan Pak Ito sekarang ini seorang terpidana sudah bebas yaitu Saka Tatal mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Cirebon. Atas dasar pencabutan pengakuan dari para sejumlah saksi dan juga para narapidana yang lain. Bagaimana menurut Pak Ito?
Saya kira kita perlu sepakat dulu saat ini yang ingin dibuktikan adalah adanya keadilan dan kebenaran.
Kita harus sepakat dulu tanpa melalui satu rekayasa atau framing baik melalui media ataupun opini masyarakat. Masyarakat perlu tahu bahwa peninjauan kembali itu adalah merupakan hak daripada seorang yang telah mendapatkan keputusan pengadilan yang bersifat inkrah.
Itu adalah ruang hukum yang disiapkan dalam sistem peradilan di negara kita. Syaratnya adalah harus ada novum baru karena novum yang lama itu kan sudah digunakan sampai dia mendapatkan keputusan inkrah.
Nah kemudian bergulirnya kasus ini melalui Saka Tatal saat ini. Itu adalah selain daripada yang bersangkutan mendapatkan pendampingan hukum.
Tentu para penasihat hukumnya yakin bahwa yang bersangkutan tidak bersalah, keyakinan itu kan boleh-boleh saja, itu hak setiap orang. Demikian pula yang akan diuji nanti di PK ini adalah keyakinan hakim yang memutuskan dari tiga tingkat peradilan dan sampai dengan bahkan grasi Bapak Presiden.
Oleh karena itu apa-apa yang merupakan novum baru harus bisa dipertanggungjawabkan di depan hakim. Apakah ini mempunyai nilai atau tidak. Karena tidak punya nilai ya percuma tidak ada artinya sama sekali, kasus ini kan sudah bergulir 8 tahun yang lalu tiba-tiba menjadi heboh sekarang setelah ada penayangan film.
Kemudian secara liar kasus ini bergulir lagi dengan ditetapkannya saudara Pegi Setiawan sebagai tersangka yang akhirnya di praperadilan kemudian dari pihak penyidik kalah.
Tentunya ini pun perlu mendapatkan sesuatu apa namanya penilaian dari masyarakat karena di media sosial beredar video saudara Peggy Setiawan yang sebelum sidang praperadilan mengatakan bahwa dia itu sama sekali tidak mengenal para tersangka.
Tujuh narapidana itu dia tidak mengenal sama sekali meskipun salah satu di antaranya yang menunjuk Peggy Setiawan itu adalah temannya tapi sebelum peradilan kan tidak diakui.
Kemudian putuslah sidang peradilan bahwa Polda dalam hal ini telah salah tangkap atau error in persona kemudian juga ada digunakan peraturan Kapolri yang sebenarnya sudah tidak berlaku.
Tapi itu hak-hakim ya, tiba-tiba pada saat selesai peradilan menang muncul lagi video yang mengatakan bahwa Peggy Setiawan itu kenal tersangka-tersangka termasuk Sudirman.
Peggy menunjuk tersangka Sudirman nah ini kan sesuatu yang janggal tapi kan saya tidak bisa menilai pengadilan di sini kan.
Ada Komisi Yudisial dan mungkin ada instasi lain yang bisa melihat termasuk masyarakat. Kita harus jujurlah ya. Kemudian yang kedua, tiba-tiba setelah 8 tahun ada pengakuan namanya Dede yang mencabut keterangannya di pengadilan 8 tahun yang lalu. Ada peraturan ya kalau memang ada novum yang baru itu harus diajukan setelah 180 hari.
Tentunya hakim juga menilai apakah ini masuk dalam setelah 180 hari atau tidak.
Jadi saya pikir di sini yang perlu diuji apakah yang disampaikan Dede ini bisa dipertanggungjawabkan secara hukum atau tidak bagaimana caranya saat ini kan dikatakan Dede bahwa semua direkayasa oleh Rudiana sehingga Rudiana dilaporkan ke Mabes Polri dengan beberapa orang.
Sebaliknya Rudiana karena merasa dia difitnah, merasa dicemarkan, merasa ada berita bohong disebarkan ke masyarakat. Dia juga melaporkan ke Polda jadi saling melapor tentunya secara logika ya saya kira secara logika dan normatif pengakuan Dede ini harus diuji dulu di pengadilan.
Apakah pengakuannya benar atau tidak sehingga kalau ini diajukan sebagai novum dan diterima oleh hakim saya kira mungkin satu kejanggalan.
Ada orang mengaku bisa saja mengaku apa saja, bicara apa saja tapi kan kita negara hukum. Jadi nanti kalau misalnya terbukti bahwa memang betul yang dikatakan si Dede itu bahwa diarahkan oleh Rudiana tentunya dengan satu penelusuran kembali kronologis kejadian pasti itu akan jadi novum yang sangat kuat.
Menurut saya tapi kalau tidak ya tentunya akan kembali kepada saudara Dede ini bahwa dia bisa ada konsekuensi hukum bahwa dia bisa dikenakan fitnah pencemaran nama baik, penyebaran berita umum media dan sebetulnya dia katakan lebih baik saya dipenjara daripada teman-teman saya dipenjara.
Kalau di dalam sistem hukum kita orang yang sudah dihukum seperti Sengkon dan Karta Itu setelah tiba-tiba ada orang yang mengaku dia adalah pembunuhnya dan setelah dibuktikan betul dia pembunuhnya maka Sengkon dan Karta ini dilepaskan, mendapat rehabilitasi, mendapatkan ganti rugi dari negara.
Ini hal yang tentunya perlu dicermati bukti-bukti yang akan diajukan oleh penasihat hukum Saka Tatal. Saya melihat banyak mengacu kepada bukti-bukti yang sudah digunakan di pengadilan.
Tentu hakim dari PK ini tentunya akan mempertimbangkan apakah bukti-bukti itu sudah masuk dalam keputusannya inkrah atau ada hal-hal yang bisa diangkat sebagai bukti baru itu adalah inginnya kepada hakim.
Saya tidak mengatakan 8 terpidana itu salah karena saya tidak tahu, yang tahu yang melakukan itu hanya Tuhan saja bukan kita.
Tapi janganlah kita mengandai-andai kemudian membuat framing sehingga membuat seolah-olah ini ditujukan sepenuhnya kesalahan pada saat proses penyidikan.
Nah kita sekarang bicara masalah proses penyidikan itu ada dalam penyidikan di dalam peraturan kapori.
Pertama seorang penyidik itu dia harus melakukan penyidikan secara berhati-hati dan cermat. Penyidikan itu terminologinya adalah membuat terang satu perkara dia mengumpulkan alat-alat bukti sesuai dengan pasal 184 ayat 1 baik dari keterangan saksi keterangan terdakwa kemudin saksi ahli dan alat-alat bukti lain yang pendukungnya ada lima.
Jadi kalau setelah dikumpulkan oleh penyidik ini disajikan atau diteruskan ke Jaksa Penuntut Umum setelah diterbitkan surat pemberitahuan dimulai penyidik nanti jaksa menilai apakah ini layak atau tidak untuk dilanjuti.
Jadi tidak bisa seorang penyidik ini memaksa jaksa untuk menerima, itu gak ada ceritanya ya kalau itu namanya satu kejahatan berjamaah.
Kemudian setelah jaksa menerima dia akan memberikan petunjuk namanya P18, P19 sampai dinyatakan lengkap P21 tahap 1. Kemudian diterbitkan P21 tahap 2 yaitu tersangka dan barang bukti selesai tugas penyidik.
Tahun 2016 itu manakala JPU mengatakan bahwa berkas diterima tersangka diterima, barang bukti diterima kemudian setelah itu oleh jaksa dibuatlah rencana penuntutan berdasarkan bukti-bukti ataupun keterangan-keterangan atau terdakwa yang sudah diberikan.
Dia membuat satu resume kesimpulan dari kesimpulan itu jaksa akan memberikan satu pertimbangan hukuman apa yang pantas diberikan kepada calon terdakwa.
Diajukanlah kepada pengadilan di sana jaksa menyampaikan argumentasinya bahwa orang ini terbukti secara sah melakukan satu kejahatan dengan unsur-unsur pidananya apa ancaman hukumannya apa dilihat.
Jadi berat ringannya hukuman itu tergantung daripada Pasal apa yang didakwakan. Nah di sini kenapa 340, karena saat itu banyak orang bertanya-tanya kenapa tidak ditelusuri handphone kan pembunuhan berencana. Kalau pengertian daripada pembunuhan berencana itu bisa dalam waktu lama, bisa dalam waktu segera.
Banyak orang bertanya-tanya kan dari hasil autopsi itu ada namanya sperma Pak Deddy Mulyadi, mantan Bupati Purwakarta itu pun telah mewawancarai orang perempuan yang memandikan Vina.
Ditanya sama Pak Deddy ada rekamannya apakah Vina ini kecelakaan atau pembunuhan, ibu itu mengatakan pembunuhan Pak. Karena banyak luka-luka di badannya dan juga ada sperma.
Saya bertanya kepada ahli autopsi kenapa kok sperma itu tidak ditindaklanjuti. Pak dokter itu bilang pak sperma itu memiliki masa rusaknya dan waktu ditemukan ekshumasi atau penggalian kembali ternyata sperma itu sudah bercampur dengan tanah, bercampur dengan air sehingga tidak bisa diidentifikasi. Oleh karena itu pasal perkosaan tidak dimasukkan di dalam tuntutan.
Banyak orang bertanya kenapa tidak diidentifikasi itu kan bicaranya secara teknis daripada autopsi.
Orang bertanya mengapa Pak Kapolri saat itu tidak lakukan secara Scientific Crime Investigation. Pemahaman saya kalau kita melakukan autopsi itu bagian dari Scientific Crime Investigation. Tentu ini kan masalahnya laporan kepada Bapak Kapolri waktu itu mungkin kurang lengkap.
Sehingga dari sana kemudian setelah dijatuhi hukuman sempat dilakukan perapradilan oleh mereka.
Tapi karena prapradilannya gugur sehingga tiga proses ini sudah dilakukan sampai kasasi. Sampai akhirnya tahun 2019 mengajukan grasi kepada Bapak Presiden namun ditolak semuanya. Sampai muncul sekarang ini drama koreanya.
Jadi secara komprehensif dalam sistem peradilan pidana ini sudah lengkap, sudah selesai tinggal ada satu hukum yaitu PK. Kalau PK misalnya nanti dikabulkan tentunya tergantung jaksa. Jaksa mau PK lagi, PK kan bukan sekali tapi kan ada hal-hal yang harus kita lihat, kita ingin mencari keadilan.
Sebagai mantan polisi saya tidak mau orang yang tidak bersalah dihukum tapi saya juga tidak mau orang yang bersalah tidak dihukum bagaimana haknya orang yang meninggal itu. Kemudian muncul cerita-cerita bahwa Rudiana itu melarang orang untuk mengunjungi kuburannya, namanya siapa.
Saya tidak kenal sama namanya, kata Rudiana, tidak pernah melarang itu kan kuburan-kuburan umum nanti bisa dibuktikan. Terus ada lagi mengatakan bahwa ternyata yang dikubur itu namanya Panji kebetulan Rudiana menyampaikan saya punya kartu keluarga, saya punya akte kelahirannya si Eky. Saya punya juga akte kematiannya si Eky. Ini dari pihak Rudiana.
Kita tidak bicara masalahnya si Vina. Jadi kalau saya lihat ada sesuatu yang mungkin membuat masyarakat menjadi bingung. Jadi lebih baik kita coba berpikir secara objektif jangan subjektif. Kalau subjektif itu kebawa netizen dan sebagainya, wah Pak Ito mantan polisi pasti belain polisi.
Kalau polisi salah kasusnya Pak Sambo, kasusnya Pak Teddy Minasa, berapa kali saya jadi narasumber dan kamilah yang mengatakan ada kejanggalan pada saat kasus Pak Sambo kan bisa saja saya menutup-nutupin. Tapi untuk kasus kini saya coba berpikir secara jernih, secara objektif dan jangan sampai masyarakat itu terbawa kepada opini.
Karena itu juga ada rasa ketidakadilan yang akan dialami oleh keluarganya Eky dan keluarganya Vina.
Nah di sinilah dari proses yang saya sampaikan pengalaman saya sebagai penyidik. Pengalaman saya sebagai praktisi hukum ini saya pakai disini untuk bisa memberikan pencerahan atau edukasi kepada masyarakat.
Sekali lagi bahwa yang kita cari di sini dua. Satu adalah keadilan bagi semua pihak. Yang kedua adalah kebenaran dan harus melalui satu proses serta sesuatu pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Pak Ito kan sebagai mantan polisi punya akses ke mana-mana bisa diceritakan bahwa dari penelusuran awal mulanya bagaimana Pak Rudiana sampai membantu untuk sampai kepada delapan orang tersangka terdakwa?
Satu saya tidak ingin bicara tanpa fakta. Saya tidak ingin bicara hanya berdasarkan opini, asumsi saya.
Pertama Rudiana itu dilaporkan bahwa anaknya Eky itu meninggal karena tabrak lari awalnya setelah beberapa hari diserahkan helmnya dan motornya. Dia tuh bertanya-tanya kok helmnya tidak rusak kemudian motornya juga tidak ada rusak.
Sebagai nalurinya reserse kita jangan bicara narkotik. Naluri reserse dimana dia adalah ayah kandung daripada Eky.
Siapa sih yang mau anaknya meninggal kan dia berusaha mencari keterangan sehingga dia menemukan yang namanya Dede dengan Aep. Dialah yang mengatakan bahwa itu Pak sekarang anaknya lagi kumpul sehingga Rudiana dengan teman-temannya.
Meskipun memang harus diakui waktu itu tanpa surat perintah. Tanpa surat perintah karena dianggap kalau dia harus bikin surat perintah malam itu mungkin orang-orang itu sudah bubar gitu loh.
Jadi dengan inisiatif yang mungkin juga itu dilakukan oleh setiap orang yang kehilangan anggota keluarganya dia amankanlah orang-orang itu.
Kemudian dia menyerahkan kepada penyidik ini fotonya ada. Rudiana menunjukkan di tempat penyidik yang dikatakan bahwa dia menyiksa. Sama sekali dia tidak terlibat di dalam penyidikan.
Dia hanya sebagai saksi pelapor karena anaknya yang meninggal dia saksi pelapor diserahkan penyidikannya kepada penyidik.
Sehingga disini setelah itu Rudiana berpikir ini pasti akan ada yang tidak benar.
Dia minta dilakukan ekshumasi yaitu penggalian mayat kembali setelah kalau gak salah 9 hari dilakukan ekshumasi setelah di sana barulah ahli daripada forensik ini mengatakan adanya kematian yang tidak wajar.
Jadi ada beberapa orang yang mengatakan fakta orang ahli forensik dan sebagainya mengatakan, kenapa dia tidak mengatakan itu karena pembunuhan.
Memang seorang dokter forensik tuh tidak boleh, hanya dua mati dengan wajar atau mati tidak wajar.
Nah mati tidak wajar ini menjadi petunjuk sesuai dengan pasal 184 ayat 1 itu, bagi penyidik untuk melihat, kenapa dia tidak wajar dikumpulkanlah cerita-cerita, dikumpulkanlah keterangan saksi, dikumpulkanlah bukti-bukti analisa dan sebagainya, sampai dengan rekonstruksi, sampai bisa disimpulkan, betul itu merupakan pembunuhan.
Jadi kasus ini yang mengungkap itu adalah dari kecurigaan, karena melihat secara naluri seorang reserse kok anak saya mati helmnya tidak rusak.
Kemudian mati motornya juga katanya tabrak lari tapi motornya tidak rusak. Sehingga di sana ditemukanlah ternyata anak ini tengkoraknya menurut keterangan dari autopsi ya tengkoraknya itu pecah.
Kemudian di belakang ini patah semua badan, kemudian ada sayatan. Nah yang digunakan oleh mohon maaf mungkin ya, salah satu novum surat keterangan daripada seorang dokter di Rumah Sakit Umum Gunung Jati Itu adalah surat keterangan pertama pada saat dilaporkan yang bersangkutan itu tabrak lari.
Pada saat diduga terjadi pembunuhan, barulah dilakukan autopsi, setelah ekshumasi di mana tadi saya katakan yang dikatakan sperma itu sudah rusak sudah tidak bisa lagi dianalisa lagi.
Saya sudah bicara langsung dengan dokter forensik yang saat ini sebagai kepala di rumah sakit polri, yang melakukan autopsi dan saya cari pembanding kepada ada namanya ibu dokter Harsi, Brigjen.
Saya bicara Bu kalau ini bagaimana jadi dari keterangan beliau itu di dalam frame saya sebagai mantan reserse oh pantas tidak dikenakan kasus perkosaan, oh pantas sperma itu tidak bisa ditindaklanjuti.
Nah kalau sudah rusak bagaimana mau ditindaklanjuti. Nah jadi hanya sekarang untuk bagaimana ada dikenakan dakwaan bahwa yang bersangkutan itu atau mereka itu kelompok itu melakukan 340.
Kan harus ada cerita yang kemudian oleh penyidik dibuat dalam satu berita acara, yang kemudian disimpulkan oleh jaksa memang betul terjadi. Apa namanya 340 yaitu pembunuhan berencana.
Hakim pun rupanya setelah mendengarkan itu dan memeriksa ada 20-an saksi lebih yakin bahwa betul terjadi pembunuhan berencana sehingga memutuskan hukuman maksimal.
Sekarang secara logika seorang Rudiana apa mungkin dia bisa mempengaruhi kejaksaan, apa mungkin dia bisa mempengaruhi Polda.
Setelah 3 hari ditangani di Polres, ditarik oleh Pak Kapolda waktu itu, kenapa? Supaya tidak ada conflict of interet karena Rudiana ini kan tugas di Polres, yang mati itu adalah anaknya. Makanya ditariklah ke Polda.
Kan ini satu upaya yang bagus supaya objektif kan, nah kemudian dari sana setelah diproses, pertanyaan saya lagi seorang Rudiana yang pangkatnya masih Iptu bintangnya tinggi waktu itu apa bisa mempengaruhi hakim, apalagi dia menentukan orang-orang yang dia tidak kenal supaya mendapatkan hukuman yang istilahnya merampas masa depan mereka.
Hukuman seumur hidup ini kan merampas masa depan mereka. Apa mungkin seorang Rudiana demikian.
Nah tentunya ini kan harus dibuktikan saya juga tidak mengatakan Rudiana benar, saya juga tidak mengatakan dari mereka ini benar kita uji saja di pengadilan. Jadi saya kira apapun hasil dari pengadilan harus kita hormati.
Kalau memang ketujuh tersangka itu terpidana itu mereka tidak bersalah wajib dilepaskan. Itu adalah merupakan hak asasi manusia. Berarti ada satu sistem penegakan hukum yang mungkin perlu dikaji ulang atau perlu dianalisa kenapa bisa terjadi.
Tapi kalau memang mereka bersalah ya harus menerimalah itu kan. Jadi saya melihat bahwa banyak pendapat yang mungkin menurut saya itu berdasarkan versinya kurang objektif.
Pak Ito tadi menyebut bahwa berdasarkan pengakuan Pak Rudiana dia melakukan pengamanan kepada orang-orang itu 8 orang. Dan ada cerita bahwa sebelum diserahkan kepada reserse umum dia periksa dulu di narkoba. Di situlah kemudian muncul laporan panjang. Berparagraf-paragraf dalam laporan itu seolah-olah Pak Rudiana ini adalah orang yang melihat kejadian itu. Menurut yang Pak Ito ketahui bagaimana?
Rudiana itu kan mendapatkan identitas mereka berdelapan ya. Berdelapan itu kan dari saksi ini kan dua orang, Dede, Menurut pengakuan, bukan menurut saya loh ya.
Tentunya dia juga hati-hati karena kalau tidak ada konsekuensinya dia menangkap orang yang bisa berkakibat kepada pelanggaran kode etik. Sehingga ini sudah didalami oleh Tim Irwasum.
Jadi pada saat Pak Kapolri mengatakan ada kejanganan diturunkanlah Bareskrim, Irwasum yang memeriksa itu bekas sekpri saya. Jadi beliau itu gak mungkinlah ngebohong dan dia memang orang Reserse.
Kemudian dari Propam juga diperiksa sehingga kan waktu itu sempat Pak Kadiv Humas Mabes Polri mengatakan hasil pemeriksaan tidak terdapat pelanggaran kode etik.
Karena Rudiana waktu itu memeriksa orang itu secara naluri adalah meskipun secara kedinasan ini juga merupakan sesuatu yang tidak benar.
Tapi kan dia mengamankan orang ini ingin diyakin apakah orang-orang ini memang bersalah atau tidak gitu sebelum diserahkan ke penyidik.
Itu kan saya kira satu hal yang bagus daripada nangkap orang menyerahkan tahu-tahu salah. Kalau salah kan Rudiana bisa kena kode etik. Nah dari situlah dia menyerahkan sambil di foto satu-satu fotonya ada. Semuanya dalam keadaan mulus.
Nah pada saat dimasukkan ke Polda itulah kemudian di penjara itu istilahnya ada tindakan kekerasan yang akhirnya muncul foto-foto dulu.
Dari foto-foto itu kemudian tim Propam Polda melakukan penyelidikan akhirnya 16 orang itu semua ditindak. Ya baik dari tahanan, kemudian dari fungsi-fungsi yang terkait dengan tahanan, itu ada 16 orang.
Datanya ada di Polda, bisa dilihat. Sehingga muncullah sekarang diframing seolah-olah Rudiana memeriksa. Kemudian disiksa. Ini sudah menjadi bahan yang dilakukan eksaminasi oleh Mabes Poli Setelah Pak Kapoli memerintahkan turun dikawal oleh Kompolnas.
Saya kebetulan kan dekat dengan teman-teman, beberapa teman di Kompolnas. Saya juga selalu bertanya apa sih yang sebenernya terjadi supya kalau kita bicara jangan asal ngomong, jangan asal kita membuat versi sendiri, yakin-yakin padahal kita gak tahu apa yang terjadi.
Saya punya akses penuh pak 100 persen saya punya akses penuh baik di Polda maupun di Mabes Polri. Sehingga untuk saya berbicara itu adalah bagaimana saya menyampaikan fakta.
Nah sekarang orang bilang kan kenapa Polri kok diam aja, kalau Polri bicara ada kesan membela diri.
Tentunya ini kan juga gak bagus karena kan menyangkut satu orang sedang dinas kan ini kan masih polisi aktif. Orang bilang kenapa Rudiana tidak muncul Rudiana ini polisi aktif.
Untuk dia bisa berbicara atau melakukan sesuatu di luar daripada penugasan dia, dia harus dapat izin pimpinan. Dan pimpinan akan menentukan apakah itu urgensinya terhadap tugas dia.
Sehingga selama ini tidak muncul. Nah sekarang, saya tanya kenapa kok kamu sekarang memakai penasihat hukum pak saya tidak punya uang, saya cuma seorang Iptu, uang dari mana.
Sampai ada tiba-tiba orang menawarkan kepada saya sekarang penasihat hukumnya kepada Pak Rudiana, Bu Elsa Pak Fitra dan sebagainya.
Setelah itu, barulah saya ceritakan dan itu adalah Rudiana menceritakan sebagai seorang manusia biasa bukan sebagai polisi. Jadi tolong, ini juga dimaknai bahwa dia juga punya hak untuk bisa menemukan keadilan atas kematian anaknya.
Nah, saya kira itulah yang mungkin perlu menjawab kenapa selama ini, Rudiana seolah-olah melarikan diri mungkin dia lari dia polisi aktif bisa-bisa dipecat.
Jadi dia tuh selama ini, menurut Rudiana, dia melihat TV tuh dia sedih Saya berkali-kali menangis demi Tuhan, dia ngomong gitu.
Kenapa? Saya diperlakukan tidak adil, padahal saya kehilangan anak saya. Anak kandung siapa, apakah orang yang mau anaknya meninggal.
Tentunya dia ingin mendapat keadilan dia ingin mendapatkan kepastian hukum dan dia juga kan gak kenal dengan tujuh orang atau delapan orang.
Nah, kalau misalnya itu dibebaskan mungkin buat Rudiana waktu itu udah selesai. Tinggal nyari lagi siapa pelaku utamanya. Pelaku yang sebenarnya siapa.
Mungkin ini masih episodenya jadi agak panjang saya kira kita serahkan saja pada proses hukum yang berlaku.
Pak Ito, ini supaya clear and clean. Jadi supaya Kadang-kadang kita itu mendapatkan satu persepsi yang salah. Jadi kan Pak Ito tadi mengatakan bahwa sebenarnya dalam proses penyidikan polisi ini sudah menghindari conflict of interest, dengan cara penyidikan diambil alih oleh Polda Jabar.
Karena muncul anggapan seolah-olah yang nyidik itu Polres Cirebon lalu Pak Rudiana ikut intervensi dalam proses penyidikan.
Tidak mungkin seorang Iptu bisa mempengaruhi penyidik yang ada di Polda. Tadi Pak Ito menyebut bahwa ada satu proses yang perlu dicermati terkait dengan Sudirman dan Peggy. Karena banyak orang mengatakan Peggy Setiawan Yang disebut oleh Sudirman dimunculkan dalam DPO mempunyai ciri-ciri yang tidak sama dengan Peggy Setiawan. Ini gimana?
Ini supaya clear, jelas harus menanyakan kepada penyidik dalam kapasitasnya sebagai pensiunan.
Kebetulan saya juga ketua Ikatan Sarjana Profesi Perpolisian Indonesia. Saya sudah hampir 3 tahun. Saya punya akses ke bawah seperti teman saya Pak Beni Mamoto di Kompolnas.
Dan Pak Beni juga ikut lihat di sana menanyakan. Sekarang kamu menentukan bahwa Peggy Setiawan itu sebagai tersangka dari mana, keterangan menurut Sudirman.
Pada saat dipertemukan Peggy dengan Sudirman, Peggy mengatakan dia tidak mengenal Sudirman. Itulah yang dijadikan oleh mereka mengajukan prapradilan.
Bahwa ada polisi salah tangkap, error in persona dan sebagainya, itu proses hukum yang harus kita terima. Kemudian di sana kan hanya sayangnya ada jejak digital yang mengatakan Peggy itu tidak mengenal semua tersangka. Termasuk Sudirman.
Padahal Sudirmanlah yang menjadikan Peggy itu seolah-olah tersangka yang tadinya di penyidikan itu adalah dia katakan ciri-cirinya ini, pada saat ditunjukan melalui sesuatu media yang dia tidak lihat, itu Peggy bukan dia Pak, Peggy itu. Sehingga penyidik yakin, kan tidak mungkin penyidik menunjuk seseorang yang tidak dikenal oleh sumber Sudirman. Nah setelah prapradilam selesai, muncul lagi satu jejak digital yaitu video yang mengatakan dia kenal Sudirman itu teman sekolah, teman itu.
Nah ini kan ada sesuatu yang tidak jujur gitu. Kalau tidak jujur sampai menjadi satu keputusan pengadilan itu kan berarti kan ini ada sesuatu, apa namanya, keputusan yang salah gitu kan.
Sama juga dengan misalnya memang betul ternyata ini tujuh terpidana dengan Saka Tatal ini,dinyatakan dia tidak bersalah. Berarti kan ada satu keputusan pengadilan yang salah. Tapi tentunya itu juga harus melalui proses pembuktian, mencari kebenaran yang betul-betul objektif.
Pak Ito, artinya Pak Ito ingin mengatakan sebenarnya tugas polisi ini udah kelar. Artinya untuk membuka tabir kematian dari Vina dan Eky ini kelar. Kalau mau membuktikan sebaliknya ya pihak lain harusnya melakukan sesuatu. Tapi ada pihak lain yang mengatakan justru ini polisi punya tugas baru. Gimana ini?
Gini mas, kita bicara masalah sistem pradilan pidana. CJS, Criminal Justice System ya. Di sana adalah ada tiga lembaga yang bekerja secara berkesinambungan. Di hulu ya, itu adalah penyidikan.
Untuk bagaimana itu membuktikan adanya satu tindak pidana atau tidak. Dia hanya mengumpulkan bukti, mengumpulkan keterangan dan sebagainya. Di sini aja.
Kemudian masuk kepada lembaga penuntut. Penuntut yang bagaimana menentukan orang ini betul tidak terbukti dengan sangkaan pasal yang dipenyidikan. Di sini nanti setelah terbukti maka dia buatlah, oh unsur-unsur pidananya memenuhi dan kemudian berat ringannya di sini adalah ada melalui pertimbangan jaksa, akhirnya jaksa menentukan tuntutannya, tuntutan hukumannya.
Kemudian setelah ini dibawalah ke peradilan. Sistem peradilan ini menghadirkan semua hakim itu menurut pasal 183 ayat 1 tidak bisa memutuskan kesalahan seseorang, menghukum seseorang tanpa ada minimal dua alat bukti yang sama dan keyakinan.
Keyakinan hakim ini dah menentukan apa betul orang ini telah melakukan pembunuhan yang berencana.
Nah di sini tugas polisi udah selesai. Udah selesai, tugas polisi gak bisa lagi. Jadi itu dasar hukumnya dimana, referensinya apa.
Nah setelah ini sudah selesai, maka inilah keputusan harus bisa diterima dan diuji lagi. Melalui banding, melalui kasasi, melalui PK. Sekarang sedang trending kasus di Surabaya.
Mungkin sudah ya, kasus Surabaya ada dugaan pembunuhan yang dilakukan oleh anak seorang mantan anggota DPR. Kebetulan yang menangani adalah mantan ajudan saya. Wakaserse Polrestabes Surabaya.
Nah, divonis bebas bisa apa polisi? Kalau kasusnya si Rudiana ini, 8-8 nya divonis bebas, bisa apa kita? Kita kan sudah selesai tugas kita. Nah yang di Surabaya tugas polisi sudah selesai. Nah nanti tinggal jaksa, jaksa kan menuntut 12 tahun.
Nanti jaksa ngebanding, akan itu terserah. Tapi tugas polisi sudah selesai. Sehingga kalau dikatakan dalam proses penyedihkan itu banyak kelemahan.
Saya akui, banyak yang sebetulnya bisa membuat sesuatu tidak terbantahkan. Kalau dalam satu proses itu kita membuat, apa namanya, penyedihkannya itu kepada bukti-bukti yang tidak terbantahkan, tidak akan ada masalah ini.
Sekarang kan banyak, kenapa kok tidak sidik jarinya? Tapi hakim, jaksa menganggap dengan bukti-bukti yang ada, itu sudah cukup.
Tadi kan minimal dua alat bukti, satu keyakinan, hakim dapat memutuskan satu perkara. (Tribun Network/Reynas Abdila)
Ketua KPAI: Anak-anak Dimobilisasi dari Luar Jakarta |
![]() |
---|
BEM SI Kerakyatan Tantang Presiden Prabowo: Jangan Sekadar Omon-Omon, Bongkar Aktor Demo Makar |
![]() |
---|
Penumpang Gelap saat Demo Ricuh, PB HMI: Kayak 'Kentut', Baunya Ada Tapi Tak Tahu Bentuknya |
![]() |
---|
Hidayat Nur Wahid Berharap Kementerian Haji dan Umrah Hilangkan Lingkaran Setan Korupsi |
![]() |
---|
Nafa Urbach, Eko Patrio, Sahroni Dinonaktifkanan Sekadar Obat Penurun Panas |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.