Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Minggu 14 Juli 2024, "Illic Manete: Tetaplah di Sana"

Kontemplasi membantu manusia melampaui ruang fisik, menjangkau yang tidak kelihatan. Mata bathin mampu membaca yang jauh dan yang tidak tampak secara

Editor: Eflin Rote
FOTO PRIBADI
RD. Dr. Maxi Un Bria menyampaikan Renungan Harian Katolik 

Renungan Harian Minggu 14 Juli 2024

Illic Manete: Tetaplah di sana
RD. Dr. Maxi Un Bria
Markus 6:7-13

Illic Manate “Tetaplah di sana” hingga waktunya tiba untuk pergi. Yesus berpesan demikian kepada para murid yang diutus agar mereka mampu memaknai waktu, merayakan kebersamaan dan damai sejahtera bersama keluarga yang terbuka menerima kehadiran mereka .

Tetap tinggal di sana, seraya mengkontemplasikan segala kemurahan dan kasih setia Allah yang dialami.

Kontemplasi membantu manusia melampaui ruang fisik, menjangkau yang tidak kelihatan. Mata bathin mampu membaca yang jauh dan yang tidak tampak secara nyata. Kontemplasi meneguhkan iman dan menggelorakan spirit untuk menjadi sarana kemuliaan Allah.

Rasul Paulus mengingatkan jemaat Efesus agar meningkatkan kualitas hidup sebagai orang beriman yang berdampak dan berkontribusi bai kemuliaan Allah dan kebaikan sesama.

Kontemplasi tentang Yesus dan ajaran-Nya yang menyelamatkan dan menghadirkan damai serta keselamatan menjadi pilihan sikap yang medti dihidupi para utusan Tuhan.

Mengapa? Karena kontemplasi dapat membebaskan manusia yang dewasa ini ditindas sikap melankolia; emosi yang tertindas oleh kebahagiaan semu (Heryunanto, Kompas 14 Juli 2024 ) yang ditaswarkan teknologi digital. Otomatisasi digital dapat menghadirkan kelancaran kerja manusia namun pada saat yang sama mengusik dan merampas rasa kemanusiaan, kepekaan hati, dan kedamaian.

Karena itu dibutuhkan peningkatan kualitas kesadaran dan pengendalian diri yang dapat diasah melalui kontemplasi dan meditasi.

Hari ini imam Amazia, menolak pewartaan nabi Amos yang dianggap menghadirkan ketidaknyamanan raja dan jajarannya. Amos berbicara tentang pentingnya keadilan, kasih setia dan damai sejahtera yang mesti dikerjakan raja -penguasa bagi banyak orang. Amos tidak menyebut diri Nabi. Ia dengan rendah hati berucap “ Saya bukan nabi melainkan hanyalah peternak sederhana yang dipakai Tuhan“.

Kerendahan hati Nabi Amos sebagai pewarta menjadi role model bagi para murid Tuhan dalam mewartakan kabar gembira.

Rasul Paulus kepada jemaat di Efesus menegaskan bahwa kesadaran akan identitas diri sebagai umat pilihan Allah memengaruhi komitmen dan sikap untuk meningkatkan kualitas iman seorang pewarta. Bahwasannya setiap orang Kristiani dapat menjadi sarana dan tanda untuk memuliakan Allah. Mereka dipanggil, diutus, diberi kuasa dan nasehat oleh Tuhan untuk menjadi pewarta kabar gembira.

Yesus memperkenalkan tahapan pertusan para murid yang diawali dengan; dipanggil, diutus, diberi kuasa dan diberi nasihat.

Panggilan membutuhkan jawaban. Menerima atau menolak sama sekali. Bagi yang menjawab panggilan Tuhan diberi kuasa dan wewenang dari Allah untuk mewartakan kabar gembira keselamatan dan utamanya untuk mengusir roh-roh jahat dan menyembuhkan orang sakit.

Sejak dahulu hingga kini dan menuju masa depan, perang antara Allah dan Iblis tidak pernah berakhir. Nyatanya kebaikan dan kejahatan, keadilan dan ketidakadilan, konflik maupun damai menandai kehidupan sepanjang ziarah hidup manusia.

Maka setiap insan Kristiani melalui sakramen baptis diberi kuasa untuk menghalau roh jahat agar tidak merusak jati diri, kasih setia, keadilan dan damai sejahtera. Para murid diutus berdua-dua agar tangguh dan saling menguatkan serta mengingatkan dalam menghadapi tantangan dan godaan. Sebab realitas penolakan terhadap para pewarta tidak terhindarkan.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Minggu 14 Juli 2024, "Agar Dunia Kembali Mengenal-Nya"

Nabi Amos ditolak dan diusir dari Betel. Yesus bahkan ditolak di kampung halamanNya sendiri. Itulah sebabnya Yesus memberi pesan kepada para pewarta untuk tetap mengandalkan rahmat dari Allah dalam memenuhi segala kebutuhan dan menghadapi tantangan dalam pewartaan.

Rahmat Allah mencukupkan segala sesuatu. Pengalaman pastoral membuktikan bahwa selalu ada orang baik yang Tuhan siapkan untuk menerima dan membantu para murid Tuhan dalam mewartakan kabar baik dan keselamatan dari Tuhan.

"Kalau di suatu tempat kamu diterima dalam suatu rumah, tinggal di situ sampai kamu berangkat dari tempat itu“ ( Markus 6:11.)

Yesus juga mengingatkan para murid untuk mengosongkan diri dan tidak terlalu mengandalkan hal-hal materi dan fisik yang kelihatan kasat mata.

Tidak terlalu mengandalkan hal-hal yang kelihatan. Agar tidak menjadi beban dan penghalang dalam pelayanan. Pengosongan diri utamanya menggunkan sendal sangat direkomendasikan agar berjalan lebih ringan serta kakipun terlindung.

Intinya perutusan untuk mewartakan kabar gembira mengandalkan rahmat Tuhan, mengedepankan semangat pengosongan diri dan kerendahan hati agar pesan disampaikan secara efektif kepada khalayak. Segala hal yang kontra produktif dan menjadi penghalang pewartaan agar ditinggalkan.

Pilihan kita terhadap narasi Injil hari ini adalah kesiapan untuk diutus dan bekerja tim . Resiko penolakan bisa saja terjadi karena rendahnya kualitas hati, iman dan intuisi yang mampu membaca kehendak Allah dalam kehadiran para pewarta.

Meski demikian para murid Tuhan tetap mengedepankan sikap adaptif, terbuka dan hospitalitas terhadap semua orang yang dijumpai baik yang menerima maupun yang menolak kehadiran mereka.

Para murid Tuhan yang mencintai kontemplasi dan kualitas iman dirahmati untuk menghadirkan diri sebagai sarana untuk memuliakan Tuhan dan menajdi tanda kabar gembira dalam interaksi sosial dan pelayanan. Illic Manete ; Tetaplah di sana , sampai tiba waktunya untuk pergi. Salve. (*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved