Wawancara Eksklusif

Wawancara Eksklusif Ilham Habibie: Lebih Kenal Prabowo Ketimbang Jokowi

Putra sulung Mantan Presiden RI ke-3 BJ Habibie, Ilham Akbar Habibie memiliki kedekatan dengan Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

Editor: Alfons Nedabang
TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN
Bakal Calon Gubernur Jawa Barat Ilham Habibie saat sesi Wawancara Eksklusif di Studio Tribun Network, Jalan Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (26/6/2024). 

Bapak itu pernah membuat istilah yang menyebutkan Singapura sebagai red dot. Mungkin masih ingat. Itu sebetulnya banyak, itu diprintir oleh banyak orang.

Karena yang dimaksudkan Bapak sebaliknya. Jadi orang-orang dulu itu mengatakan Bapak seolah mau meremehkan Singapura. Hanya red dot saja.

Tapi gini, lengkap statementnya Bapak adalah sebagai berikut. Coba lihat ini negara kecil. Singapura, dia negara yang begitu kecil.

Hanya red dot di peta dunia. Tapi dia bisa berpikir begitu besar. Kita negara begitu besar, tapi pikirnya begitu kecil.

Tapi dulu konteksnya diputar balikkan. Karena mungkin Bapak mau diserang dan itu saya nggak ngerti kenapa. Itu zaman dulu lah.

Tapi itu kurang lebih menekankan bahwasannya kita jangan kurang pede. Kalau kita mau mencapai sesuatu, kita harus berpikir besar. Biarpun tidak tercapai, tapi kan kalau kita berpikir kecil, yang kita capai mungkin lebih kecil lagi.

Jadi kita harus berpikir besar. Apalagi kita negara besar. Kita bukan siapa-siapa. Negara keempat besar di dunia. Negara yang kaya raya dengan SDA yang memang benar. Itu kadang-kadang juga kita kayak masuk ke dalam jebakan.

Kita ini udah kaya nih, sudah banyak SDI, padahal tidak. Tidak ada negara yang jadi kaya kena SDA. SDM yang penting.

Jadi saya kira itu mungkin salah satu esensi.

Esensi pesannya harus pede lah?

Kita memang harus pede, kita yakin dengan diri kita bahwa kita mampu.

Mungkin kita ya ada orang yang berteori yang itu kita dari dulu itu memang dikucilkan kena jaman koloni. Atau juga yang katakan itu memang budaya kita. Kita nggak boleh terlalu ambisius.

Kita harus tahu diri dan sebagainya. Ada juga yang, itu kan macam-macam pendapat gitu ya. Dan itu ada pro dan kontranya ya.

Saya tidak katakan yang mana yang salah. Tapi yang jelas ada itu ya sebagai bahan diskusi. Tapi itu yang menyebabkan ya kita memang kadang-kadang harus, menurut Bapak, kita harus pede.

Tapi pede tidak cukup. Kita harus rajin. Gigih.Nggak boleh menyerah. Kita harus belajar, mau belajar. Kita harus punya daya juang. Semuanya itu. Itu pesannya. Kita lihat saja hidup Bapak seperti apa.

Masih ingat Bapak dulu membuat pesawat N250. Kan tebang pada 10 Agustus tahun 95. Kan tidak terwujud karena masalah krismon.

Bapak dengan umur 70 kan mulai lagi dengan R80. Nggak pernah menyerahkan. Nah itu figur Bapak seperti itu.

Dan kalau kita lihat masa lama Bapak dimana Bapak juga punya karier di Jerman. Bayangkan di Jerman itu Bapak sebagai orang Indonesia kecil-kecil, coklat, yang lawan orang bule tinggi-tinggi kayak gitu. Bisa menang.

Bukannya itu daya juang. Bukan mereka juga punya intrik lawan ini orang Asia ngapain sih di sini dengan kita. Itu harus daya juang.

Unsur pedenya juga kan. Harus pede tapi juga harus mampu. Pede doang nggak cukup.

Ini harus rajin. Itu daya juang itu datang dari situasi kayak gitu. Jadi kalau nggak kita nggak akan berhasil apa-apa. Kurang lebih begitu.

Pak Ilham, ini mungkin pertanyaan yang banyak ditunggu orang. Hubungan Bapak dengan keluarga Pak Harto gimana?

Oh, saya kenal dengan mereka semua tapi saya nggak punya hubungan khusus dengan siapa-siapa.

Yang saya paling masih ketemu kadang-kadang di acara itu Ibu Titi, Mantan istrinya Pak Prabowo. Itu di acara tertentu.

Kalau yang lain saya nggak pernah ketemu?

Nggak pernah.

Jarang berkomunikasi ya Pak ya?

Nggak pernah.

Tapi kenal?

Kenal ya, kenal. Tapi nggak pernah komunikasi.

Ya, mungkin karena umur ya. Mereka jauh lebih tua dari saya. Kemudian juga saya kan pulang ke Indonesia tahun 96.

98 kan sudah ada perubahan. Jadi waktu untuk berkenalan juga pendek sekali. Kenal, jadi bukannya nggak kenal ya. Tapi nggak pernah komunikasi.

Pak Ilham, ini supaya penonton kita lebih lebih mengenal. Bisa cerita dong mengenai riwayat hidup singkat Bapak? Lahirnya dimana, sekolahnya bagaimana?

Saya ini lahir di Jerman. Saya lahir di kota kota bernama Aachen. Aachen itu kota universitas. Dan terkenalnya di universitas, Bapak kuliah di situ. Dan waktu saya lahir, Bapak sudah bekerja sebagai peneliti dan juga pengajar di universitas.

Ibu sudah pindah ke Jerman. Jadi saya dididik oleh Bapak dan Ibu dengan bahasa Indonesia dari awal. Karena Ibu belum berasa Jerman dulu.

Waktu saya umur 2 tahun, saya pindah ke Hamburg. Saya besar di Hamburg sampai SMA. Kemudian pindah ke München.

Jadi setelah SMA pindah ke München?

Hamburg kan di utara. Kalau Aachen di barat, München di selatan. Saya pindah ke München untuk kuliah.

Kuliah selesai, saya kerja di universitas.

Kuliah waktu itu ngambil apa?

Saya ambil insinyur teknik mesin. Kita mulai dengan teknik mesin, spesialisasinya di teknik kedirgantaraan. Tapi mesin itu sebagai disiplin yang paling dasar, karena pesawat juga mesin, mesin yang bisa kebang.

Jadi saya ambil gelar saya yang paling ini, paling tinggi itu S3 di bidang teknik dirgantara.

Tepatnya spesialisasi saya adalah di aerodinamika pesawat kebang. Itu saya kerja sebagai peneliti dan pengajar di universitas teknik München. Lebih dari 6 tahun di situ.

Saya dapat gaji di situ. Jadi saya bekerja di situ 6 tahun lebih dan apa namanya, setelah saya lulus, lulus dengan gelar S3 saya, kontrak kerja saya juga sudah selesai. Kemudian saya pindah ke Amerika.

Saya kerja di perusahaan Boeing waktu itu selama 2 tahun. Secara paralel, sebetulnya saya sudah mulai kerja di IPTN dari tahun 1994. Tapi saya secara paralel juga kerja di Boeing.

Jadi seolah saya ditempatkan oleh IPTN di Boeing. Sebagai orang IPTN. Tapi saya kerja di Boeing karena ada program pertukaran.

Saya kerja 2 tahun di Boeing, setelah itu pulang ke Indonesia, tinggal di Bandung langsung.

Jadi, sejak tahun berapa itu?

1996. Saya tinggal di Bandung. Saya juga tinggal di Jakarta. Bekerja di Bandung, saya keluar dari IPTN tahun 2001. Kemudian saya kuliah lagi, ambil MBA di Singapura.

Tapi universitas dari Amerika. Kemudian setelah itu saya jadi pengusaha.

Punya usaha sendiri ya?

Sebelumnya sudah punya, tapi saya cuma pengusaha saya tidak aktif.

Kalau boleh saya tahu, usahanya apa saja?

Oh, itu lebih ke industri teknologi. Ada juga yang lain, tapi kebanyakan industri teknologi.

Mining ada juga?

Mining ada juga. Emas. Itu yang sampai sekarang masih ada.

Kalau boleh saya tahu, Pak, istri, anak?

Istri, saya menikah tahun 1987. Anak tiga. Anak tiga.

Tidak ada yang mengikuti jejak Bapak sebagai engineer juga?

Tidak ada. Lain semua. Tidak ada yang ikut jadi ahli penerbangan. (tribun network/reynas abdila)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved