Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Jumat 28 Juni 2024, Hanya Sebuah Sentuhan

Itulah dampak dari sebuah sentuhan. Marilah kita belajar untuk berbuat baik lewat pastoral kehadiran dan keberadaan kita.

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/HO-DOK
Pastor John Lewar, SVD menyampaikan Renungan Harian Katolik Jumat 28 Juni 2024, Hanya Sebuah Sentuhan 

Oleh: Pastor John Lewar, SVD

POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Katolik Jumat 28 Juni 2024, Hanya Sebuah Sentuhan

Biara Soverdi St. Yosef Freinademetz STM Nenuk Atambua Timor

Jumat, 28 Juni 2024
Pw S. Ireneus, UskMrt (M).

Lectio:
2Raja 25:1-12; Mazmur 137:1-2.3.4-5.6
Injil: Matius 8:1-4

Meditatio:
Pastor John tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk pergi ke sebuah Kapela guna merayakan Ekaristi di sana. Kebanyakan umat yang hadir berbadan sehat dan ada sebagian lagi adalah orang sakit. Dia sempat ragu karena menyadari bahwa dirinya tidak mempunyai pengalaman medis apapun berhadapan dengan para penderita itu. Namun dia berkesempatan menolong dengan memberikan Komuni Kudus.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Selasa 25 Juni 2024, Tiga Cara Makin Menghargai Pendapat.Saat Berkomunikasi

Di sana, dia bertemu dengan seorang perempuan yang menderita suatu penyakit yang parah yakni penyakit kusta. Pastor John tidak merasa jijik saat melihat luka di tangan dan kaki perempuan itu. Beberapa jari sudah puntun termakan penyakit itu. Pastor membersihkan dan membalut luka di kaki dan tangan penderita kusta itu. Perempuan itu mulai menangis.

Karena cemas, pastor bertanya apakah ia telah menyakiti perempuan itu. “Tidak”, jawab perempuan itu. “Ini pertama kalinya ada orang menyentuhku dalam sembilan tahun.

Yesus baru saja selesai berkhotbah di atas bukit (Matius 5 - 7). Orang banyak takjub akan pengajaranNya. Walaupun sudah selesai mengajar, orang banyak masih berbondong-bondong mengikuti Dia. Salah satu di antaranya adalah orang sakit kusta. Di zamannya Tuhan Yesus, kusta dipandang sebagai kutukan Tuhan. Selain hampir mustahil disembuhkan, juga daya penularannya cukup tinggi.

Budaya Yahudi kuno memiliki pedoman yang ketat untuk mencegah penyebaran penyakit kusta. Hukum Taurat menyatakan, “Ia harus tinggal terasing, di luar perkemahan” (Im. 13:46). Oleh karena itu, orang yang terkena kusta mesti disingkirkan dari kerumunan masyarakat. Mereka dianggap najis dan harus terasing.

Mengapa Tuhan Yesus menyembuhkan si kusta itu? Orang kusta itu berani datang meski ditolak. Kemunculan orang kusta di depan Yesus sungguh-sungguh mengejutkan. Menurut hukum, mereka tidak boleh mendekat kerumunan dan dari jarak jauh harus mengutuki diri dengan berteriak, “Najis… najis….” (bdk. Im 13:45).

Namun, tiba-tiba ia berada di depan Yesus. Ia sujud menyembah Yesus dan meminta-Nya untuk disembuhkan. Ia sujud menyembah dan berkata:"Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan saya". Permohonannya singkat disertai iman
yang luar biasa. Ia tahu bahwa Yesus dapat melakukan segala sesuatu. Yesus punya kuasa sehingga tidak ada yang mustahil bagiNya, termasuk mentahirkan penyakit kusta. Pengakuan ini membuatnya berani dan tidak ragu datang memohon kesembuhan.

Yesus mengulurkan tangan dan menjamah orang kusta itu. Sebuah tindakan yang sangat mengejutkan di luar kebiasaan. Terhadap yang dinyatakan najis dan menularkan penyakit, Yesus malah tidak segan melakukan sentuhan. Secara hukum, tindakan Yesus ini dianggap telah menajiskan diri-Nya sendiri.

Yesus secara sadar mengambil risiko melanggar hukum dan bersedia untuk menyembuhkan si kusta. Belas kasih Yesus mengatasi ketentuan hukum yang berlaku. Dalam kekuatan Sabda yang terucap dari bibir-Nya, Yesus telah mengubah yang kusta menjadi tahir. Pemulihan ini secara otomatis telah mengembalikan martabat si kusta. Dia bebas dari anggapan sebagai orang terkutuk. Dia pun dapat kembali hidup secara normal di tengah masyarakat.
Penderitaan fisik dan batin telah diganti dengan sukacita.

Kusta bisa diibaratkan dengan dosa. Saat dosa menjangkiti hati dan pikiran manusia, relasi dengan Tuhan terhenti. Hubungan dengan sesama terhalang. Manusia hidup dalam kesendirian dipenuhi derita yang tak berujung. Tanpa sentuhan Tuhan, manusia berdosa tak bisa berbuat apa-apa. Dosa begitu erat dan kuat membelenggu manusia.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved