Berita Sabu Raijua

Gula Sabu Sebagai Pangan Alternatif dari Ketangguhan Orang Sabu Raijua NTT

Mulai dari daun untuk atap rumah, batangnya bisa diolah untuk bahan bangunan dan nira sebagai pangan alternatif masyarakat Sabu Raijua.

Penulis: Agustina Yulian Tasino Dhema | Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/ASTI DHEMA
Ina Rihi mengaduk tuak untuk diolah jadi gula lempeng di rumah produksinya di Kampung Nada, Desa Eimau, Kecamatan Sabu Tengah, Kabupaten Sabu Raijua pada Sabtu, 15 Juni 2024. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Asti Dhema

POS-KUPANG.COM, SEBA - Orang Sabu menganggap pohon lontar sebagai pohon kehidupan. Seluruh bagian dari pohon lontar punya nilai manfaat bagi mereka.

Mulai dari daun untuk atap rumah, batangnya bisa diolah untuk bahan bangunan dan nira sebagai pangan alternatif masyarakat Sabu Raijua.

Bunga pohon lontar ketika disadap menghasilkan sebuah cairan. Cairan ini disebut Tuak. Tuak kemudian bisa diolah dalam bentuk cari menjadi gula Sabu (gula air) yang tidak, diolah dalam itu b bentuk padat menjadi gula lempeng dan gula semut. 

Tidak hanya itu, tuak ini juga bisa diolah menjadi moke atau sopi yakni minuman alkohol khas Nusa Tenggara Timur (NTT). Bahkan tuak ini juga bisa diproduksi menjadi cuka dan kecap.

"Zaman dulu gula Sabu ini menjadi bekal dalam perjalanan bagi orang Sabu. Pola konsumsi ini menjadi penyangga kebutuhan pangan saat ini,"ungkap Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Sabu Raijua Charles Meyok pada Senin, 10 Juni 2024.

Mengiris Tuak dan mengolahnya menjadi gula Sabu sudah berlangsung sejak nenek moyang. Gula Sabu sebagai pangan alternatif ini bagian dari ketangguhan masyarakat dengan kearifan lokalnya saat kesulitan mendapatkan pasokan beras. 

Misalnya, ketika kesulitan beras, orang Sabu mengkonsumsi gula Sabu sebagai makanan pokok pengganti nasi. Biasanya mereka minum gula Sabu yang dicampur dengan air seperti sereal atau bisa juga mencampurkan gula Sabu dengan kacang goreng atau jagung yang kerap dilakukan orang sabu hingga saat ini sebagai bekal di kebun.

"Memang di masyarakat yang masih diupayakan bagaimana mengelola pendapatan sehingga dibelanjakan untuk hal-hal yang bersifat kebutuhan. Artinya, mereka belum bisa menentukan prioritas dan mengelola keuangan mereka. Apalagi dengan budaya orang Sabu,"jelas Charles. (dhe)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved