Renungan Harian Kristen

Renungan Harian Kristen Selasa 18 Juni 2024, Jalur Hukum Yang Benar

Tindakan potong kompas dan menyerahkan perkara ke meja pengadilan sipil menunjukkan sikap kurang menghargai wibawa kepemimpinan gereja.

Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/HO-GRAMEDIA
Ilustrasi Jalur Hukum. Renungan Harian Kristen Selasa 18 Juni 2024. 

POS-KUPANG.COM. KUPANG - Renungan Harian Kristen Selasa 18 Juni 2024, Jalur Hukum Yang Benar, merujuk pada Kitab 1Korintus 6:1-11.

Artikel ini dikutip dari buku Renungan Harian Suluh Injil yang diterbitkan Gereja Masehi Injili di Timor ( GMIT ).

POS-KUPANG.COM telah mendapat izin dari anggota Tim Penyusun Renungan Harian Suluh Injil edisi Juni 2024. 

Suluh Injil Juni 2024 dengan Tema Bulan JUNI 2024 “Hidup Berkeadilan”. 

Simak selengkapnya Renungan Harian Kristen berikut ini:

Pendalaman Alkitab Di dalam hukum Taurat, Allah mengaruniakan kepada umat Israel hukum seremonial terkait ibadah, hukum moral, dan hukum sipil.

Teks ini dipahami oleh sebagian orang Kristen sebagai larangan untuk menggugat sesama orang Kristen apapun perkaranya.

Mereka menolak hukum sipil. Orang Kristen harus dihakimi menurut hukum moral dan hukum seremonial saja.

Akan tetapi teks ini sama sekali tidak bermaksud demikian. Rasul Paulus sendiri dalam menghadapi gugatan dari sesamanya, ia memakai haknya sebagai warga sipil Romawi untuk naik banding kepada kaisar demi mendapat perlindungan hukum yang adil (Kis 16:37; 25:11).

Orang Kristen tidak dilarang menggunakan jalur hukum untuk mencari keadilan. Teks ini menggambarkan perkara di pengadilan antara sesama orang percaya di dalam jemat Korintus. Sejak pasal 5, rasul Paulus menguraikan perbuatan anggota jemaat yang tidak pantas.

Dosa hawa nafsu mendorong beberapa orang melakukan tindakan tidak benar, ada percabulan (5:1-13; 6:12-20).

Baca juga: Renungan Harian Kristen Senin 17 Juni 2024, Memulihkan Rasa Keadilan

Dari kondisi ini, maka pantaslah ada yang merasa haknya dilanggar, relasi pernikahan yang suci dicemari, dan citra kekristenan dijatuhkan.

Di samping dosa moral tersebut, rasul Paulus juga menyebut adanya tindakan tidak adil dan merugikan sesama (8). Perbuatan mereka dinilai sama dengan orang yang mengumbar keserakahan terhadap harta yang merugikan sesama (9-10).

Meski dosa ini serius dan mengancam persekutuan, namun menurut rasul Paulus seharusnya perkara ini jangan sampai dibawa ke ruang pengadilan umum, dimana yang akan duduk sebagai hakim bukanlah orang percaya, orang di luar persekutuan.

Mengapa demikian? Kapasitas Jemaat Menyelesaikan Perkara Rasul Paulus sebenarnya tidak melarang anggota jemaat membawa perkara hukum ke meja pengadilan sipil. Namun itu janganlah menjadi langkah pertama. Wibawa kepemimpinan dalam jemaat haruslah dihormati dengan membawa setiap perkara relasi dan pelanggaran moral pertama-tama untuk diselesaikan dalam ruang persekutuan orang percaya.

Para pemimpin jemaat, yang disebut orang-orang kudus dan bijaksana mesti diberi tempat pertama dan diminta pertimbangan hukum (1, 5).

Tindakan potong kompas dan menyerahkan perkara ke meja pengadilan sipil menunjukkan sikap kurang menghargai wibawa kepemimpinan gereja.

Dalam pandangan rasul Paulus, di dalam wibawa kepemimpinan rohani dalam jemaat terdapat kapasitas hukum yang lebih dapat dipercaya dibandingkan pengadilan sipil yang dipimpin orang-orang yang memiliki kapasitas hukum tetapi tidak didukung wibawa rohani.

Dalam hal ini, rasul Paulus bukan melarang orang Kristen menempuh jalur hukum. Namun, prosedur yang harus ditempuh dan benar sebagai sesama jemaat ialah dimulai dari dalam tubuh jemaat sendiri.

Para pemimpin yang hidup kudus dan bijaksana memiliki kapasitas hukum yang layak dipercaya, bahkan rasul Paulus mengatakan “orang kudus akan menghakimi dunia dan malaikat-malaikat” (2-3).

Jadi haruskah kita menggugat sesama kita dalam jemaat di pengadilan? Perkara Perdata, Bukan Pidana Dari penjelasan rasul Paulus kita menangkap perkara yang disorot bukan pidana.

Rasul Paulus menganggap perkara itu “perkaraperkara yang tidak berarti”, “perkara hidup sehari-hari”, “perkara biasa” (ayat 2-4, TB2).

Tidak ada yang fatal atau bersifat pidana. Artinya ada persoalan hukum yang bersifat pidana dan itu di luar kewenangan gereja untuk mengurusnya.

Ada hukum dan undangundang negara yang mengaturnya. Apabila perkara hukum di antara anggota jemaat mengandung unsur pidana, misalnya pembunuhan, pemerkosaan, pelecehan seksual sesama angota atau oleh pemimpin, maka wajib dilaporkan kepada pihak yang berwajib.

Tidak melaporkan dan menindaklanjuti secara hukum justeru menunjukkan gereja tidak adil dan menutup-nutupi kejahatan.

Teks ini mengajarkan kepada kita tentang semangat menjaga relasi persekutuan, jangan melakukan tindakan pelanggaran yang merugikan sesama anggota, sekecil apa pun.

Kita diingatkan bahwa ada hukum yang menjamin rasa keadilan, tetapi mulailah dari dalam diri sendiri, belajarlah menyelesaikan persoalan di dalam tubuh sendiri sebagai keluarga. Itulah jalur hukum yang benar. Selamat berdiskusi.

Alamat Sekretariat Suluh Injil:
Jl. Seruni No. 8 – Naikoten 1
Kota Kupang – NTT

Alamat email:
bethseba0906@gmail.com
WhatsApp
Neti 08113828074  dan Eka 085239108328 (*)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved