Tokoh
Profil Sofia Ambarini, Teman bagi Orang-orang yang Tertekan
Sofia Ambarini mendirikan yayasan sebagai jalan untuk membantu, terutama bagi orang-orang yang tertekan mentalnya.
POS-KUPANG.COM - Orang ingin bunuh diri karena merasa buntu dan tidak ada jalan keluar. Maka, mari kita buka pintu itu satu per satu untuk mereka. Semoga itu bisa mencegah kasus bunuh diri terus berulang.
Lahir dalam lingkungan keluarga berada tidak menjadikannya abai dengan sekitar. Rasa welas asih justru terpupuk, dan menggerakkan hatinya menolong mereka yang membutuhkan. Maka, dia mendirikan yayasan sebagai jalan untuk membantu mereka yang membutuhkan, termasuk orang dengan tekanan mental.
Ia tahu betul bagaimana rasanya tertekan secara mental, tetapi harus tetap kuat dan tidak bisa bercerita kepada siapa-siapa. Jika ia menceritakan masalah yang mengimpit hati dan pikiran, banyak orang akan turut menjadi korban. Ia terpaksa menahan ”beban berat” itu sendirian.
Berkaca pada pengalaman itulah, Sofia Ambarini (51) membaca fenomena terjadi di Malang belakangan ini, yaitu banyak kasus bunuh diri, terutama oleh anak-anak muda. Terbaru, bahkan, ada orang datang ke Malang hanya untuk mengakhiri hidupnya. Malang menjadi kota bunuh diri adalah kekhawatiran terbesarnya.
Kematian demi kematian sia-sia inilah yang sejak tahun lalu seolah kembali menggugah ingatan masa lalu Sofia akan ”kesakitan” yang pernah dialaminya. Itu sebabnya, ia pun memilih menjadikan isu kesehatan mental sebagai salah satu fokus yang kemudian juga ditangani yayasan yang digawanginya, yaitu Yayasan Mahargijono Schützenberger Indonesia.
Yayasan ini didirikan untuk mengenang mendiang Michel Mahargijono Schutzenberger, putra dari Marcel Paul Schützenberger (dokter medis dan ahli matematika Perancis) dari pernikahan keduanya dengan Hariati Soerosoegondo yang bertemu di Indonesia pada tahun 1953. Di Perancis, yayasan memberikan beasiswa bagi siswa Indonesia berprestasi serta menganugerahi karya peneliti Indonesia yang sedang mempersiapkan tesis doktoralnya di sana.
Di Indonesia, yayasan ini menginisiasi program pendidikan bertajuk “Pintu Menuju Masa Depan” yang fokus pada pendidikan usia dini di daerah terpencil. Dilakukan dengan membangun infrastruktur, membangun perpustakaan anak, mendukung kesejahteraan guru sementara, serta memberikan beasiswa bagi siswa berprestasi.
Seiring dengan kepindahan Sofia dan suaminya ke Kota Malang, banyak kegiatan sosial yayasan menyasar kawasan Malang Raya. Terbaru, sejak tahun 2023, yayasan ini juga bergerak dalam upaya penanganan depresi di Malang Raya, baik dalam penanganan kegawatdaruratan maupun bersifat preventif. Mereka membuka layanan telepon 24 jam untuk pencegahan bunuh diri dan menyiapkan tim evakuasi, pendamping, konselor/psikolog, serta kuasa hukum jika dibutuhkan.
Jika mereka yang depresi tidak butuh dibawa ke rumah aman, kasus akan diteruskan untuk memenuhi prosedur lain dan kemudian dijadwalkan untuk konseling. Pendampingan dan konseling akan disesuaikan dengan kondisi seseorang, paling lama 6 bulan. Dan konseling selama itu gratis. Operasional yayasan dibiayai dari bisnis keluarga mereka, antara lain properti dan kuliner.
Jadi, kami fokus dua hal, yaitu menangani kegawatdaruratan terkait bunuh diri serta yang utama adalah mencegah bunuh diri.
Baca juga: Profil Tokoh NTT , Umbu Landu Paranggi Sastrawan Nasional asal Sumba
Bagi Sofia, bunuh diri dimulai dengan depresi. Depresi tercipta ketika persoalan menumpuk dan tidak bisa diselesaikan atau minimal ada saluran untuk mendapatkan masukan pemecahan masalah. Itu sebabnya, gerakan dibangun yayasan tersebut adalah untuk mencegah bunuh diri dan untuk menangani (rescue) jika ada kasus mengarah ke bunuh diri.
“Kami bekerja sama dengan banyak pihak untuk mewujudkan Malang Sehat Jiwa. Mulai dari Kodim yang akan membantu di tim evakuasi, ada konselor dan psikolog dari RSJ Lawang, dan ada juga rohaniwan. Tujuannya adalah semakin menekan angka depresi yang bisa memicu bunuh diri. Jadi kami fokus pada dua hal, yaitu menangani kegawatdaruratan terkait bunuh diri serta yang utama adalah mencegah bunuh diri,” kata Sofia.
Meski baru berjalan tahun lalu, ibu dua anak itu mengakui, dalam sehari pihaknya sudah menerima 30-40 telepon yang meminta bantuan untuk menangani stres mereka. Banyak kasus lanjut ke konseling, dan ada juga yang ditolak karena ujung-ujungnya hanya mau agar yayasan membayar utang pinjol yang membelit mereka, misalnya.
Harapannya adalah satu angka depresi berkurang dan jumlah kasus bunuh diri, terutama di kalangan anak muda, turun, bahkan hilang.
“Sekarang yang terus kami lakukan adalah mengedukasi tentang kesehatan jiwa ke sekolah-sekolah, komunitas, dan ke siapa saja yang membutuhkan. Harapannya adalah satu, angka depresi berkurang dan jumlah kasus bunuh diri, terutama di kalangan anak muda, turun, bahkan hilang,” katanya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.