UKAW Kupang

UKAW Kupang Tidak Terapkan Sistem UKT, Rektor Sebut Pendidikan Bukan Kebutuhan Tersier

bukan kebutuhan tersier karena diamanatkan dalam undang-undanga sebagai sebagai kebutuhan primer.

Penulis: Rosalia Andrela | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/ROSALIA ANDRELA
Rektor Universitas Kristen Artha Wacana Kupang, Prof. Dr. Ir. Godlief Neonufa, MT 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Rosalia Andrela

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Wacana kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) beberapa waktu lalu, menghebohkan jagat pendidikan. Hal ini dikarenakan UKT yang umumnya diterapkan di universitas negeri, dinilai sangat mahal untuk biaya pendidikan di jenjang perguruan tinggi.

Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang, adalah salah satu universitas swasta yang tidak menerapkan sistem UKT. 

Rektor UKAW Kupang, Prof. Dr. Ir. Godlief Neonufa, MT mengatakan sistem UKT tidak sejalan dengan jiwa UKAW dimana UKAW menekankan pelayanan kepada masyarakat, khususnya jemaat Gereja Masehi Injili Timor (GMIT) dan Gereja Kristen Sumba (GKS) dalam memperoleh pendidikan.

“UKAW tidak menerapkan sistem UKT. Karena pertama, sejak awal kami melihat ada gelagat, bahwa penerapan tersebut akan bermasalah. Kedua, penerapan UKT tidak sesuai dengan jiwa, ciri, dan karakter kami sebagai universitas kristen. Penerapan UKT tersebut, saya rasa masyarakat sudah mendapat banyak informasi dari berita-berita di berbagai media, dan demo tentang sistem UKT tersebut,” ujarannya usai pelantikan Wakil Rektor UKAW Senin, 27 Mei 2024.

Baca juga: Rektor UKAW Kupang: "Kepemimpinan Harus Dibangun Atas Dasar Sistem Komunikasi yang Benar“

Dikatakan Godlief sejak awal UKAW berdiri untuk memberikan pelayanan khususnya kepada jemaat GMIT dan GKS, dan secara luas kepada masyarakat Provinsi NTT.

“Sebagai universitas kristen kami menerapkan sistem pembiayaan yang soft menurut pandangan kami. Agar masyrakat memiliki kesempatan dan akses, untuk mengenyam pendidiikan di perguruan tinggi. Pembiayaan yang lunak itu bisa dilihat UKAW sampai dengan hari ini SPP kami  Rp1,5 juta. Satu SKS Rp100.000 dan untuk yang ekstensi Rp150.000. Kalau ada mahasiswa yang indeks prestasinya bagus, mengambil maksimum 24 SKS maka biaya yang dikeluarkan dalam satu semester Rp2,4 juta diluar SPP,” jelas Godlief.

Biaya ini dibayarkan secara konsisten sejak semester 2. Sementara itu lanjut Godlief, di semester awal layaknya univetsitas pada umumnya UKAW menerapkan biaya pembangunan sebesar Rp5 juta untuk tiap mahasiswa. 

“Pembayaran biaya pembangunan, biaya kuliah, biaya praktek tidak dilakukan sekaligus. Mahasiswa bisa membayar dengan sistem cicilan. Satu semester bisa dua kali, dan sedang direncanakan untuk tiga kali cicil. Ini adalah misi kami memberikan kesempatan kepada anak-anak jemaat di daerah marginal, dengan ekonomi keluarga yang tidak tinggi bisa terwujud dengan kami memberikan kesempatan membayar dengan sistem cicilan dalam satu semester,” ungkap Godlief.

Terkait UKT yang jika ditotalkan bisa menelan biaya hingga puluhan juta, Godlief mengaku membaca berita-berita tersebut bahkan ada berita bahwa mahasiswa yang telah mendaftarakan diri salah satu perguruan tinggi negeri terpaksa mengurungkan niatnya karana biaya yang besar tersebut.

“Kami selalu menjaga bahwa satu orang itu penting. Itu adalah citra Yesus yang kami lihat. Yesus pergi mencari, dan menyelamatkan yang satu orang itu. Kami punya misi jika ada anak jemaat yang karena biaya tidak bisa kuliah, maka kami akan bantu dengan mencarikan solusi. Karena itu dari GMIT Paulus memberikan beasiswa uang sekolah kepada sejumlah mahasiswa, yang tidak mempunyai kemampuan ekonomi yang cukup baik. Kemudian di GMIT Agape sudah 2 tahun memberikan beasiswa kepada mahasiswa. Kami akan terus mengembangkan pola ini, untuk emmbantu mahasiswa yang betul-betul punya minat studi,” jelasnya.

Godlief juga menegaskan bahwa pendidikan, bukan kebutuhan tersier karena diamanatkan dalam undang-undanga sebagai sebagai kebutuhan primer.

“Biasanya orang memberi perhatian pada alur utama yakni kebutuhan primer. Pendidikan bukan kebutuhan tersier. Pendidikan ini adalah amanah yang dalam undang-undang dikatakan bahwa, pendidikan dalam konstitusi itu adalah barang publik yang bersifat primer. Bagaimana kita menempatkan pada primer lalu kurang mendapat perhatian. Dibanding negara tentangga Angka Partisipasi Kasar (APK) bidang pendidikan di Indonesia akumulasi secara keseluruhan masih diangka 30-an persen. Sisanya tidak mengenyam pendidikan ke perguruan tinggi. Salah satu faktornya kalau kita di Provinsi NTT adalah faktor ekonomi. Baik keterjangkauan mengenyam pendidikan tinggi maupun biaya,” terang Godlief.

Sebagai univetsitas kristen tambah Godlief, kebijakan dijalankan berdasarkan tata kelola, visi, misi perguruan tinggi kristen. Meskipun dalam pelaksanaanya harus beradaptasi dengan regulasi negara agar selaras dengan ajaran Yesus. (cr19).

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved