Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Jumat 24 Mei 2024, Tidak ada Kata Cerai dalam Kamus Tuhan

meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging

Editor: Rosalina Woso
Dok. POS-KUPANG.COM
Pastor John Lewar SVD menyampaikan Renungan Harian Katolik Jumat 24 Mei 2024, Tidak ada Kata Cerai dalam Kamus Tuhan 

POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Katolik Jumat 24 Mei 2024, Tidak ada Kata Cerai dalam Kamus Tuhan

Oleh : Pastor John Lewar, SVD

Lectio:
Yakobus 5:9-12
Mazmur 103:1-2,3-4,8-9,11-12
Injil: Markus 10:1-12

Meditatio:
Secara keseluruhan perikop injil Markus (10: 1-12) sebenarnya menggambarkan bagaimana orang Farisi ingin menjebak Yesus dengan pertanyaan- pertanyaan supaya Yesus didapatkan oleh mereka menentang hukum Taurat Musa.

Namun Yesus yang adalah Putera Allah, mempunyai pengertian yang sempurna tentang hukum Taurat Musa, dan bagaimana sampai Musa mengeluarkan ketentuan yang memperbolehkan perceraian. Musa memperbolehkan perceraian, karena kekerasan hati bangsa Israel yang pada masa dahulu memang menganggap wanita sebagai warga kelas rendah, bahkan seperti budak, hampir seperti binatang.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Rabu 22 Mei 2024, "Membangun Tim yang Solid untuk Mencapai Tujuan"

Maka Musa melindungi hak martabat wanita dari perlakuan semacam ini, sebab seandainya wanita tersebut dimadu, tentu kondisinya lebih buruk lagi. Maka ketika Musa memperbolehkan membuat surat cerai, ini sudah merupakan „kemajuan‟ kondisi sosial yang memperhatikan martabat pihak wanita. Sebab pada saat suaminya „mengusir‟nya, dia dapat memperoleh kebebasan.

Namun Yesus mengembalikan ajaran ini kepada hakekat perkawinan seperti yang ditentukan Allah dari semula, pada awal penciptaan dunia. “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.” (Kej 2:24).

Allah telah menentukan sejak semula, bahwa kesatuan perkawinan tidak terceraikan. Pengajaran Magisterium Gereja Katolik menjaga dan mempertahankan ajaran ini dalam banyak dokumen (Konsili Florence, Pro Armeniis; Konsili Trente, De Sacram. matr; Pius XI, Casti connubii; Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes, dll),
https://www.katolisitas.org/tentang-perkawinan-tak-terceraikan-mrk-101-12/ Yesus mengetahui maksud jahat orang-orang Farisi ini.

Ia juga mengetahui bahwa Musa memperbolehkan perceraian justru untuk melindungi hak dan martabat kaum wanita. Peraturan Musa ini bukan untuk mendorong/ memberi hak istimewa kepada orang Yahudi untuk menceraikan istrinya. Perceraian pada jaman nabi Musa diizinkan demi mentolerir suatu kesalahan karena kekerasan hati mereka. Maka perceraian tidak pernah sesuai dengan rencana awal Allah Bapa saat menciptakan laki-laki dan perempuan.

Rencana Tuhan untuk perkawinan manusia dinyatakan dalam kitab Kej 1:27 dan 2:24. Ikatan laki-laki dan perempuan itu nyata dan tetap seperti ikatan yang mempersatukan anggota keluarga. Di tengah dunia yang berpikir bahwa
mengikatkan diri pada satu orang sepanjang hidup sebagai sesuatu yang sulit atau bahkan tidak mungkin; kita harus berani mengabarkan Kabar Gembira, bahwa hal itu mungkin dan dapat terjadi, sebab memang demikianlah yang menjadi rencana Tuhan terhadap perkawinan yang mempunyai dasar dan kekuatan di dalam Kristus (lih. Ef 5:25).

Perkawinan berakar dari kasih penyerahan diri secara total antara suami dan istri dan diarahkan untuk kebaikan anak-anak yang dipercayakan oleh Tuhan kepada mereka, dan oleh karena itu Allah menghendaki agar perkawinan tidak terceraikan. Tuhan berkehendak agar perkawinan menjadi buah, tanda, dan persyaratan dari kasih setia yang absolut Tuhan berikan kepada manusia, dan yang Yesus berikan kepada Gereja-Nya.

Kristus memperbaharui dan mengembalikan makna perkawinan seperti yang direncanakan Allah dari semula. Perkawinan yang diangkat oleh Yesus menjadi sakramen, memberikan kepada pasangan suami istri sebuah hati yang baru yang dapat mengatasi „kekerasan hati‟ (Mat 19:8).

Kristus adalah “ya” bagi semua janji Allah (2 Kor 1:20) dan pasangan suami istri diajak untuk mengambil bagian di dalam realisasi dari kesetiaan kasih Allah kepada manusia dengan juga mengatakan “ya” pada janji perkawinan. Maka dengan ikatan perkawinan yang tak terceraikan ini, pasangan Kristiani mengambil bagian dalam ikatan kasih
yang tak terceraikan antara Kristus dengan Mempelai-Nya, yaitu Gereja-Nya, yang dikasihi-Nya sampai akhir (lih. Yoh 13:1)

Missio:

Allah sendiri tidak pernah mengenal istilah cerai. Allah hanya mengenal istilah dipersatukan. Dan apa yang sudah dipersatukan oleh Allah, tidak bisa diceraikan oleh manusia. Apa maksudnya hal tersebut? Di hadapan Allah, semua pasangan yang diberkati di gereja, sudah menjadi satu.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved