Berita Internasional
Pengamat Menyebut Kematian Presiden Ebrahim Raisi Menciptakan Krisis Suksesi di Iran
Helikopter yang ditumpanginya jatuh di wilayah pegunungan terpencil di Azerbaijan Timur. Demikian menurut media pemerintah Iran.
POS-KUPANG.COM, TEHERAN - Dinamika politik Iran menarik perhatian dunia setelah kecelakaan helikopter menewaskan Presiden Iran Ebrahim Raisi dan Menteri Luar Negeri, Hossein Amir-Abdollahian, dan pejabat tinggi lainnya.
Ada pengamat yang menyebut kematian Raisi akan menciptakan krisis suksesi kepemimpinan di Iran dalam waktu dekat.
Presiden Iran, Ebrahim Raisi alami kecelakaan saat bertolak kembali ke Iran pada Minggu (19/5/2024) setelah perjalanan ke perbatasan Iran-Azerbaijan untuk meresmikan sebuah bendungan bersama Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev.
Helikopter yang ditumpanginya jatuh di wilayah pegunungan terpencil di Azerbaijan Timur. Demikian menurut media pemerintah Iran.
Sampai hari ini sebab musabab kecelakaan helikopter itu masih simpang siur.
"Banyak asumsi berbeda-beda dan laporan yang belum terkonfirmasi beredar di Iran," papar Sara Bazoobandi, pakar Iran di lembaga pemikir Institut Jerman untuk Studi Global dan Area di Hamburg.
"Penyebabnya, bisa saja murni kecelakaan atau helikopternya sudah tua, atau juga sabotase, dan mungkin melibatkan orang-orang dari lingkaran politik Raisi. Tidak ada hal yang bisa dikesampingkan, semua kemungkinan itu bisa jadi penyebab," ujarnya.
"Masyarakat Iran kemungkinan besar berharap rincian lebih lanjut mengenai kecelakaan itu akan muncul dalam beberapa hari dan minggu mendatang," tambah Bazoobandi.
Jaga Ketertiban Umum
Sementara itu, rezim teokrasi Iran berusaha menjaga ketertiban dan keadaan tetap stabil.
Kabinet Iran berjanji bahwa pekerjaan pemerintah akan terus berjalan "tanpa gangguan sedikit pun" dan mengatakan bahwa "kami menjamin bangsa yang setia bahwa pelayanan akan terus berlanjut dengan semangat Ayatollah Raisi yang tak kenal lelah."
Wakil Presiden Utama Iran, Mohammad Mokhber, telah ditunjuk sebagai presiden ad interim. Dia diperkirakan akan menjabat sebagai presiden sementara selama sekitar 50 hari sebelum pemilihan presiden baru.
Pemimpin Tertinggi, Ayatollah Ali Khamenei, yang memegang kekuasaan tertinggi Iran, mengumumkan penunjukan Mokhber dalam pesan belasungkawa yang ia sampaikan atas kematian Raisi.
Mokhber, yang berusia 68 tahun, sejauh ini lebih banyak berada di balik layar dibandingkan dengan politisi lain di negara teokrasi Iran. Namun, ia kini telah muncul di hadapan publik.
Dia memiliki hubungan baik dengan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC). Demikian menurut peneliti tamu di German Institute for International and Security Affairs (Institut Urusan Internasional dan Keamanan Jerman), Hamidreza Azizi.
"Hubungan Mokhber dengan kepemimpinan inti IRGC akan menjamin bahwa peran IRGC dalam pemerintahan Iran akan tetap utuh dan bahkan meningkat,” tulis pakar tersebut di media sosial X.
"Kepresidenan interimnya mungkin membuka jalan bagi IRGC untuk melakukan kontrol yang lebih terbuka terhadap kebijakan administratif."
Gelar Pemilu
Bazoobandi mengatakan, pemilu kemungkinan akan diadakan dalam jangka waktu 50 hari yang diamanatkan.
"Namun, dapat diasumsikan bahwa pemilu kali ini juga tidak sah. Pemilu akal-akalan akan diselenggarakan," katanya, mengacu pada pemilihan presiden terakhir pada 2021, yang dimenangi dengan mudah oleh Raisi.
Pemilu akan berlangsung ketika negara tersebut sedang berjuang menghadapi serangkaian tantangan geopolitik dan ekonomi.
Banyak warga Iran yang menghadapi kesulitan ekonomi, dengan inflasi lebih dari 50 persen, kenaikan utilitas, harga pangan dan perumahan, serta anjloknya mata uang riyal.
Pemerintah Iran semakin banyak menerapkan hukuman mati. Iran mengeksekusi 853 orang pada tahun 2023, demikian menurut data Amnesty International.
Itu jumlah eksekusi tertinggi sejak 2015. Kelompok hak asasi manusia itu mengatakan, rezim tersebut melakukan lebih banyak hukuman gantung sebagai cara untuk menanamkan rasa takut setelah protes yang meletus pada musim gugur 2022.
Situasi politik dan ekonomi berkontribusi terhadap meningkatnya kekecewaan masyarakat terhadap sistem, dan dapat menyebabkan semakin sedikitnya orang yang berpartisipasi dalam pemilu berikutnya, kata Bazoobandi.
"Mereka tidak memercayai rezim dan hanya memiliki sedikit harapan terhadap perubahan. Selain itu, banyak warga yang beranggapan, hasilnya sudah diketahui sebelum pemilu," katanya, seraya menambahkan bahwa pertanyaan paling menarik adalah siapa yang akan menggantikan Raisi.
"Tidak dapat dimungkiri bahwa wakil presiden saat ini akan mengambil alih."
Pakar Iran di Carnegie Endowment for International Peace, Karim Sadjadpour yakin kematian Raisi "akan menciptakan krisis suksesi" di Iran.
"Dia dan Mojtaba Khamenei adalah satu-satunya pesaing untuk menggantikan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Khamenei (ayah Mojtaba) yang berusia 85 tahun," tulisnya di X.
"Dalam budaya politik konspirasi Iran, hanya sedikit orang yang percaya bahwa kematian Raisi adalah kecelakaan."
Oposisi kecewa
Kematian Raisi, seorang tokoh garis keras yang dipandang sebagai calon penerus Khamenei, kemungkinan akan menghidupkan kembali perdebatan, tentang siapa yang akan menjadi pemimpin tertinggi berikutnya.
Meskipun Khamenei belum mendukung penggantinya, pengamat Iran mengatakan, Raisi adalah salah satu dari dua nama yang paling sering disebutkan, yang kedua adalah Mojtaba yang berusia 55 tahun, yang diyakini memiliki pengaruh di balik layar.
Namun, beberapa pihak menyuarakan keprihatinan mengenai posisi yang akan diberikan kepada anggota keluarga, dan banyak yang yakin keputusan tersebut akan ditolak oleh sebagian besar masyarakat.
"Penunjukan Mojtaba Khamenei sebagai Pemimpin Tertinggi Spiritual Iran dapat memicu keresahan masyarakat," tulis Sadjadpour.
"Kurangnya legitimasi dan popularitasnya, akan berarti dia sepenuhnya bergantung pada Garda Revolusi untuk menjaga ketertiban. Hal ini dapat mempercepat transisi rezim ke pemerintahan militer atau potensi keruntuhan rezim tersebut."
Namun, Bazoobandi yakin protes massal baru di negara tersebut tidak mungkin terjadi.
"Rezim yang berkuasa telah melumpuhkan aksi protes sehubungan kematian Jina Mahsa Amini dua tahun lalu dengan sangat brutal, sehingga sebagian besar masyarakat yang beroposisi kecewa," katanya.
Dia mengatakan, tidak akan ada perubahan apa pun di bawah presiden sementara yang baru.
"Raisi menerima instruksinya dari Khamenei. Dia hanyalah boneka. Dan hal itu tidak akan jauh berbeda dengan presiden berikutnya."
Pandangan ini dianut oleh Mohammad Ali Shabani, editor Amwaj.media, sebuah situs web yang berfokus pada urusan Iran.
"Pemilihan presiden yang dilakukan lebih awal, dapat memberikan kesempatan bagi Khamenei dan para petinggi negara untuk mengubah arah dengan cara yang menyelamatkan mukanya dan memberikan jalan bagi para pemilih yang kecewa untuk kembali ke proses politik,” katanya.
"Namun, hal ini memerlukan keputusan strategis untuk memutar balik dan memperluas lingkaran politik yang terus menyusut. Sejauh ini, kecenderungan kelompok politik adalah menggandakan kekuasaan konservatif.”
Hamidreza Azizi, dari Institut Urusan Internasional dan Keamanan Jerman, juga menganut pandangan serupa, dan tidak yakin kematian Raisi akan berdampak signifikan pada cengkeraman kekuasaan rezim teokratis tersebut.
"Secara keseluruhan, implikasi kematian Raisi tidak akan menjadi pukulan mendasar atau pukulan telak terhadap sistem yang ada. Namun, akan berdampak pada persaingan antarkelompok garis keras, akan tetapi tidak akan berdampak pada arah strategis Republik Iran dalam politik luar negeri atau dalam negeri," demikian Azizi.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com berjudul Menerka Masa Depan Politik Iran Setelah Kematian Presiden Raisi
Kisah Menarik dari Jepang yang Mulai Kewalahan karena Populasi Turun Drastis |
![]() |
---|
Hyundai Engineering Minta Maaf Atas Musibah Ambruknya Jembatan yang Tewaskan 4 Orang |
![]() |
---|
Bandara Turkiye Ditutup Selama 1 Jam Gara-gara Penampakan Benda Langit Diduga UFO |
![]() |
---|
Bus Masuk Jurang di Bolivia Menelan Korban Jiwa 30 Orang |
![]() |
---|
Istri Bung Karno, Ratna Sari Dewi Melepas Status WNI Demi Jadi Caleg Jepang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.