Tokoh Daerah NTT
Profil Tokoh NTT , Daniel Yusmic Pancastaki Foekh Kelakar Jadi Kenyatan, Kini Jabatan Hakim MK RI
Tokoh NTT yang ini hampir tak dikenal di NTT . Namun kipranya di tingkat nasional sudah bikin bangga bumi Flobarama
Penulis: Alfred Dama | Editor: Alfred Dama
POS KUPANG.COM -- Tokoh NTT yang ini hampir tak dikenal di NTT . Namun kipranya di tingkat nasional sudah bikin bangga bumi Flobarama .
Sosok Daniel Yusmic Pancastaki Foekh merupakan salah satu hakim konstitusi RI yang dipilih langsung oleh Presiden Jokowi
Dikutuo darii, mkri.id Lahir di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada 15 Desember 1964, Daniel merupakan putra ke-5 dari tujuh bersaudara.
Ia lahir dari pasangan Esau Foekh dan Yohana Foekh-Mozes. Ketika Daniel menamatkan Sekolah Dasar (SD) GMIT 2 di Kabupaten Kefamenanu, ia mendapat nilai pas-pasan. Idealisme sang ayah yang mengharuskan setiap anaknya memperoleh nilai yang bagus, membuat Daniel harus mengulang kembali kelas VI SD Inpres Oetete II Kupang. Hal ini menyebabkan ia mengulang kembali kelas VI SD bersama dengan adiknya. Karena itulah, Daniel memiliki dua ijazah SD.
Dibesarkan dari keluarga pendidik tidak serta-merta membuat sosok Daniel memiliki cita-cita sebagai pendidik. Ia justru memiliki cita-cita sebagai hakim. Akan tetapi, cita-citanya tersebut tidak didukung oleh sang ayah.
Ayahnya menghendaki ia meneruskan pekerjaan sebagai pendidik. “Bapak saya seorang pendidik, berstatus PNS. Bapak saya mengawali karier sebagai guru sekolah dasar (SD), kepala sekolah, penilik sekolah hingga terakhir pensiun dari Kanwil Pendidikan dan Kebudayaan (P & K) Provinsi NTT,” kisahnya.
Baca juga: Profil Tokoh NTT Temon, Pelawak dan Aktor Legendaris Indonesia Berdarah NTT
Menurut Daniel, kala itu di NTT, salah satu jabatan yang dihormati masyarakat sebagai pendidik (guru), selain Pendeta dan Pastor. Oleh karena itu, ayahnya berharap besar Daniel bisa menjadi seorang pendidik.
Akan tetapi, ia melihat kehidupan ayahnya yang sangat sederhana sehingga muncul di pikirannya untuk tidak hidup menjadi pendidik seperti ayahnya. “Saya baru mengerti mengapa kehidupan Bapak sangat sederhana. Beliau harus menghidupi tujuh orang anak. Apalagi menjadi pendidik PNS yang jujur di Kupang, tidak memungkinkan ada pemasukan lain selain gaji,” ujarnya
Kemudian, ketika ayahnya menjadi penilik sekolah di Pulau Rote (saat ini kabupaten Rote-Ndao), ia pun terinspirasi mengambil fakultas hukum dari saudara yang menjadi pokrol bambu (seorang pengacara praktik yang tidak memiliki izin resmi, red.)
yang biasa beracara di Pengadilan Negeri Rote. Dari situ kecintaannya terhadap dunia hukum mulai tumbuh. Meski sang ayah menentang cita-cita tersebut, Daniel tak patah arang dalam mengejar mimpinya. Usai lulus dari SMA Negeri 1 Kupang, ia mendaftar mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (Sipenmaru) pada 1985, dengan pilihan pertama di Fakultas Hukum Universitas Negeri Nusa Cendana (Undana) Kupang dan pilihan kedua juga di Fakultas Hukum Udayana Bali.
“Saya ingat ayah sempat mengancam jika saya tetap mengambil fakultas hukum, maka beliau tidak akan membiayai kuliah saya. Namun setelah pengumuman resmi saya diterima sebagai mahasiswa FH Undana, ayah tetap membayar registrasi, dengan berpesan, selama kuliah tidak boleh menikah,” kenangnya.
Baca juga: Profil Tokoh NTT, Petrus Jawa Suri Mengabdi Tak Terbatas pada Kebaikan
Daniel pun resmi menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (UNDANA). Sebelumnya, ia ingin mengambil jurusan hukum perdata. Menurutnya, ada anggapan lulusan jurusan hukum perdata lebih mudah mendapatkan pekerjaan dari pada jurusan yang lain.
Akan tetapi, ketika Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara terbit, ia beserta dua rekannya (Mohammad Said dan Renhard Udjululu) memilih jurusan hukum tata negara. “Jadi, pada waktu itu, niat awal mengambil jurusan hukum perdata. Lalu, pindah ke hukum tata negara karena terinspirasi UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang peradilan TUN,” ujar ayah tiga anak ini berkisah.
Menurut Daniel, kala itu fakultas hukum di Universitas Nusa Cendana memiliki 4 jurusan, yakni hukum perdata, hukum pidana, hukum Internasional dan Hukum Tata Negara (HTN). Namun jurusan HTN sedikit peminatnya. Sejak berlakunya UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN, ia dan dua temannya mendaftar ke jurusan HTN.
“UU itu yang memotivasi. Kami bertiga pun beralih ke jurusan HTN. Kami saling mengisikan formulir satu sama lainnya agar tidak ada yang saling mendustai. Kini kedua teman saya itu menjadi PNS/ASN (Mohammad Said. SH menjadi PNS BKKBN di Maros Sulsel dan Renhard Udjululu, SH di Lapas Anak Kota Kupang). Saya suka berkelakar dengan mereka, jika kalian menjadi PNS, maka saya ingin menjadi pejabat negara,” kenang suami dari Sumiaty ini.
Siapa sangka kelakar itu menjadi doa yang terkabul. Tiga puluh tahun setelahnya, Daniel resmi dilantik Presiden Joko Widodo sebagai hakim konstitusi menggantikan I Dewa Gede Palguna yang memasuki purnatugas.
Dikutip darei Wikipeda, Dr. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, S.H., M.Hum sudah aktif semasa menjadi mahasiswa.
Di kampus, ia aktif di Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), sampai menjabat sebagai Wakil Sekretaris Umum di PP GMKI. Ia lulus dengan gelar Sarjana Hukum pada tahun 1990.
Selepas sempat gagal menjadi wartawan dan bekerja sebagai karyawan swasta, Daniel memutuskan untuk melanjutkan studi magisternya dalam bidang hukum tata negara di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Pada saat berkuliah di UI, ia mewakili GMKI di forum Kelompok Cipayung dan Forum Kebangsaan Pemuda Indonesia, yang terdiri atas aktivis-aktivis dari organisasi mahasiswa besar seperti GMKI, PMKRI, HMI, GMNI, dan PMII,.
Kesibukan kuliahnya membuat ia meninggalkan dunia aktivisme. Ia lulus pada tahun 1998 dengan dibimbing Jimly Asshiddiqie, yang pada saat itu menjabat sebagai asisten Wakil Presiden B.J. Habibie dan kelak menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi yang pertama.
Ia kemudian melanjutkan studi doktoralnya di UI yang diselesaikannya pada tahun 2010.
Karier akademisi
Setelah menjadi dosen honorer di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia, Daniel diterima menjadi dosen tetap di Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya di Jakarta.
Di Atma Jaya, ia mengajar mata kuliah hukum tata negara, hukum tata negara darurat, dan hukum acara Mahkamah Konstitusi. Ia juga pernah dipercaya menjadi Kepala Bagian Hukum Tata Negara[2] dan Wakil Dekan Fakultas Hukum.
Sebagai akademisi, Daniel banyak meneliti tentang aspek darurat dalam hukum tata negara Indonesia dan tentang kekuasaan kepresidenan.
Tesis magisternya di UI berjudul "Pengaruh Kekuasaan Presiden terhadap Upaya Menegakkan Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka dalam Perspektif Yuridis-Politis: Suatu Analisis Lima Kedudukan Presiden Berdasarkan UUD 1945".
Sedangkan, disertasi doktoralnya berjudul "Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang: Suatu Kajian dari Perspektif Hukum Tata Negara Normal dan Hukum Tata Negara Darurat".[6]
Selain itu, Daniel juga aktif di Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) dan Asosiasi Pengajar Mata Kuliah Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (APHAMK).
Hakim Konstitusi (2020-kini)
Pada tahun 2003, Daniel pernah mendaftar untuk menjadi hakim MK dari unsur pemerintah, namun gagal karena tidak memenuhi syarat.
Daniel kembali mendaftar menjadi calon hakim MK pada tahun 2019 untuk menggantikan I Dewa Gede Palguna yang telah akan habis masa jabatannya. Ia lolos menjadi salah satu dari delapan orang kandidat selepas seleksi administrasi dan tertulis pada bulan Desember 2019.
Bersama Komisioner Komisi Yudisial Suparman Marzuki dan anggota Komisi Pemilihan Umum Ida Budhiati, Daniel menjadi salah satu dari tiga nama yang diajukan oleh panitia seleksi kepada Presiden.[9][10]
Ia dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara bersama Suhartoyo pada 7 Januari 2020.[11][12]
Pandangan hukum
Pada kontroversi revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi bulan September 2019, Daniel berpandangan bahwa Presiden tidak perlu mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) oleh karena tidak adanya kegentingan yang memaksa.
Kehidupan pribadi
Dari pernikahannya dengan Sumiaty, Daniel dikaruniai tiga orang anak.
Selain di dunia hukum, Daniel aktif dalam beberapa organisasi dan lembaga sosial seperti Majelis Pendidikan Kristen, Yayasan Komunikasi Indonesia, Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Gereja Protestan di Indonesia, dan di Komisi Hukum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia.*
Baca berita lain di Pos Kupang.com KLIK >>> GOOGLE.NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.