Opini

Salib: Dari Penghinaan Menuju Kemuliaan

Untuk memperoleh deskripsi tentang narasi penyaliban Yesus yang terang benderang, film dokumenter Yesus dari Nasaret menurut injil Lukas.

Editor: Agustinus Sape
YOUTUBE/KOMISI KOMSOS K. PADANG
Ilustrasi Yesus wafat di Salib 
Arnoldus Nggorong
Arnoldus Nggorong (FOTO PRIBADI)

Oleh: Arnoldus Nggorong

POS-KUPANG.COM - Menyebut kata salib, dengan serta merta imajinasi umat Kristiani langsung mengarah pada tokoh Yesus. Deskripsi tentang kesedihan, kesengsaraan, penderitaan, secara intrinsik, melekat pada kata Salib yang dihubungkan dengan Yesus. Sebab pengalaman Yesus terutama sejak penangkapan-Nya di taman Getsemani, yang didahului ciuman Yudas Iskariot sebagai petunjuk dan penanda bagi para serdadu (Mat. 26:48-49), dilanjutkan dengan penghinaan, pelecehan, penganiayaan, penyiksaan, dan berakhir dengan hukuman mati di salib menunjukkan dengan amat jelas kisah penderitaan itu.

Untuk memperoleh deskripsi tentang narasi penyaliban Yesus yang terang benderang, film dokumenter Yesus dari Nasaret menurut injil Lukas dengan sutradara John Heyman dan Jesus Christ Superstar yang disutradarai Norman Jewison dapat menjadi salah satu rujukan.

Lebih dari itu, kalau membaca dengan saksama seluruh kisah hidup Yesus dalam keempat injil yaitu Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes, sesungguhnya, dalam arti tertentu, sejarah hidup Yesus sejak awal kelahiran-Nya sudah disertai dengan penderitaan.

Ditambah lagi dengan pencobaan di Padang Gurun, penolakan dari orang-orang seasalnya di Nazaret, kesulitan-kesulitan dari ahli taurat dan tokoh agama Yahudi merupakan pengalaman derita yang dialami Yesus ketika memulai dan selama pewartaan-Nya. Puncak dari kisah kesengsaraan dan penderitaan itu terlaksana pada kematian-Nya di salib.

Lagipula kalau menelusuri sejarahnya, diketahui bahwa penyaliban merupakan satu bentuk pelaksanaan hukuman mati Romawi. Hukuman ini dijalankan oleh orang-orang Roma terhadap para budak dan pemberontak politis, demikian Georg Kirchberger dalam bukunya ‘Allah Menggugat’.

Selanjutnya Kirchberger menulis, Yesus dihukum mati oleh instansi Romawi, yaitu prokurator Pontius Pilatus, sebagai seorang pemberontak yang melawan kekuasaan Roma dan juga penghujat Allah. Jadi alasan hukuman penyaliban yang ditimpakan pada Yesus adalah alasan politis dan religius.

Dalam konteks ini, Yesus dapat disetarakan dengan penjahat dan budak. Yesus terhitung dalam golongan orang-orang jahat (bdk. Mrk. 15:28) karena bersama Dia disalibkan juga dua penjahat.

Dengan ini menjadi jelas bahwa hukuman penyaliban adalah sesuatu yang amat hina, yang merendahkan martabat manusia, karena berhubungan dengan tindakan dan perilaku yang jahat, buruk, tidak manusiawi.

Dalam rumusan yang tegas, hukuman penyaliban adalah bentuk penghinaan paling biadab terhadap martabat manusia.

Perspektif Baru

Namun jika ditilik dari misi penyelamatan Yesus, salib menjadi sarana untuk menebus dosa manusia. Salib, yang sebelumnya dipandang sebagai simbol penghinaan, keputusasaan, dan segala macam keburukan yang disematkan padanya, mendapat makna baru di dalam Yesus.

Segala pandangan negatif yang berhubungan dengan salib, termasuk ucapan ustadz Abdul Somad yang beredar dalam potongan video: ‘salib adalah tempat bersarangnya jin kafir’ (cnnindonesia.com 18/8/2019), yang didukung oleh Daniel Mananta, artis nasional penganut Kristiani, “di balik patung salib Yesus ada jin kafir” (viva.co.id 18/11/2022), dan berbagai jenis sebutan lainnya yang mengandung keburukan, kini dibaharui dalam dan melalui Yesus.

Penderitaan, sengsara dan wafat Yesus dalam dan melalui salib bukan lagi dilihat sebagai malapetaka dan kemalangan. Salib telah mendapat aksentuasi baru dalam pengertian yang positif. Di dalamnya terdapat harapan, ketaatan, kesetiaan, kerelaan yang ikhlas bukan kerelaan yang dipaksakan, kesabaran, kepasrahan total, kerendahan hati, pengampunan, cinta yang tak terbatas.

Dalam rumusan religius-injili, salib dipandang sebagai sarana penebusan umat manusia. Dalam bahasa Kirchberger, Yesus menderita dan mati demi silih bagi mereka yang menolak dan membunuh-Nya.

Penegasan akan penebusan umat manusia tampak dalam peristiwa kebangkitan Yesus (bdk. Mrk 16:1-7, Mat. 28:1-10, Luk. 24:1-12, Yoh. 20:1-9), yang diperkuat oleh kesaksian Petrus bahwa Yesus telah dibangkitkan Allah pada hari ketiga (Kis.10:40).

Kebangkitan Yesus menunjukkan keberhasilan-Nya mengalahkan maut, kemenangan atas kuasa kematian. Menurut Paulus, kebangkitan Yesus dari antara orang mati menjadi penanda bahwa maut tidak berkuasa lagi atas Dia. Sebab kematian-Nya adalah kematian atas dosa (bdk. Rm. 6:9-10).

Perspektif baru tentang salib dan penderitaan ditemukan pula dalam percakapan batin antara Yesus dan Sta. Faustina. Dia menulis dalam buku hariannya kata-kata Yesus kepadanya sebagai berikut: “Penderitaan akan menjadi sumber kesucian bagimu.” (BH. 1487)

Selanjutnya ketika Sta. Faustina, dalam keluhannya, akibat sakit paru-paru yang dideritanya dan cemoohan yang didapatnya dari rekan-rekan susternya, kepada Yesus, dia mendapat peneguhan dari kata-kata Yesus berikut: “Benar, anak-Ku, semua itu menyakitkan. Tetapi, tidak ada jalan lain menuju surga kecuali jalan salib. Aku sudah lebih dahulu menapaki jalan itu. Engkau harus tahu bahwa itulah jalan yang paling pendek dan paling pasti (BH. 1487).

Penutup

Bertolak dari paparan ringkas di atas, dapat dikatakan cara pandang lama tentang salib telah berubah dalam Yesus menjadi sudut pandang yang baru. Salib yang dianggap (anggapan lama) sebagai kemalangan, malapetaka, keburukan, dan keputusasaan telah beralih menjadi simbol kemenangan, tanda harapan, jalan kekudusan, kerendahan hati, pengampunan, dan kepasrahan total kepada kehendah Ilahi (pandangan baru).

Dalam rumusan biblis, salib adalah simbol kemenangan Yesus atas maut melalui kebangkitan-Nya. Salib adalah jalan menuju kemuliaan.

Dalam teologi Katolik, penderitaan dalam pelbagai wajahnya adalah salib.

Untuk dapat memahami salib dalam sudut pandang yang baru, di akhir tulisan ini, saya akan mengumpamakan penderitaan, salib, sebagai ujian semester bagi peserta didik. Setelah mendapat sekian banyak materi pelajaran selama satu semester, maka pada akhir semester anak didik akan diuji sejauh mana pengusaannya terhadap seluruh bahan ajar yang telah diperolehnya dalam satu semester tadi.

Bila digunakan cara pandang ini (perumpamaan sederhana ini), maka salib yang tampil dalam beranekaragam rupa itu adalah ujian dalam hidup. Dalam arti ini, salib adalah sarana untuk sampai kepada kemuliaan.

Dengan demikian, kalau mengalami penderitaan yang datang silih berganti, datanglah dan bersujudlah di bawah kaki salib Yesus, maka Dia akan menopang kita agar mampu memikul salib itu.

(Penulis adalah alumnus STFK Ledalero, tinggal di Labuan Bajo)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved