Sengketa Pemilu 2024
Demokrat Ternyata Ikut Menggugat Hasil Pemilu 2024 ke MK, Ada Dugaan Pencurian Suara
Partai Demokrat bakal mengungkap praktik penggelembungan dan pencurian suara yang mengakibatkan hilangnya kursi.
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Partai Demokrat menjadi salah satu partai politik yang mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU ke Mahkamah Konstitusi. Dugaan penggelembungan dan pencurian suara yang menyebabkan Demokrat terancam kehilangan kursi menjadi salah satu pertimbangan partai besutan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono itu menggugat hasil pemilu legislatif di 18 provinsi.
Mahkamah Konstitusi (MK) mencatat, sejumlah partai politik (parpol), seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrat, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), mengajukan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) 2024. Hingga Minggu (24/3/2024) pukul 19.00, terdapat 259 perkara PHPU untuk pemilu legislatif (pileg) masuk ke MK.
Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengungkapkan, perkara PHPU yang diajukan Demokrat mayoritas merupakan sengketa dengan pihak eksternal di luar partai. Kasus yang dilaporkan bervariasi, dari penggelembungan suara hingga pencurian suara dalam pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
”Ada kasus di 18 provinsi yang kami ajukan ke MK untuk berbagai tingkatan lembaga perwakilan. Jadi memang rata-rata penggelembungan suara atau suara dicolong. Kami temukan data perbedaan suaranya. (Akibatnya) kami merasa ada kursi yang dirampok,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Minggu.
Penggelembungan dan pencurian suara tersebut mengakibatkan suara yang seharusnya diperoleh Demokrat berkurang. Demokrat menemukan selisih antara 2 hingga 300 suara saat rekapitulasi sejumlah tempat pemungutan suara (TPS), kecamatan, dan kabupaten/kota. Berdasarkan simulasi konversi suara yang dilakukan Demokrat, selisih suara tersebut bisa mengakibatkan Demokrat kehilangan kursi.
Menurut Herzaky, hasil penghitungan suara di TPS yang dikumpulkan saksi Demokrat menunjukkan perolehan data yang berbeda saat rekapitulasi tingkat kecamatan.
Namun, Herzaky tak bersedia mengungkapkan daerah dan modus kecurangan yang dimaksud. Alasannya, perkara PHPU itu masih diproses di MK.
Selain itu, Partai Demokrat tidak ingin pihak terkait yang bakal dipanggil MK untuk memberikan kesaksian mempersiapkan diri.
”Karena kami cermati betul dinamikanya. Di awal (penghitungan TPS) suaranya berapa, mendadak saat rekapitulasi ada perubahan-perubahan, perbedaan suara di TPS-TPS tertentu. Dan, kami temukan datanya, ini kami bawa ke MK,” terangnya.
Bagi Herzaky, bukan kehilangan kursi yang menjadi alasan Demokrat menggugat ke MK, melainkan upaya mencari keadilan. Pasalnya, kecurangan yang berpotensi terjadi ini bersifat terstruktur dan sistematis.
Setelah pilpres
Ketua MK Suhartoyo, saat ditemui terpisah, mengungkapkan, perkara PHPU pileg akan ditangani setelah permohonan sengketa hasil pilpres diputus. Pasalnya, hakim konstitusi bisa kewalahan jika perkara pileg dan pilpres ditangani bersamaan.
”Registrasi (PHPU pileg) nanti setelah perbaikan permohonan. Pileg bakal diproses setelah semua tahapan (persidangan dan putusan) pilpres usai,” ungkapnya.
Baca juga: Jokowi Minta Mahkamah Konstitusi Jadi Wasit yang Adil, Tangani Sengketa Pemilu 2024
Suhartoyo juga memprediksi permohonan PHPU pada Pileg 2024 bakal lebih banyak ketimbang Pileg 2019 yang berjumlah 262 permohonan. Setelah periode pendaftaran, biasanya masih ada pihak yang terlambat mengirimkan berkas permohonan. Meski terlambat, MK menerima, tetapi dengan pertimbangan tertentu.
Saat proses perkara sengketa pileg, persidangan akan digelar per provinsi yang dibagi dalam tiga panel. ”Per provinsi (persidangannya), tapi kan nanti akan dibagi tiga panel lagi,” katanya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.