Berita Lembata

Film Muro Karya Sineas Lembata Yoris Wutun dan Alfred Wurin Raih Penghargaan di Kanada

Prestasi ini diumumkan melalui akun Instagram resmi panitia festival, theworldwithmnr Universitas Toronto, pada Rabu, 20 Maret 2024.

Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/HO
Film dokumenter berjudul ‘MURO” karya Lingkar Timur Documentary meraih dua penghargaan bergengsi dalam Festival Film Hak Asasi Manusia yang diselenggarakan Universitas Toronto, Kanada Tahun 2024 (University Of Toronto Human Rights Film Festival 2024) 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo

POS-KUPANG.COM, LEWOLEBA - Film dokumenter berjudul Muro karya dua  sineas asal Lembata Yoris Wutun dan Alfred Ike Wurin (Lingkar Timur Documentary), meraih dua penghargaan bergengsi dalam Festival Film Hak Asasi Manusia yang diselenggarakan Universitas Toronto, Kanada tahun 2024 (University Of Toronto Human Rights Film Festival 2024).

Prestasi ini diumumkan melalui akun Instagram resmi panitia festival, theworldwithmnr Universitas Toronto, pada Rabu, 20 Maret 2024.

Film yang mengangkat tentang kearifan lokal Muro di Desa Tapobaran, Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata ini meraih penghargaan Best Indigenous Film dan Outstanding Cinematography.

Muro merupakan film dokumenter yang bercerita tentang seorang pengelana yang ingin mengetahui tentang tradisi kearifan lokal Muro yang ada di Lembata, khususnya di Desa Tapobaran.

Pengelana tersebut diperankan oleh Ventus Ola, seorang seniman visual asal Adonara yang sekarang berkarier di Kota Jogjakarta.

Di dalamnya, Ventus berinteraksi dengan pemerintah desa dan masyarakat ada Desa Tapobaran yang sampai saat ini masih melestarikan kearifan lokal Muro.

“Sebuah kebanggaan buat kami bahwa film ini bisa meraih prestasi internasional. Kami hanya ingin mengirim pesan kepada pemerintah dan masyarakat lokal bahwa tradisi dan kearifan lokal yang diwariskan ini tidak boleh ditinggalkan dan wajib diwariskan,” ujar Yoris Wutun saat dihubungi POS-KUPANG.COM, Rabu, 20 Maret 2024.

Yoris juga mengucapkan terima kasih kepada pemerintah desa Tapobaran dan masyarakat adat setempat yang telah memberi kesempatan kepada mereka untuk mendokumentasikan Muro.

Di level nasional, film ini sebelumnya berhasil meraih  juara satu kontes video pendek dokumenter, yang diselenggarakan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Center for Transdisiciplinary and Sustainability Sciences (CTSS) Institute Pertanian Bogor (IPB).

Selain film Muro, Yoris juga meraih penghargaan di festival yang sama untuk film berjudul ‘HOMINI’ yang dia kerjakan bersama Jemima Utami. Film ini meraih penghargaan Woman Rights Award dari Universitas Toronto, Kanada, dalam festival yang sama.

Suara dari Lembata untuk Dunia

Film Muro yang digarap Lingkar Timur Documentary ini, berhasil mengelaborasi cerita baik tradisi Muro oleh komunitas masyarakat ada di Lembata yang menjaga kelangsungan ekosistem kawasan laut teluk Nuhanera. Ini merupakan suara dari Lembata untuk dunia. 

Baca juga: Desa Watodiri Tetapkan Perdes Muro, yang Melanggar Didenda Hewan Kaki Empat

Namun lebih dari itu, bagi mereka, film ini merupakan sebuah karya yang mampu menyuarakan kepada dunia bahwa budaya dan tradisi masyarakat Lamaholot yang diwariskan, memiliki peran yang sangat penting dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

“Salah satunya adalah Muro, sebuah bentuk konservasi baik laut maupun darat berbasis kearifan lokal masyarakat adat Lamaholot, khususnya di Pulau Lembata,” ujar Alfred. 

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved