Pilpres 2024

Prediksi Eep Saefulloh: Hak Angket akan Ending pada Pemakzulan Presiden Jokowi

Pengamat Politik, Eep Saefulloh Fatah memprediksikan bahwa hak angket DPR RI akan bermuara pada pemakzulan Presiden Jokowi.

Penulis: Frans Krowin | Editor: Frans Krowin
KOLASE/POS-KUPANG.COM
PEMAKZULAN – Hak angket yang kini sedang diperjuangkan memang akan ending pada pemakzulan Presiden Jokowi yang dinilai sejak awal telah melakukan pelanggaran Pemilu 2024. 

POS-KUPANG.COM – Pengamat Politik, Eep Saefulloh Fatah memprediksikan bahwa hak angket DPR RI yang terus diwacanakan belakangan ini akan bermuara pada pemakzulan Presiden Jokowi. Karena sejak awal Presiden Jokowi telah melakukan sejumlah pelanggaran Pemilu 2024.

Salah satu bentuk pelanggaran yang dilakukan Presiden Jokowi, adalah mengubah konstitusi tentang batas usia capres-cawapres untuk meloloskan Gibran Rakabuming Raka untuk maju dalam Pilpres 2024.

"Jadi, bapak ibu sekalian, hak angket itu akan berujung pada penggunaan hak menyatakan pendapat yang merupakan hak DPR. Hak menyatakan pendapat ini kalau targetnya pemakzulan, maka bunyinya kurang lebih adalah Presiden Joko Widodo sebagai penyelenggara Negara terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang Dasar 1945 pasal sekian ayat sekian dan seterusnya dan dalam konteks itu melakukan pelanggaran terhadap sejumlah Undang-undang berikut, UU nomor sekian dan seterusnya," ungkap Eep.

Eep pun menjelaskan, bahwa proses lanjutan dari hak menyatakan pendapat itu adalah mekanismenya diatur hingga meliputi jangka waktu tertentu.

"Maka hak menyatakan pendapat DPR ini ketika disahkan di sidang paripurna DPR, bisa dilanjutkan dengan klausul pemakzulan dengan diajukan secara materi ke Mahkamah Konstitusi.

MK Butuh Waktu 90 Hari

Pada bagian lain, Eep juga menyebutkan bahwa hak angket itu akan bermuara pada Mahkamah Konstitusi. Dalam urusan itu MK dikasih waktu selama-lamanya 90 hari untuk memprosesnya secara materi hingga pada kesimpulan atau keputusan apakah memang pernyataan pendapat DPR itu secara materi bisa diterima..

"Maka jika itu yang dijadikan putusan MK, berlanjut ke MPR dan MPR punya waktu selama-lamanya 30 hari untuk menyelenggarakan sidang istimewa menindaklanjuti," sambung Eep.

Pada kesempatan yang sama  Eep juga menyebutkan bahwa ada tiga lampu sorot yang menjadi perhatian semua pihak di dalam Pemilu 2024.

Pertama, Presiden Joko Widodo, yang menurutnya, telah melanggar konstitusi dan sejumlah aturan perundang-undangan.

"Dan saya tidak ingin mengulang. Itu bab yang sudah lewat. Semakin lama saya mengakses informasi lewat Youtube, terutama, semakin banyak orang yang berkeahlian menggambarkan dari perspektif mereka apa yang disebut sebagai pelanggaran konstitusi oleh Presiden Jokowi, pelanggaran sejumlah Undang-undang oleh Presiden Jokowi," tutur Eep

Bahwa presiden memang telah melanggar aturan terkait pencalonan putranya, Gibran Rakabuming Raka, di dalam kontestasi Pilpres 2024.

Mahkamah Konstitusi yang pada saat itu dipimpin paman Gibran, Anwar Usman, telah memutuskan batas usia capres-cawapres yang pada akhirnya memberikan karpet merah bagi pencalonan Gibran, meski belum berusia 40 tahun.

"Pembiaran terhadap itu adalah dosa sejarah setiap orang di Indonesia. Pembiaran pelanggaran konstitusi dan Undang-undang oleh presiden, tidak boleh dilakukan, apapun hasilnya,” ujar Eep.

Baca juga: Prabowo-Gibran Menang Telak di Jawa Tengah, Ritonga: Magnet Jokowi Lebih Kuat dari Ganjar dan Mega

“Bahwa perjuangan untuk menuntut agar ini diadili, ini diperkarakan, sampai tuntas, memang bisa saja ada pihak yang bakal kalah dan menang secara politik. Tapi itu urusan lain,” ujarnya. 

Lampu sorot yang kedua, lanjut dia, yaitu penyelenggara pemilu, yang menurutnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), mesti bersikap untuk menyikapi problematika pemilu saat ini.

Prabowo-Gibran Tidak Sah

Menurut Eep Saefulloh Fatah yang juga CEO Pollmark Indonesia ini, mengatakan, bahwa KPU dan Bawaslu memang tidak bekerja maksimal di dalam proses penghitungan suara tersebut.

Hal itu terlihat dari lambannya hasil penghitungan suara, meskipun mereka telah menggunakan teknologi pendukung.

"Ini adalah penghitungan suara paling lamban dan paling kisruh sepanjang kita menyelenggarakan pemilu.

Dan celakanya itu terjadi pada saat untuk pertama kali kita menggunakan teknologi yang sebelumnya belum pernah kita punya, yang disebut artificial intelligent yang dengan sangat mudah memindai PlanoC.hasil menjadi data numerik ke dalam satu aplikasi yang dengan sangat segera bisa menyelesaikan seluruh penghitungan di Indonesia 823.220 TPS semestinya," ungkap Eep.

"Yang terjadi kemudian sampai dengan hari ini kekacauan berlapis lapis," lanjut dia.

Lampu sorot ketiga, menurut Eep, adalah kontestan Pilpres 2024.

Ia menilai, peserta Pilpres 2024 seharusnya hanya diikuti oleh dua pasangan calon (paslon).

Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dinilai tidak sah secara hukum dan etik untuk ikut kontestasi Pilpres 2024.

"Di luar tiga pasang itu, ada satu peserta yang rajin membagikan bansos, menggerakan aparat dan lain-lain, ini peserta ilegal Pilpres 2024, namanya Joko Widodo.

Ini satu. Satu lagi, masalahnya adalah (paslon) 02 dari sejak awal sudah tidak bisa diterima sebagai hukum sebagai peserta," pungkasnya.

Mantan Konsultan Politik Jokowi

Eep Saefulloh Fatah pernah menjadi konsultan politik pasangan Anies Baswedan-Sandaga Uno yang diusung Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam Pilkada DKI 2017.

Selama menjadi konsultan politik, rekam jejak Eep tidak bisa dipandang sebelah mata.

Baca juga: PDIP dan Presiden Jokowi Tak Mungkin akan Bersatu, Begini Kata Adi Prayiotno

Dia menjadi orang yang ada di belakang kemenangan pasangan Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar pada pemilihan Gubernur Jawa Barat.

Eep juga memiliki peran besar dalam kemenangan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla saat mengalahkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada Pilpres 2014.

Ia juga menjadi tim sukses pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada Pilkada DKI 2012.

Saat itu, Jokowi-Ahok mengalahkan pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli yang sebelumnya memiliki popularitas tinggi. (*)

Ikuti Pos-Kupang.Com di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved