Wawancara Eksklusif

Wawancara Eksklusif Dr. Saleh Husin: Hilirisasi Sawit RI Perbanyak Nilai Tambah

Saleh Husin sudah mempelajari bahwa setiap ekspor CPO ke negara lain itu dilakukan hilirisasi supaya menjadi nilai tambah.

Editor: Alfons Nedabang
TRIBUNNEWS.COM
Menteri Perindustrian periode 2014-2016, Saleh Husin saat berada di Kantor Tribun Network, Palmerah, Jakarta, Selasa (5/3/2024). 

Tidak juga artinya gini kita harus bisa atur volumenya. Kalu volume minyak mentah kita terlalu banjir otomatis harga akan turun.

Salah satu caranya mengatur volume dengan mengurangi sehingga harga akan ikut naik. Kalau ditahan di dalam negeri lalu salurannya ke mana yaitu hilirisasi sawit.

Boleh dikatakan kunci utama kita bisa mengatur harga adalah dengan hilirisasi sawit?

Iya hilirisasi sawit.

Sebetuknya ujung dari kita hilirisasi itu apa saja yang dihasilkan produknya?

Macam-macam turunan dari hilirisasi bisa 70-80 produk. Misalnya untuk oil food (makanan), chemical (sabun, shampo). Ada ketetuan makanan yang harus memakai CPO jika dia memakai minyak nabati katakanlah cokelat dia akan lembek atau dia pakai soy bean sama akan lembek juga.

Bohong kalau Eropa tidak butuh CPO, dia pakai crude palm oil sehingga produk cokelatnya menjadi keras.

Negara-negara Eropa ikut mengkampanyekan minyak sawit tidak bagus. Apa yang sebetulnya terjadi?

Jadi ini namanya persaingan dagang, kita bisa pelajari selama ini mereka import CPO kita. Selama ini mereka bikin turunan barang jadi tapi kok mereka tidak teriak.

Padahal mereka bikin itu ada pabriknya punya banyak karyawan, sementara di dalam riset kita juga salah satu minyak nabati yang paling mudah dihilirisasi adalah CPO.

Karena angka iodium minyak nabati itu antara 50-55, tapi kalau minyak nabati yang lain itu di atas 100. Sehingga agak sulit untuk di downstream. Artinya bisa tetapi costnya lebih mahal.

Jadi menurut Pak Saleh kampanye negatif minyak sawit ini murni akibat perang dagang?

Bagaimana pun kita tahu Eropa sebagai penghasil minyak nabati dunia. Ada Amerika, Brasil, China (soybean), Ukraina, Rusia (bunga matahari) itu kan sama-sama minyak nabati.

Permasalahannya mereka kan negara empat musim jadi hanya bisa empat bulan memproduksi. Sedangkan kita di Indonesia dan Malaysia bisa bekerja 12 bulan sudah pasti costnya lebih murah.

Mau sampai kapanpun mereka akan lebih mahal costnya. Belum lagi tenaga kerja. Untuk menghasilkan 1 ton minyak nabati dari soybean atau bunga matahari mereka membutuhkan lahan yang luas meskipun hasilnya sama.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved