Opini

Romantis Versus MSG: Memberi Pancing atau Ikan

Mereka yang turut mengambil bagian dalam makan bersama itu yang disebut Romantis alias rombongan makan gratis.

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM
Pasangan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka juga menyampaikan janji makan siang gratis kepada anak-anak sekolah sebagai investasi untuk mencapai Indonesia emas pada tahun 2045 mendatang. 

Oleh: Yohanes Joni Liwu, S.Pd
Guru di SMPN 13 Kota Kupang

POS-KUPANG.COM - Semenjak berdomisili di Kupang (sejak kepindahan dari Rote, Pulau terselatan Indonesia, 2020 ) akronim Romantis alias Rombongan Makan Gratis santer terdengar.

Yang dimaksudkan adalah sekawanan orang yang hadir dalam suatu hajatan meskipun tidak diundang.

Mereka yang turut mengambil bagian dalam makan bersama itu yang disebut Romantis alias rombongan makan gratis.

Kehadiran kelompok ini mesti diperhitungan tuan pesta ketika merancang biaya konsumsi. Atau dengan kata lain, biaya konsumsi tidak cukup hanya denga menperhitungkan jumlah orang yang diundang.

Jika dalam sebuah perusahaan dikenal dengan risiko perusahaan, maka dalam sebuah hajatan dapat pula disebut sebagai risiko hajatan atau pesta.

Ini fakta yang sering diamalami meski belum dilakukan survei hingga mendapatkan data secara kuantitatif.

Lalu siapakah Romantis itu? Ini menjadi menarik untuk dicecar akal sehat. Kelompok ini hampir kalangan remaja yang mendapatkan undangan dari mulut ke mulut.

Bisa diasumsi, jika seseorang mengabarkan kepada dua orang sahabatnya, lalu dua orang tersebut masing-masing mengabarkan kepada dua orang temannya, maka terbentuklah jaring romantis yang tidak bisa ditakar.

Oleh karenanya, kadang sebagian Romantis yang mengambil bagian (baca: makan ) setelah tamu undangan, tidak mendapat porsi
lauk lengkap; bahkan tidak kebagian karena sajian tuan rumah ludes.
Romantis yang ini berbeda dengan Makan Siang Gratis (MSG).

Program Prabowo Gibran yang sangat mungkin dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) pada Oktober mendatang. MSG tentu telah diperhitungkan secara matang. Hampir pasti MSG bukanlah Romatis yang sebagian besar kaum remaja.

Kelompok MSG adalah anak sekolah, santri dan ibu hamil. Secara kuantitatif, dikelompokkan sebagai berikut. Pertama, 74,2 juta anak sekolah alias murid.

Kedua, 4,3 juta santri. Ketiga, 4,4 juta ibu hamil. Total keseluruhan MSG menyasar 82,9 juta orang.

Dana untuk MSG pun fantastis yakni Rp 400 triliun per tahun. Artinya dalam setahun, setiap penerima mendapat Rp 4,82 juta. Jumlah tersebut setara dengan Rp 402 ribu per bulan atau Rp13.403 per hari.

Sungguh, secara kemanusiaan, program ini sangat menyentuh masyarakat banyak. Ketiga kelompok kategorial yang dibiayai makan siangnya oleh pemerintah ini tentu sangat terbantu.

Setidaknya biaya konsumsi keluarga per bulan disuport dengan MSG. Hal yang juga berampak pada peningkatan ekonomi para penyedia MSG semisal UMKM atau kelompok tak bernama lainnya yang turut menyediakan MSG.

Selain itu, MSG juga dilihat sebagai upaya perbaikan gizi untuk generasi bangsa ini. Sebuah invetasi terbaik pemerintah dalam rangka menyiapkan generasi emas 2045.

Sebuah generasi yang berkualitas yang sangat ditunjang kesehatannya, juga asupan gizinya sejak dalam kandungan. Ini poinnya, sehingga MSG menjadi salah satu program Prabowo Gibran dari asta (delapan) program lainnya.

Memberi Pancing atau Ikan

Sebuah pelajaran kecil dari orang tua pada umumnya yang juga masih membenam di pikiran ini yakni memberi anak pancing bukan ikan.

Prinsip ini bermula dari seorang Lao Tzu yang populer: “Give a man a
fish, feed him for a day. Teach a man to fish, feed him for a lifetime.”

Kurang lebih bermakna yang artinya kurang lebih berikan seseorang ikan maka itu akan cukup mengisi perutnya untuk satu hari dan ajarkan ia untuk memancing maka akan dapat memberinya makan seumur hidup.

Prinsip ini adalah prinsip memandirikan seseoang agar ia tidak lagi tergantung pada orang lain. Bahkan bukan tidak mungkin seseorang akan terlena manakala sering dibantu. Sebuah upaya mengerdilkan motivasi
seseorang ketika hendak mandiri.

Seorang pengemis misalnya, akan tetap melakoni profesinya manakala tidak diberdayakan otak dan ototnya. Ia akan terus meminta karena tidak terikat pada sebuah peraturan atau yakut akan atasan.

Sebagai wali kelas, saya sering meyampaikan agadium di atas kepada orang tua atau wali saat pembelajaran daring di masa Covid-19.

Saya tidak mengharapakan jawaban orang tua dari tugas yang diberikan secara daring tetapi jawaban siswa atau peserta didik itu sendiri.

Meski orisinalitas jawaban siswa kadang diragukan tetapi saya juga mesti mengapresiasi peran serta orang tua dalam membelajarkan anaknya di rumah. Hal yang kemudian mesti dibatasi sehingga orang tua hanya sebagai fasilitator di rumah.

Terhadap MSG tentu berbeda sebagai dikemukakan pada awal tulisan ini. Meski begitu, tujuan dan sasaran mesti jelas. Jumlah anak-anak dan ibu hamil sebagaimna data di atas tentu asumsi setiap tahun.

Jumlah bisa berubah tiap tahun bahkan tiap tahun. Tentu ini membutuhkan kecermatan pendataan sehingga pemberian MSG tidak salah sasaran.

Siapapun menteri yang ditunjuk Presiden mengurusi MSG adalah orang yang cerdas dan berhati nurani. Dua kemampuan sebagai modal dasar terhindar dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

Cerdas menempatkan personel yang mesti dengan cermat pula mendata warga
bangsa yang terakumulasi dalam tiga kategori penerima anggaran MSG sebanyak Rp 400 triliun.

Kita ingat beberapa banyak pejabat pemerintah yang menginap di hotel pordeo yang terindikasi mengerat dana bansos. Bukankah hal ini terjadi karena salah urus?

Hal berikut yakni pejabat yang mesti memiliki hati nurani. Berhati nurani di sini sebagai kesadaran moral” atau “pengetahuan moral.”

Hati nurani bereaksi saat tindakan, perbuatan dan perkataan seseorang sesuai atau bertentangan dengan sebuah standar mengenai benar dan salah. Hati nurani merupakan penghayatan tentang baik buruk berhubungan dengan tingkah laku konkret kita.

Jika tidak memiliki, bukan tidak mungkin akan menambah deretan penghuni hotel pordeo karena salah urus dana MSG.

Potensi Risiko MSG

Mesti diakui MSG sangat berdampak bagi tumbuh kembang seorang anak. MSG berkontribusi bagi pertumbuhan fisik anak. Hal yang berati pula mengatasi masalah stunting yang menjadi masalah kronis.

Pemberian MSG telah pula dilaksanakan di berbagai negara.Terbukti di beberapa negara jika MSG dapat meningkatkan kesehatan juga akdemis siswa.

Menurut sebuah laporan dari Global Child Nutrition Foundation (GCNF) berjudul School Meal Programs Around the World: Results from the 2021 Global Survey of School Meal Programs.

Laporan ini menunjukkan bahwa, dari 139 negara yang disurvei, 125 di antaranya memiliki setidaknya satu program pemberian makanan berskala besar di sekolah dasar dan sekolah menengah.
(https://theconversation.com/cek-fakta-benarkah-76-negara-punya-program-makan-siang-dan-susu-gratis-untuk-anak-sekolah-219913, dibaca pada 15/02/2024, pkl.11.26).

Dijelaskan bahwa dari sisi geografis, proporsi penerima program makan di sekolah di Amerika Latin/Karibia mencapai 55 persen, lalu Eropa, Asia Tengah, Amerika Utara (44 persen); Asia Selatan, Asia Timur, dan Pasifik (26 persen); dan Afrika Sub-Sahara (26 persen).

Angka ini menunjukkan proporsi siswa di negara berpendapatan tinggi lebih tinggi dibanding siswa di negara berpendapatan rendah dan menengah.

Meskipun begitu, ada pula riset yang menunjukkan kekhawatiran potensi risiko kesehatan terhadap makanan gratis.

Sebuah penelitian di Stanford menyoroti bahan kimia beracun dari makanan-makan tertentu dari pabrik.

Selain itu, penyertaan makanan ultra-proses (makanan dari pabrik yang melalui banyak tahap pengolahan) dalam makanan sekolah telah dikaitkan dengan penyakit kronis seperti obesitas dan penyakit kardiovaskular.

Ada juga kekhawatiran tentang dampak potensial dari makanan sekolah terhadap indeks massa tubuh (BMI) siswa dan kualitas makanan secara keseluruhan, sehingga perlu penelitian lebih lanjut untuk memahami dampak tersebut secara menyeluruh.

Beberapa hal kecil ini mesti diperhatkan dalam pengadaan MSG. Jika demikian, sangat dibutuhkan kecermatan dalam perencanaan dan pemantauan agar sapat memastikan kesehatan dan kesejahteraan anak-anak, apalagi ibu hamil terhadap penerima manfaat dari MSG.

Demikian pun perlu pemahaman yang komprehensif sebelum program MSG digelontorkan. (*)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved