Harga Beras Naik
Di Jakarta Bulog Longgarkan Suplai Beras ke Pedagang, Tetapi Efektivitasnya Dipertanyakan
”Biasanya bisa 20 ton. Sekarang sedang susah. Kemarin ada yang masuk di gudang langsung ludes,” ujarnya.
Namun, Bayu mengingatkan, untuk benar-benar menanggulangi persoalan harga beras, perlu langkah yang lebih luas. Hal ini harus diwujudkan mengingat, secara nasional, pangsa pasar Bulog hanya 8-9 persen pasokan beras nasional. Sisanya harus diselesaikan dari pasokan beras dalam negeri.
Padahal, menurut dia, harga gabah di tingkat produsen sudah tinggi. Dalam catatannya, harga gabah di Jawa Tengah, misalnya, sudah mencapai Rp 8.500 per kilogram, sedangkan di Jawa Timur sudah Rp 8.200.
Maka, diperkirakan harga berasnya akan dua kalinya, yakni di kisaran Rp 16.000. Angka ini berada di atas harga eceran tertinggi (HET).
”Saya tidak mau berspekulasi produksi cukup atau enggak. Namun, yang jelas, harga (gabah) sudah seperti itu. Jadi, peritel modern yang tidak mau melanggar HET tentu jadi tidak akan membeli beras itu,” kata Bayu.
Efektivitas dipertanyakan
Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Yeka Hendra Fatika, kurang sepakat terhadap kebijakan baru Perum Bulog yang mengizinkan penjualan beras kepada peritel modern dan pedagang tanpa adanya pembatasan pembelian. Langkah ini membuka celah penyelewengan yang berpotensi menggagalkan upaya mengurangi kelangkaan beras di masyarakat.
”Apakah benar yang membeli ini masyarakat hanya 2 ton atau 1 ton? Buka dong datanya, dalam bentuk website yang transparan. Jangan-jangan yang beli ini dikoordinasi atau merupakan bagian dari kelompok tertentu yang memiliki akses ke Bulog,” kata Yeka.
Ia menyoroti pentingnya transparansi dalam proses distribusi beras. Yeka mengusulkan kepada Bulog untuk membuka akses informasi kepada publik mengenai siapa saja yang telah melakukan pembelian beras. Hal ini dianggap penting untuk memastikan distribusi beras mencapai masyarakat yang membutuhkan dan tidak hanya terbatas pada mereka yang sudah memiliki akses ke Bulog sebelumnya.
Mestinya, Bulog itu turun langsung ke masyarakat. Datang ke perumahan, bawa truk. Kenapa tidak seperti itu? Pihak yang mendapat persoalan konsumen, kok, yang dilayani malah pedagang.
Menurut Yeka, upaya penyediaan beras akan lebih efektif apabila Bulog datang langsung ke masyarakat. ”Mestinya, Bulog turun langsung ke masyarakat. Datang ke perumahan, bawa truk. Kenapa tidak seperti itu? Pihak yang mendapat persoalan konsumen, kok, yang dilayani malah pedagang,” ujarnya.
(kompas.id)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.