Pilpres 2024

Ray Rangkuti: Netralitas Presiden Jokowi Sebatas Kata-kata, Tapi Tidak Dalam Perbuatan

Ray Rangkuti Pengamat Politik kembali menyoroti secara tajam pernyataan Presiden Jokowi yang menyebutkan bahwa dirinya senantiasa netral dalam Pemilu.

|
Penulis: Frans Krowin | Editor: Frans Krowin
ISTIMEWA/POS-KUPANG.COM
SEBATAS KATA-KATA – Presiden Jokowi dinilai netral hanya dalam kata-kata tapi tidak dalam perbuatan. Soalnya publik memberikan reaksi negatif terhadap setiap pernyataan netralitas yang disampaikan Presiden Jokowi. 

POS-KUPANG.COM – Ray Rangkuti, Pengamat Politik, kembali menyoroti secara tajam pernyataan Presiden Jokowi yang menyebutkan bahwa dirinya senantiasa netral dalam Pemilu 2024 ini.

Pasalnya, netralitas presiden belakangan ini demikian beda antara pernyataan dan perbuatan. Karena fakta yang terjadi di lapangan justeru memperlihatkan hal yang kontras antara satu dengan yang lain.

Dikatakan bahwa dalam beberapa kesempatan, Presiden Jokowi menyebutkan bahwa dirinya netral dalam Pilpres 2024. Tapi pada lain kesempatan, disebutkan bahwa pejabat negara termasuk presiden punya hak politik, sehingga boleh kampanye, boleh memihak.

Dalam narasi yang demikian, kata Ray Rangkuti, pantas jika saat ini dipertanyakan lagi, seperti apa sikap netralitas yang dimaksud Presiden Jokowi.

Apalagi  dalam beberapa momen, presiden Jokowi juga bertemu dengan Prabowo Subianto yang adalah calon presiden yang diusung Koalisi Indonesia Maju.

"Kalau dibilang saya netral, saya netral, netralnya yang bagaimana? Ada partai yang dua persen saja, susah bertemu. Lalu, tiba-tiba ngajak presiden minum kopi," ujar Ray Rangkuty kepada awak media di Ciputat, Tangerang Selatan, Senin 5 Februari 2024.

Untuk diketahui, belum lama ini  Presiden Jokowi makan siang bersama Prabowo yang juga menjadi Menteri Pertahanan RI. Momen itu terjadi seusai peresmian Graha Utama Akademi Militer Magelang, Jawa Tengah.

"Maka dari itu saya mau mengatakan, saya netral, netralnya yang bagaimana?" tanya Ray Rangkuty lagi.

Dia menduga bahwa Jokowi mengungkapkan dirinya netral, karena banyaknya sikap negatif publik terhadap dirinya.

"Saat itu presiden mengungkapkan Presiden boleh kampanye loh, tapi sikap publik negatif, sehingga Jokowi mundur lagi (tidak memihak atau netral)," jelas Ray.

Sikap Negatif Publik

Pada bagian lain disebutkan bahwa jika publik memilih diam dan tidak bereaksi tentang netralitas tersebut, maka pasti Presiden Jokowi akan kembali tampil dengan ketidaknetralannya.Oleh karena itu, Ray mempertanyakan sikap netralitas Jokowi, karena kerap bersama salah satu pasangan calon.

"Coba kamu bayangkan, dimana ada partai yang hebat di Indonesia bisa mengundang presiden minum teh, lalu besok pagi olahraga bersama cuma satu partai, meskipun itu hari libur ya,"pungkas Ray.

Sikap Jokowi sangat disorot, karena Prabowo merupakan capres sekaligus Menteri Pertahanan RI.

Dugaan ketidaknetralan Presiden Jokowi karena Prabowo menggandeng putranya, Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres. 

Ganjar Soroti Nepotisme

Sementara itu, Anies Baswedan calon presiden nomor urut satu ikut memberikan tanggapan terkait pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi soal presiden boleh berkampanye dan memihak dalam Pemilu.

Anies mengakui hal itu berbeda dengan yang dia dengar sebelumnya.

"Karena sebelumnya yang kami dengar adalah netral, mengayomi semua, memfasilitasi semua," kata Anies

Untuk itu Anies kemudian meminta masyarakat bisa mencerna dan menimbang sendiri makna pandangan Jokowi itu.

Pasalnya, sikap tersebut dia anggap tidak konsisten.

"Jadi kami serahkan saja kepada masyarakat Indonesia untuk mencerana dan menilai," ucap Anies

Hal itu disampaikan Anies saat ditemui awak media di Kepatihan Yogyakarta pada Rabu, 24 Januari 2024.

Untuk itu Anies kemudian menegaskan pihaknya ingin menjaga supaya negara ini tetap menjadi negara hukum.

Menurutnya, dalam negara hukum, semua harus menjalankan kewenangan merujuk kepada aturan hukum.

Anies juga mengatakan bahwa setiap orang, tidak boleh merujuk kepada selera atau kepentingan yang mungkin menenempel pada diri dan kelompoknya.

Untuk itu Anies menyerahkan perkara pernyataan Jokowi itu kepada aturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Maka dari itu ia pun mempersilakan para ahli hukum tata negara untuk memberi pandangan mereka untuk menilai hal itu.

"Monggo para ahli hukum tata negara menyampiakan penjelasan apakah yang disampaikan oleh Bapak Presiden sesuai dengan ketentuan hukum kita atau tidak," ujarnya.

Sementara itu dilansir dari Tribunnews.com pada Rabu 24 Januari 2024 Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, menilai pernyataan Jokowi itu berpeluang menjadi bola liar di masyarakat.

Juru bicara TPN, Chico Hakim, menilai dengan pernyataan itu anggapan masyarakat bahwa Jokowi ingin menjalankan nepotisme bisa saja semakin kental.

Apalagi saat ini putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka merupakan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2 mendampingi Prabowo Subianto.

Baca juga: Relawan Militan Sejati Jaga Kampung Jokowi, Condro Kirono: Jaga TPS, Menangkan Prabowo-Gibran

Baca juga: Anies Kaget Gaji ASN Naik Jelang Pemilu: Kalau Saya ASN, Pasti Saya Tanya, Kenapa Baru Sekarang?

Baca juga: Ini Alasan Ahok Lepaskan Jabatan dari Pertamina Demi Ganjar-Mahfud Jadi Presiden dan Wapres

"Tentunya ada semacam etika dan anggapan masyarakat tentang nepotisme dan lain-lain, yang tentunya akan semakin kental apabila presiden mengkampanyekan salah satu paslon (pasangan calon) yang kebetulan di situ ada putra kandungnya," kata Chico, Rabu 24 Januari 2024.

Chico menegaskan bahwa pernyataan Jokowi itu memang tidak salah secara Undang-Undang (UU). (*)

Ikuti Pos-Kupang.Com di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved