BPS Mencatat Impor Beras Sepanjang Tahun 2023 Naik Enam Kali Lipat

Angka ini naik lebih dari enam kali lipat, bila dibandingkan dengan total impor di sepanjang tahun 2022 yang sebesar 429,21 ribu ton.

Editor: Dion DB Putra
TRIBUNNEWS
Ilustrasi beras Bulog. Badan Pusat Statistik mencatat, ada kenaikan fantastis impor beras sepanjang tahun 2023 yaitu naik enam kali lipat. 

Hal ini juga mengacu pada data BPS yang memprediksi produksi beras Januari-Februari masih defisit sebesar 2,8 juta ton.

"Kalau sekarang tidak mengimpor, terus nanti harga melambung tinggi, nanti nanya lagi pemerintah gak bisa jaga harga," kata Arief di tempat yang sama.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, Indonesia sudah mengamankan 3 juta ton beras berasal dari komitmen India dan Thailand untuk pengadaan beras tahun 2024. Di mana 2 juta ton diamankan dari Thailand dan 1 juta ton dari India.

"Untuk mengamankan cadangan strategis ketahanan pangan memang itu harus kita lakukan. Artinya kita sudah dapatkan tandatangan satu (juta ton) kemudian dua (juta ton) dari Thailand. Rasa aman kita dapat urusan pangan," kata Jokowi dalam Outlook Perekonomian Indonesia, Jumat (22/12/2023).

Kuncinya Produksi

Harga beras masih tinggi meskipun segala langkah intervensi penurunan harga telah dilakukan pemerintah.

Pengamat Pertanian Center of Reform on Economic (CORE), Eliza Mardian menegaskan penurunan harga bisa ditempuh hanya dengan meningkatkan produksi. Masalahnya, kata Eliza, biaya produksi padi dalam negeri masih terbilang mahal karena tak tersentuh teknologi.

"Faktor terbesar dalam produksi padi adalah biaya tenaga kerja itu hampir 49 persen, sewa lahan 25 persen dan 10 persen pupuk, sisanya untuk benih, pestisida, sewa alat dan lainnya," jelas Eliza kepada Kontan.co.id, Jumat (12/1/2024).

Masalah lainnya adalah saat ini mencari tenaga kerja di sektor pertanian semakin sulit. Meskipun banyak Sumber Daya Manusia (SDM) di desa, namun banyak yang tidak tertarik ke sektor pertanian.

Alih-alih berprofesi sebagai petani, masyarakat desa saat ini lebih tertarik menjadi ojek, buruh pabrik atau buruh bangunan.

"Sehingga karena supply tenaga kerja pertanian kurang, membuat upah tenaga kerja pertanian relatif mahal, jadi memang perlu mekanisasi," jelas Eliza.

Dalam kondisi seperti ini, inovasi teknologi mesin mulai dari menanam, panen hingga merontokkan padi untuk lahan yang sempit sangat diperlukan.

"Selama ini mesin-mesin yang dibagikan ke petani misalnya mesin perontok padi itu ukurannya besar, perlu diangkut oleh 4 orang untuk bisa ke lahan yang kondisinya tidak dilalui jalan usaha tani," kata Eliza.

"Jadi memang mesin-mesin yang diberikan ke petani harus cocok digunakan untuk karakteristik lahan sempit, mengingat mayoritas petani kita berlahan sempit," tambahnya.

Dengan demikian, Eliza meyakini biaya produksi padi dapat ditekan dan bisa berdampak pada peningkatan produksi serta penurunan harga beras.

Sumber: Kontan
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved